Saya rasa isu utama penyebab masalah ini adalahnya rendahnya kontrol pemerintah terhadap distribusi dan penjualan obat. Regulasi yang dibuat tidak ditegakkan, bahkan mungkin tidak ada yang merasa memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk menegakkan peraturan ini di level masyarakat.Â
Peraturan dibuat di atas, tetapi implementasinya di bawah tidak berjalan. Takutnya, tenaga kefarmasian atau mereka yang melakukan perdagangan obat tidak melihat masalah ini sebagai masalah utama. Tidak ada kesadaran masyarakat juga tentang bahaya penggunaan obat keras secara bebas.
Salah memang, tetapi wajar apabila fenomena semacam ini terjadi di tengah masyarakat. Masyarakat pasti menginginkan akses yang mudah terhadap obat-obatan, apalagi bila obat-obatan tertentu dirasa berguna bagi dirinya. Masyarakat memiliki demand yang besar, tentu supply juga akan meningkat.Â
Selama ada kesempatan melakukan perdagangan obat secara bebas, pedagang akan terus memasok masyarakat dengan keinginan mereka. Hal ini terus terjadi selama bertahun-tahun, bahkan berdekade-dekade, baik dengan cara konvensional seperti toko obat, atau bahkan mulai marak penjualan secara daring (online).
Berbagai macam bentuk pelanggaran pembelian obat keras mulai dari pembelian kedua menggunakan resep lama, hingga mereka yang memang memutuskan membeli obat sendiri berdasarkan pengetahuan mereka, atau informasi yang ia dapatkan dari orang lain. Tidak heran hal ini terjadi. Peredaran informasi di tengah masyarakat makin lama makin deras dan tidak terbendung, baik itu berita benar ataupun hoax. Di tengah fenomena semacam ini, ketika fasilitas pelayanan farmasi membuka peluang untuk mendistribusikan obat keras tanpa resep dokter, masyarakat pasti mencari hal yang paling cepat. Tidak perlu mengantri ke fasilitas pelayanan kesehatan, beli saja sendiri di toko obat.
Dampaknya signifikan. Penggunaan obat-obatan keras bisa menyebabkan efek samping yang besar pula. Belum lagi pengobatan swadaya tanpa keilmuan kedokteran yang tepat mungkin bisa memperburuk kondisi penyakit seseorang. Masalah resistensi antibiotik? Sudah menjadi rahasia umum bahwa resistensi antibiotik meningkat salah satunya disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan indikasi dan irasional. Mau berapa banyak lagi masalah yang bisa ditimbulkan dari penjualan obat-obatan yang tidak sesuai dengan regulasi?
Masalah ini rasanya harus diselesaikan dari atas ke bawah. Butuh komitmen tenaga kesehatan dan penegak hukum untuk menegakkan hal ini. Faktanya hal itu terjadi secara terang-terangan. Tengok saja Pasar Pramuka yang menjual obat-obatan segala jenis, entah asli atau palsu ke masyarakat tanpa resep sama sekali.Â
Pasar Pramuka seolah-olah menjadi surga untuk membeli obat, mulai dari obat bebas, hingga obat keras. Kalau aparat tidak memiliki concern terhadap masalah ini, masyarakat akan terus merasa bebas. Perlu kontrol ketat dari BPOM atau Kementerian Kesehatan mengenai syarat pengadaan apotek dan toko obat.Â
Mereka yang melanggar juga perlu diberikan sanksi tegas agar peredaran obat-obatan di masyarakat terkontrol. Alur distribusi dari pabrikan harus diatur dengan sistematis, tidak bisa dibiarkan mengalir seperti distribusi produk lain. Rumornya, salah satu apotik ternama yang banyak ditemukan di pusat perbelanjaan sekarang sudah lebih ketat perihal penjualan obat keras. Semoga hal ini dilakukan juga oleh fasilitas perdagangan obat lainnya. Â
Referensi :
- Tora Sudiro Membeli Dumolid Tanpa Resep Dokter. Jakarta: Viva.co.id. 3 Agustus 2017 [cited 1 September 2017]. Available from: http://www.viva.co.id/showbiz/gosip/942845-tora-sudiro-membeli-dumolid-tanpa-resep-dokter
- Muchid A, Umar F, Chusun, Supardi S, Sinaga E, et al. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
- Peredaran Obat Tak Terkendali. Jakarta: Kompas.com. 8 Agustus 2016 [cited 2 September 2017]. Available from: http://health.kompas.com/read/2016/08/08/170700023/Peredaran.Obat.Tak.Terkendali
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik Menteri Kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H