Mohon tunggu...
jamaludin
jamaludin Mohon Tunggu... Mahasiswa -

menulis, menemukan diri.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

The Queen of Pearls, Mutiara Laut Selatan dari Nusantara

23 Oktober 2016   18:27 Diperbarui: 25 Oktober 2016   05:05 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Primadona Dunia, Kebanggaan Kita

Indonesia dikaruniai bentang alam laut yang beragam dengan sumber daya hayati yang sangat melimpah. Salah satunya Indonesia memiliki jenis kerang Pinctada maxima yang menghasilkan mutiara terbesar di dunia. Mutiara ini dikenal sebagai mutiara laut selatan atau south sea pearl. Perlu diketahui bahwa mutiara ini merupakan salah satu mutiara terbaik dan termahal di dunia. Selain karena ukurannya yang besar, hal ini dipengaruhi juga oleh warnanya yang berkilau, lapisan nacre yang tebal, serta cara memproduksinya yang sulit.

Diameter mutiara ini berkisar antara 8 sampai 22 mm dengan rata – rata 13 sampai 15 mm. Satu kerang Pinctada maxima hanya dapat menghasilkan 1 butir mutiara saja dalam waktu 2 sampai 3 tahun, bandingkan dengan  mutiara air tawar asal China, dimana satu kerangnya dapat menghasilkan 6 butir mutiara hanya dalam waktu 1 tahun jika menggunakan metode Coin-Bead/Spherical-Bead (CBSB) Nucleation[i]. Maka tak heran jika mutiara ini begitu berharga bahkan mendapat julukan the Queen of Pearls.

Kita patut berbangga, pasalnya Indonesia merupakan negara terbesar pemasok mutiara selatan di dunia. Data 2014, Indonesia menyumbang produksi mutiara sebanyak 5.400 kg, hampir setengah volume ekspor dunia secara global yakni sebanyak 12.700 kg. Namun nilai ekspornya hanya mencapai 30% dunia yakni 65 sampai 70 juta USD, dimana estimasi nilai ekspor mutiara global saat itu mencapai 200 juta USD. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya masuknya mutiara ilegal dari China, adanya ekspor ilegal, kualitas mutiara belum optimal, adanya klaim sepihak dari pasar internasional (penggantian brand), dan belum adanya sertifikasi dari pemerintah[ii],[iii]. Awal tahun ini saja pemerintah berhasil menggagalkan ekspor ilegal mutiara selatan senilai 45 miliar rupiah[iv].

Bisnis Ramah Lingkungan Mutiara Laut Selatan

Budidaya kerang penghasil mutiara sejatinya merupakan usaha yang ramah lingkungan. Proses budidayanya saja membutuhkan lokasi yang bersih dan jauh dari pencemaran. Menurut Dr. Cahyo Winanto (dosen FPIK Unsoed), karena tingginya syarat kebersihan lingkungan untuk budidaya kerang mutiara, lokasi yang dapat dijadikan tempat budidaya komoditas ini hampir dipastikan dapat digunakan juga untuk budidaya komoditas perikanan lainnya. Maka jika komoditas ini terus dikembangkan, masyarakat yang terlibat dalam proses produksi mutiara akan terdorong untuk menjaga kebersihan lingkungan dan mencegah eksplorasi sumber daya laut yang destruktif.

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan terus berupaya mendorong pengembangan bisnis ramah lingkungan ini agar berkelanjutan dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, salah satunya dengan strategi mengajak para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI), untuk lebih melibatkan masyarakat di sekitar lokasi usahanya. Selain itu  KKP berusaha untuk membuat segmentasi usaha dengan mendorong masyarakat untuk melakukan budidaya benih mutiara yang nantinya diserahkan kepada perusahaan pembesaran kerang mutiara[v]. Pemerintah juga mendorong perluasan usaha dengan menawarkan kerjasama BUMN serta bantuan modal usaha misalnya melalui kredit karena budidaya tiram sendiri merupakan bisnis yang memerlukan investasi tinggi.

Selain dari kebijakan ekonomi, Pemerintah disarankan juga melakukan strategi dari aspek riset. Hal ini dapat dilakukan dengan menggandeng perguruan tinggi di Indonesia untuk melakukan riset dibidang budidaya tiram mutiara dengan tujuan akhir optimalisasi kuantitas dan kualitas hasil produksi mutiara di Indonesia, khususnya mutiara laut selatan. Selain itu permasalahan ruang budidaya yang semakin sempit, serta proses perijinan yang terkesan sulit juga harus diatasi.

Sejauh ini produksi mutiara selatan di Indonesia terdapat di Raja Ampat di Papua Barat; Lombok dan Sumbawa di NTB; Buleleng, Karangasem Negara di Bali; Labuan Bajo, Mau mere, Larantuka, Alor dan Kupang di NTT; Selatan Aru, Seram, Banda, Tual, Tanimbar dan Halmahera  di Maluku; Manado, Bitung, dan Kendari di Sulawesi; Lampung Sumatera; serta Banyuwangi dan Madura di Jawa[vi].

instasave-580e0ac2d87a61bb205b0cf0.jpg
instasave-580e0ac2d87a61bb205b0cf0.jpg

Apa yang Bisa Kita Lakukan

Salah satu ironi mutiara laut selatan, ialah dunia mengenal mutiara ini memiliki kualitas terbaik, namun masyarakat Indonesia sebagai produsen terbesar tidak mengetahui hal tersebut. Maka penting untuk mengenalkan mutiara ini kepada masyarakat luas, agar semakin cinta terhadap produk lokal. Lebih lanjut lagi, hal ini juga akan mendorong masyarakat untuk membeli produk mutiara ini sehingga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam produksi maupun distribusi mutiara. Maka untuk anda yang ingin membeli mutiara, belilah mutiara laut selatan asal Indonesia.

Menjaga kebersihan lingkungan dan upaya mengurangi pemanasan global berpengaruh terhadap berbagai aspek, begitu juga terhadap aspek budidaya tiram mutiara. Perlu diketahui bahwa benih tiram sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Maka keseharian kita menjaga lingkungan secara tidak langsung akan mempengaruhi pengembangan mutiara laut selatan Indonesia/ Indonesian south sea pearls (ISSP).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun