Mohon tunggu...
Jamal Syarif
Jamal Syarif Mohon Tunggu... Peneliti dan pengajar

Sinta ID: 6023338

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Administrasi Keguruan: Beban atau Bukti Kinerja?

22 Desember 2024   05:00 Diperbarui: 21 Desember 2024   20:28 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam setiap perbincangan terkait pendidikan di Indonesia, salah satu isu yang tak pernah luput dari sorotan adalah beban administratif yang dihadapi para pendidik, baik guru maupun dosen. Keluhan ini sering kali mencuat dalam forum diskusi hingga seminar pendidikan, bahkan menjadi tajuk utama berita pendidikan. Namun, di balik segala protes dan keluhan itu, kita perlu meninjau ulang: apakah administrasi ini semata-mata beban, ataukah sebenarnya sebuah instrumen akuntabilitas yang merekam dedikasi seorang pendidik?

Dilema Beban Administrasi

Sebagian besar guru dan dosen akan sepakat bahwa pekerjaan mereka tidak hanya mengajar. Mereka juga dituntut untuk membuat berbagai dokumen administratif, seperti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), laporan evaluasi belajar, hingga berbagai formulir dan laporan lain yang seolah tak ada habisnya. Bagi guru, terutama yang mengajar di sekolah dengan tuntutan akreditasi tinggi, jumlah dokumen ini bisa mencapai puluhan. Dosen pun tidak jauh berbeda; laporan Tri Dharma Perguruan Tinggi, penilaian kinerja, hingga administrasi penelitian dan pengabdian masyarakat menjadi bagian integral dari tugas mereka.

Realitas ini sering kali dianggap sebagai "beban tambahan" yang mengalihkan fokus pendidik dari tugas utama mereka: menginspirasi dan mendidik siswa. Tidak sedikit guru yang merasa bahwa waktu yang seharusnya digunakan untuk mempersiapkan materi pembelajaran yang kreatif dan inovatif justru tersita untuk menyelesaikan dokumen administratif yang kadang dirasa kurang relevan dengan esensi pengajaran.

Administrasi sebagai Bukti Kinerja

Namun, mari kita lihat dari sudut pandang yang lebih positif. Administrasi, sejatinya, adalah sebuah alat akuntabilitas. Dalam dunia profesional mana pun, bukti kerja yang terdokumentasi menjadi standar evaluasi kinerja. Bagaimana mungkin kinerja seorang pendidik dapat dievaluasi jika tidak ada dokumentasi yang menunjukkan apa yang telah dilakukan? Tanpa administrasi yang lengkap, sulit bagi kepala sekolah, dekan, atau pengambil kebijakan untuk memahami kualitas proses belajar-mengajar yang dilakukan.

Sebagai contoh, RPP bukan hanya sekadar dokumen yang wajib dibuat, melainkan panduan yang membantu pendidik merancang proses belajar secara sistematis. Laporan evaluasi belajar, di sisi lain, menjadi sarana refleksi bagi pendidik untuk menilai efektivitas metode yang digunakan. Bahkan, laporan pengabdian masyarakat yang dibuat oleh dosen menunjukkan kontribusi mereka dalam membawa manfaat nyata ke masyarakat.

Kesenjangan Realitas dan Harapan

Meski demikian, tidak dapat dimungkiri bahwa dalam praktiknya, administrasi sering kali menjadi terlalu berlebihan dan tidak efektif. Banyak dokumen yang dibuat hanya untuk memenuhi syarat formalitas, tanpa ada tindak lanjut nyata dari isinya. Guru dan dosen akhirnya merasa bahwa mereka bekerja "untuk kertas", bukan untuk siswa atau mahasiswa. Di sinilah letak permasalahan sebenarnya: administrasi yang seharusnya menjadi alat penunjang, justru berubah menjadi penghalang.

Kesenjangan ini terjadi karena beberapa alasan. Pertama, kurangnya pelatihan tentang bagaimana membuat administrasi yang efektif dan efisien. Banyak pendidik yang merasa kewalahan karena tidak memahami apa yang sebenarnya diminta dalam dokumen administratif tersebut. Kedua, sistem evaluasi yang terlalu berfokus pada dokumen, bukan pada dampak nyata yang dihasilkan oleh pendidik. Ketiga, minimnya penghargaan bagi pendidik yang berhasil menjalankan tugas administratif dengan baik, sehingga motivasi untuk melakukannya pun rendah.

Solusi untuk Beban Administrasi

Jika administrasi dianggap sebagai alat akuntabilitas yang penting, maka solusi harus difokuskan pada bagaimana membuat proses ini lebih sederhana dan relevan. Beberapa langkah berikut dapat dipertimbangkan: 1) Digitalisasi administrasi. Penggunaan teknologi untuk mendukung pengadministrasian kinerja pendidik dapat menjadi solusi jangka panjang. Platform digital yang terintegrasi memungkinkan guru dan dosen untuk mengunggah dokumen administratif mereka secara efisien. Hal ini tidak hanya mengurangi tumpukan dokumen fisik, tetapi juga mempermudah proses evaluasi; 2) Pelatihan yang berorientasi praktis. Pelatihan administrasi yang lebih terarah harus diberikan kepada pendidik. Mereka perlu dibekali dengan keterampilan untuk menyusun dokumen administratif yang relevan dan efisien, sehingga waktu mereka tidak tersita oleh hal-hal yang tidak esensial; 3) Relevansi administrasi dengan kinerja nyata. Evaluasi administrasi harus berfokus pada bagaimana dokumen tersebut mencerminkan kualitas pengajaran. Jika administrasi dianggap tidak relevan dengan tugas utama pendidik, maka isi dan formatnya harus disesuaikan; 4) Penghargaan untuk kinerja administratif. Guru dan dosen yang berhasil menyelesaikan tugas administratif dengan baik layak mendapatkan penghargaan. Ini dapat berupa insentif finansial atau penghargaan lainnya yang meningkatkan motivasi mereka.

Mengembalikan Fokus pada Pendidikan

Administrasi tidak seharusnya menjadi beban yang mengalihkan pendidik dari tugas utama mereka. Sebaliknya, administrasi harus menjadi alat yang membantu mereka meningkatkan kualitas pengajaran. Dengan penyederhanaan proses, pelatihan yang tepat, dan pengakuan atas kerja keras mereka, administrasi dapat berubah dari "beban tambahan" menjadi "pendukung utama".

Sebagai pendidik, kita harus melihat administrasi bukan sebagai musuh, tetapi sebagai mitra dalam perjalanan kita mencetak generasi penerus bangsa. Dengan semangat ini, semoga pendidikan Indonesia terus maju, dan para pendidik kita merasa didukung dalam setiap langkah mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun