Matahari baru saja beranjak naik, cahayanya pun belum begitu terang untuk mengiringi kepergian saya menikmati udara segar di hari Sabtu pagi yang santai. Sesaat saya berjalan, tiba-tiba pandangan saya tertuju kepada wanita tua berjilbab dan gadis kecilnya yang juga berjilbab dengan memikul goni plastik yang jaraknya tidak jauh dari depan kendaraan saya.
Rasa penasaran dengan kedua orang tersebut, langsung saya naikkan gas untuk mempercepat laju kendaraan roda dua untuk mendekati mereka.
Saya hampiri mereka lalu saya ajak ngobrol, diam-diam saya penasaran dengan kedua orang tersebut. Wanita tua yang biasa dipanggil Opung Pane ternyata nenek dari anak tersebut. Mereka menumpang di rumah saudaranya yang tinggal di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Mulailah wanita tersebut bercerita bahwa cucunya yang saat ini menemaninya untuk mencari barang bekas, bernama Amirah Siregar. Ibunya sudah meninggal dunia sejak kecil, kemudian ayahnya merantau dan sampai saat ini belum pulang, menyebabkan dia dirawat oleh neneknya.
Awalnya memang ayahnya sering mengirim uang untuk kehidupan mereka berdua bahwa untuk membiayai anaknya sekolah sampai menamatkan pendidikan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). “Amirah sudah bisa membaca iqra dan sudah bisa sholat walaupun masih ada yang bolong-bolong”, ucap wanita itu.
Sampai akhirnya setelah Covid-19, ayahnya tidak lagi mengirimkan uang sama sekali seperti biasanya. Beban ekonomi berat untuk kehidupan sehari-hari, akhirnya wanita tersebut beserta cucunya ‘banting setir ‘ mencari barang-barang bekas. Dari penghasilan yang hanya mereka dapatkan kadang mendapat Rp. 20.000 bahkan bisa kurang padahal mereka keluar rumah dari pagi-pagi hari, untuk bisa hanya mengganjal perut mereka.
“Sesekali ada yang lewat memberinya bantuan, bisa menambah penghasilan”, ungkapnya. “Kadang kala kami harus makan seadanya bahkan ketika tidak ada uang sama sekali, Amirah sudah biasa makan hanya dengan garam” ucap wanita tersebut sambil mengusap air mata yang prihatin terhadap cucunya.
“Lebih baik menahan lapar daripada meminta-minta atau bahkan mengambil yang bukan milik kita”, ucap wanita tersebut. Dalam hati saya membatin, “Saya sangat kagum, mereka tidak mau meminta-minta kepada orang lain, walau dalam kondisi yang prihatin seperti sekarang ini”.
***
Ini Cerita Amirah
Dengan malu-malu dia bercerita, bahwa dia merasa senang menyertai neneknya walaupun kadangkala sering diejek teman-temanya. “Ada juga om orang yang mengusir kami, karena tidak suka kami datang”, kata dia dengan ucapan yang masih polos.
Kemudian saya tanya kembali, “Apakah Amirah mau sekolah”, dengan nada sedih dia menjawab, “Nenek tidak punya uang untuk menyekolahkan Amirah”. Sambil bercerita matanya liar tidak fokus, kemudian lari setelah melihat ada cup botol bekas di selokan dan diambilnya kemudian diletakan di goni plastik.
Kemudian neneknya kembali melanjutkan ceritanya. Sejak kecil setelah meninggal ibunya bahkan ditinggal ayahnya merantau, membuat mental anak kecil begitu kuat untuk menghadapi pahitnya hidup. Padahal anak seusia 6 tahun seharusnya masa yang dilewati dengan bermain sebagaimana teman-teman seusianya.
Jangankan memiliki gadget yang sudah umum dipakai anak-anak sekarang, untuk makan saja sangat susah apalagi mau sekolah. Mungkin dia tidak kenal postingan tik tok yang berseliweran yang dishare dari anak bayi sampai lanjut usia, yang dia kenal hanya botol cup bekas yang bisa dijual.
Kalau dahulu masih bisa sekolah di PAUD, semuanya tinggal kenangan, sekarang sudah tidak bisa lagi melanjutkan ke sekolah SD karena tidak ada uang. Dia sangat kepingin sekali ingin sekolah sebagaimana anak-anak yang lalu bisa bersekolah.
***
Belajar dari Keteladanan Amirah
Sangat ironis jika masih ada pejabat atau menteri yang menelap dana bansos untuk kepentingan pribadi atau golongan di saat orang-orang sedang mengalami kesulitan hidup. Wajar saja banyak orang yang berkomentar miring mengenai para petinggi tersebut. “Disaat orang dalam kesulitan akibat pandemik ini, sampai teganya ada orang yang mengkorupsi dana yang tidak seberapa”, kata salah seorang teman setelah melihat mantan menteri di OTeTe oleh KaPeKa.
Demikian kisah Amirah yang harus berjuang hanya untuk bisa bertahan hidup bersama neneknya yang merindukan bisa sekolah menyesakkan data kita, masih banyak lagi Amirah-Amirah lain yang butuh perhatikan kita.
Tanggung jawab siapakah kondisi keprihatinan mereka ?????
Penulis, Guru SMK Telkom Medan & Dosen Politeknik Ganesha Medan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H