Mohon tunggu...
Jamaludin Law
Jamaludin Law Mohon Tunggu... -

Sederhana yang bukan biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sengketa Pilkades, Mau Curhat ke Mana ?

17 September 2012   11:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:20 3237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pilkades kab.bekasi

kewenangan peradilan tata usaha Negara adalah sengketa tata usaha Negara, yaitu sengketa antara badan atau pejabat tata usaha Negara dengan orang atau badan hukum perdata akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara.

Sedangkan pada pemilihan kepala desa, tidak dapat dikategorikan sengketa Tata Usaha Negara, mengapa demikian menurut saya, :

pertama pemerintah dalam hal ini Camat/pejabat dari Kecamatan dan/atau atas nama Pemerintah Kabupaten/Kota dan jajarannya lazimnya tidak mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara.sedangkan Keputusan Bupati berkait dengan pilkades baru dikeluarkan apabila segala persoalan yang berkait dengan pilkades sudah selesai.

Kedua, apabila yang digugat adalah Panitia Pilkades, atau Panitia Pilkades dianggap mengeluarkan keputusan yang merugikan. Pertanyaanya, apakah Panitia pilkades merupakan badan TUN ? Pada UU 5/86 tentang PTUN menentukan yang dimaksud badan/pejabat TUN adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu yang dapat dikategorikan badan/pejabat tata usaha Negara antara lain adalah apabila menjalankan urusan pemerintahan, termasuk obyek hukum administrasi. Sedangkan Panitia Pilkades tidak menjalankan urusan pemerintahan tetapi melakukan tugas menyelenggarakan pemilihan kepala desa tersebut. Proses Pemilihan Kepala Desa, merupakan bagian dari pemilihan umum, merupakan bahasan dalam literature hukum tata Negara.

Ketiga, karena Panitia Pilkades bukan badan/pejabat Tata Usaha Negara, maka tidak menghasilkan keputusan yang bersifat konkrit, individual dan final. Panitia Pilkades tidak memutuskan hasil pemilihan, tetapi sebatas melaporkan hasil penyelenggaraan pilkades dalam berita acara pemilihan beserta lampiran-lampiran sebagai bukti penjelasnya. Bukan menentukan siapakah yang terpilih menjadi kepala desa, karena terpilih tidaknya kepala desa tergantung pada warga bukan Panitia. Sedangkan yang mengesahkan jadi tidaknya calon terpilih menjadi kepala desa adalah Bupati dengan Keputusan yang menetapkan Kepala Desa terpilih sebagai kepala desa (definitive). Dengan demikian sudah jelas PTUN pun bukan peradilan yang berwenang mengadili sengketa pilkades. Apabila demikian, mungkinkah sengketa Pilkades merupakan wewenang Mahkamah Konstitusi? Nampaknya, pada mahkamah konnstitusi pun sengketa pilkades tidak dapat di tampung, meski apabila dicermati, kewenangan lembaga ini terutama adalah persoalan ketatanegaraan. Alasannya,

pertama, secara normative, apakah mungkin perda menentukan kewenangan Mahkamah Konstitusi?

Mahkamah Konstitusi dibentuk atas perintah Undang-undang Dasar dan berdasarkan Undang-Undang, sedangkan Peraturan Daerah dibentuk atas perintah Undang-undang. Tidak logis peraturan yang lebih rendah mengatur yang lebih tinggi.

Kedua, salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah menyelesaikan sengketa hasil pemilu. Pemilu yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD, serta Pemilihan Presiden dan Wapres (pasal 74 UU 24/2003). Pemilihan Kepala Desa, juga Pemilihan Kepala Daerah bukan termasuk di dalamnya tetapi diatur tersendiri. Ketiga, secara empiris, bagaimana mungkin Mahkamah Konstitusi mampu apabila harus menyelesaikan sengketa pemilihan kepala desa, sedangkan jumlah desa/atau disebut dengan nama lain di seluruh wilayah Indonesia amat banyak, sedangkan jumlah hakim Mahkamah Konstitusi amat terbatas.

Di awal saya sudah mengatakan bahwa berakhirnya pemilihan Kepala Desa secara serentak beberapa desa di Kabupaten Bekasi, menyisakkan pekerjaan rumah yang sangat butuh keseriusan bagi para steakholder di Kabupaten Bekasi, jangan sampai terkesan menggiring masyarakat kabupaten Bekasi utntuk melakukan pekerjaan yang penuh resiko namun tidak ada jaminan keselamatan, lebih-lebih kepada para calon yang ikut serta pada pemilihan, karena sudah menjadi maklum dampak sosiologis dari proses ini yang telah saya tulis di artikel sebelumnya : “Pilkades : sketsa demokrasi antara budaya jahil dan pendidikan”.

Sudah saatnya pemerintahan Kabupaten Bekasi, mengelola, dan menyususun secara preventif atas masalah yang timbul dari kegiatan yang rutin di lakukan selama 6 tahunan ini. Harus di sempurnakan perda tersebut agar lebih terinci bilamana terjadi sengketa.

Selanjutnya menjadi tantangan kita bersama, selalu berfikir keras untuk mewujudkan kondisi ideal walupun cuma lewat gagasan, bilamana kita mempunyai kekuatan dan kekuasaan tinggal dengan mudah kita panggil memory ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun