Disuatu muara sungai tepat beberapa meter dari  jembatan yang diangkat kedua sisi untuk membiarkan kapal-kapal dagang memasuki pasar di Karangantu, Banten.
(SFX: Bum) Sebuah bola seukuran kamar kecil di terminal tiba-tiba saja muncul dengan mengeluarkan asap. Atap kaca terbuka dan keluarlah 3 orang anak dan 1 orang lansia.
Eka             : Wah, kita terlempar dimana ini profesor ?
Prof. Zeta       : Berdasarkan koordinat terakhir ini seharusnya Pulau Jawa bagian barat
Eka             : Akhirnya Indonesia, apakah ini sudah sezaman dengan tujuan zaman pulang kita profesor ?
Dwi             : Asyik semoga iya, aku ingin segera main dengan kucingku.
Tri              : Nampaknya belum, lihatlahh mereka masih ada yang bertelanjang dada ketika mengankat karung-karung tersebut, sedangkan yang dibelakang sana memakai gamis, Ini dapat dipastikan kita masih terlempar di zaman Kesultanan Banten. (bergaya detektif)
Prof. Zeta       : Tepat, lebih tepatnya kita sedang berada di tahun 1652. Kalian silahkan jika ingin berjalan-jalan mempelajari  zaman ini, saya akan memperbaiki kapsul waktu ini. Ingat rubah penampilan dan sedikit-sedikit pelajari bahasa mereka !
Bertiga          : Baik Prof. selamat bertugas.
Mereka bertiga segera mengubah penampilan setelah masuk kedalam kapsul waktu dan setelah beberapa waktu mereka keluar dengan percaya diri telah meyerupai warga setempat. Mereka segera pergi ke pasar.
Tri                : kita amati dulu beberapa kosa kata di pasar ini ya, jangan mencurigakan ketika berpapasan senyum dan anggukkan kepala, itu sudah baku.
Eka               : Tri, lihatlah Dwi tertinggal di belakang dan dikelililingi oleh banyak orang.
Tri                : Ayo segera lihat kesana !
Dikerumunan Dwi terus senyum dan mengangguk kepala ketika setiap orang bertanya.
Pedagang Gujarat  : Aca aca (menggeleng-gelengkan kepala), kamu dari mana ? aku baru melihat pakaian seperti ini ?
Dwi              : (senyum, terus menganggukkan kepala)
Pedagang  Tiongkok  : Haiya, kamu orang kenapa cuma angguk-angguk kepala ?
Dwi              : (senyum, terus menganggukkan kepala)
Pedagang Palembang  : Darimana tuan ini berasal, apakah sulit bagi tuan bercakap ?
Dwi              :  (senyum, terus menganggukkan kepala, namun sedikit ragu-ragu)
Eka yang tidak tega melihat temannya terlihat seperti tontonan seperti itu, Ia segera maju ketengah kerumunan dan segera berbicara. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Eka                : Maaf tuan-tuan kami pelancong dari Jakarta, ini teman kami tertinggal dia hanya malu saja untuk berkata-kata, takut salah berucap.
Pedagang Bugis    : ah, ada kawannya. Yang ini dapat berbicara. Jakarta ? Jayakarta maksudmu?
Eka                : Benar tuan, itu yang saya maksud
Pedagang Palembang : Hendak maksud apa tuan berkunjung ke Banten ?
Eka                 :  Kami pengagum Sultan ageng Tirtayasa, dapatkan pelancong seperta kami menemui beliau ?
Pedagang Bugis     : sebentar lagi  waktu Ashar, biasanya beliau menghadiri pengajian rutin yang dipimpin  Syekh Yusuf Tajul  Kalwati
Eka                :  Apakah di Surosowan ?
Pedagang Palembang : Tentu tidak, Baginda  memilih menempati Istana di Tanara.
Pedagang Bugis    : Rumor yang beredar  Surosowan yang dipimpin Sultan Haji sebagai Sultan Muda mulai renggang dengan Baginda Sultan di Tanara, penyebabnya sudah  pasti gara-gara bisikan kompeni
Pedagang Palembang : hus, jangan keras-keras bahaya kalau ada yang mendengar nak itu saja informasi dari kita semoga berhasi
Eka segera berpamitan keada kedua peagng tersebut, seraya mengucapkan terima kasih dan salam. Segera ia menemui kawan-kawannnya
Eka               : Dwi, Dwi kenapa kamu  diam
Dwi              : Aku takut menggunakan bahasa yang salah
Tri               : Apakah kamu  tidak  sadar mereka menguunakan bahasa Indonesia seperti zaman kita, eh tapi kenapa ya ?
Eka              : Hampir tepat, itu  buukan bahasa Indonesia. Tapi bahasa Melayu,  karena  pada masa ini aktiitas perdagangan menggunakan bahasa melayu sebagau lingua franca atau bahasa pengantar
Tri              : Seharusnya kamu bia mudah berkomunikasi tadi Dwi ?
Dwi             : Mungkin aku gugup, pake nanya hhe
Eka              : Teman-teman, sambil menunggu Profesor menyelesaikan pekerjaan, mari kita temui Sultan Ageng Tirtayasa yuk, ada yang ingin aku tanyakan.
Dwi             : ayo, aku sudah  percaya diri  sekarang
Tri              : Ayo
Mereka bertiga berankat menuju Tanara dengan menyusuri  pematang sawah yang terbantang di antai utara Banten.
(Bersambung)Â
Â
               Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H