Mohon tunggu...
jamaludin
jamaludin Mohon Tunggu... Mahasiswa -

menulis, menemukan diri.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menengok Sisi Lain Mutiara Laut Selatan: Antara Gaya Hidup, Kesejahteraan Masyarakat dan Konservasi

24 Oktober 2016   19:41 Diperbarui: 24 Oktober 2016   19:54 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mutiara Terindah Itu, Indonesia!

Butir mutiara berukuran besar, tentu akan menarik perhatian banyak orang khususnya kalangan perempuan. Bagaimana tidak, mutiara bak perlambang keindahan. Sering diabadikan dalam bingkai foto penikmat fotografi, dan dalam sejarahnya sering dipakai oleh masyarakat ekonomi kelas atas khususnya kalangan bangsawan. Hal ini menjadi prestise dan seolah menambah nilai diri perempuan yang mengenakannya.

Tapi, jika ukuran mutiara merupakan hal yang dianggap sangat relatif. Banyak pula orang yang lebih tertarik dengan mutiara ukuran kecil. Agar pas dengan desain cincin misalnya. Bagaimana dengan keseragaman warna, kualitas kilauan dan ketebalan lapisan mutiara (nacre)? Kebanyakan orang pasti akan menganggap bahwa kumpulan mutiara dengan warna yang konsisten, kilauan yang sempurna dan lapisan mutiara yang paling tebal adalah mutiara terindah dan terbaik. Hal inilah yang dimiliki oleh mutiara laut selatan, sehingga masyarakat dunia menamainya ratunya mutiara, The Queen of Pearls.

Mutiara Laut Selatan (Foto oleh Harry Hanni, http://www.sustainablepearls.org/)
Mutiara Laut Selatan (Foto oleh Harry Hanni, http://www.sustainablepearls.org/)
 Tahukah kamu bahwa Indonesia merupakan negara penghasil mutiara laut selatan terbesar yang dikenal dengan nama Indonesian Sea South Pearls (ISSP). Berdasarkan data 2014, nyaris setengah mutiara laut selatan yang beredar di dunia berasal dari Indonesia. Yakni sekitar 5,4 ton mutiara[i],[ii]. Warga dunia mengenalnya sebagai mutiara terbaik. Sayangnya masyarakat Indonesia tidak banyak mengenalnya. Ditambah dengan serbuan mutiara air tawar murah dari China baik legal maupun ilegal, menambah hilang pamor mutiara laut selatan di negerinya sendiri.

Indonesia menghasilkan dua warna mutiara laut selatan, yakni putih dan keemasan. Mutiara ini dihasilkan oleh tiram dengan nama ilmiah Pinctada maxima. Diameternya berkisar antara 8 sampai 22 mm.  Kita harus menunggu dua sampai tiga tahun agar 1 tiram Pinctada maxima menghasilkan 1 butir mutiara laut selatan. Lama sekali bukan? Apalagi jika dibandingkan dengan tiram penghasil mutiara air tawar dari China. Satu Tiram ini dapat menghasilkan sampai 6 butir mutiara hanya dalam waktu satu tahun jika menggunakan metode Coin-Bead/Spherical-Bead (CBSB) Nucleation[iii]. Maka tak heran jika mutiara ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Hidup Gaya Namun Menyejahterakan

Sebagian orang rela mengeluarkan banyak uang untuk sebuah perhiasan termasuk mutiara. Bagi sebagian orang hal ini hanya menghambur-hamburkan uang. Namun jika dilihat dari sudut pandang lain, Hidup bergaya dengan aksesoris perhiasan bagi sebagian orang merupakan kebutuhan, bahkan menjadi penunjang jalannya satu pekerjaan. Disamping itu hidup bergaya dengan mutiara ternyata bisa berkontribusi terhadap perekonomian bangsa asalkan membelinya dengan bijak. Membeli mutiara laut selatan asli Indonesia, akan mendorong pertumbuhan bisnis budidaya tiram mutiara yang banyak melibatkan masyarakat pesisir termasuk nelayan. Kelompok masyarakat yang dikenal memiliki tingkat kesejahteraan terendah di Indonesia.

Perlu diketahui bahwa pemerintah melalui KKP pun terus mendorong keterlibatan masyarakat pesisir dalam bisnis ini. KKP telah menghimbau Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI) untuk lebih melibatkan masyarakat di sekitar lokasi usahanya. Selain itu KKP berusaha untuk membuat segmentasi usaha dengan mendorong masyarakat untuk melakukan budidaya benih mutiara yang nantinya diserahkan kepada perusahaan pembesaran tiram mutiara[iv]. Maka kita sebagai warga negara yang baik perlu untuk turut membantu perekonomian bangsa dengan mencintai produk lokal, apalagi kualitasnya sudah teruji di dunia.

Budidaya Mutiara Laut Selatan dan Konservasi

Dewasa ini perhatian dunia akan pembangunan berkelanjutan semakin tinggi. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan teperhatikannya seluruh aspek baik sosial, ekonomi maupun lingkungan, tanpa mengabaikan salah satunya. Termasuk dalam produksi mutiara laut selatan.

Dalam hubungannya dengan aspek lingkungan, Salah satu praktik yang mengancam kelestarian Pinctada maxima ialah praktik mengambil tiram di alam tanpa pertimbangan ilmiah. Dr. Cahyo Winanto, Dosen FPIK Unsoed yang banyak terlibat dalam penelitian tiram, menuturkan bahwa yang dikhawatirkan bukan terumbu karang yang rusak akibat diambilnya tiram di alam, karena tiram mutiara sendiri menempel pada karang mati. Tapi lebih karena masyarakat mengambil tiram secara tidak selektif, semua ukuran dari kecil hingga besar diambil sehingga mengganggu proses reproduksi tiram yang pada akhirnya akan terancam punah.

Pemerintah disarankan untuk terus melakukan edukasi dan pengawasan agar hal ini bisa dicegah, selain itu perlu adanya sertifikasi baik untuk standar kualitas mutiara maupun sertifikasi untuk proses budidaya yang menjunjung konservasi. Kemudian masyarakat dapat didorong untuk hanya membeli mutiara yang diperoleh dengan menerapkan prinsip berkelanjutan. Hal ini juga menguntungkan untuk memenuhi permintaan pasar internasional akan produk ramah lingkungan yang semakin meningkat.

Literatur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun