Saya Jamaluddin Rahmat, S.Pd. Calon Guru Penggerak Angkatan 11 dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan.
Pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan koneksi antar materi modul 2.3 tentang coaching untuk supervisi akademik dengan seluruh modul yang telah dipelajari sebelumnya.
Selama mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak (PGP), terutama modul 1.1 hingga modul 2.3, saya mendapatkan wawasan baru mengenai pentingnya peran coach dalam mendukung pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional (PSE).
Pembelajaran berdiferensiasi menekankan pentingnya memahami kebutuhan belajar murid, seperti kesiapan, minat, dan profil belajar mereka, sedangkan PSE menyoroti bagaimana pengembangan kompetensi sosial-emosional mendukung kesejahteraan dan kemampuan belajar siswa. Sebagai seorang coach, saya belajar bahwa tugas saya tidak hanya membimbing guru secara teknis, tetapi juga mendukung pengembangan sosial-emosional mereka, yang berdampak pada kualitas pengajaran mereka.
Selama proses belajar ini, saya merasa antusias dan terdorong untuk menerapkan konsep-konsep baru dalam pekerjaan sehari-hari. Rasa ingin tahu yang mendalam muncul ketika mempelajari bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dan PSE bisa diterapkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Namun, ada juga tantangan emosional, seperti kekhawatiran terkait implementasi efektif dari materi-materi ini di lingkungan sekolah saya yang memiliki keterbatasan akses dan fasilitas.
Dalam proses pembelajaran ini, saya telah aktif berpartisipasi dalam diskusi dan menerapkan teori ke dalam praktik. Di kelas, saya sudah memulai penerapan pembelajaran berdiferensiasi serta mengintegrasikan elemen-elemen PSE, seperti memberikan ruang refleksi kepada siswa dan mendukung perkembangan emosional mereka. Sebagai coach, saya juga sudah mulai membantu guru memahami bagaimana mengadopsi pendekatan-pendekatan ini dalam pengajaran mereka, dan hasilnya cukup positif.
Meskipun keterlibatan saya cukup baik, saya merasa bahwa masih ada ruang untuk memperdalam refleksi diri saya. Saya perlu lebih banyak meluangkan waktu untuk merenungkan bagaimana saya dapat memberikan bimbingan yang lebih mendalam dan konsisten kepada guru-guru lain. Selain itu, saya juga perlu mengembangkan kemampuan untuk membantu guru melakukan refleksi diri yang lebih dalam, sehingga mereka tidak hanya fokus pada solusi jangka pendek tetapi juga mengembangkan pemahaman yang berkelanjutan.
Materi coaching telah membuka wawasan baru bagi saya tentang bagaimana keterampilan ini bisa memperkuat peran sebagai pemimpin pembelajaran. Coaching melibatkan kemampuan untuk mendengarkan secara aktif, memberikan umpan balik konstruktif, dan mendorong refleksi, yang merupakan keterampilan penting dalam membangun budaya belajar yang sehat di sekolah. Sebagai pemimpin, saya dituntut untuk tidak hanya mengarahkan tetapi juga memberdayakan rekan-rekan guru untuk berkembang melalui proses reflektif dan kolaboratif.
Saya merasa bangga karena dengan menguasai keterampilan coaching, saya bisa lebih mendukung pengembangan guru secara individual. Namun, saya juga merasa tertantang karena coaching memerlukan kesabaran dan kepekaan dalam memahami setiap individu, yang bisa berbeda-beda dalam hal kebutuhan dan gaya belajar.
Saya telah mampu menerapkan prinsip-prinsip coaching dalam interaksi saya dengan guru-guru di sekolah, khususnya dalam mendukung mereka menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan PSE. Saya juga mulai menggunakan keterampilan mendengarkan aktif dan memberikan ruang bagi guru untuk berbagi tantangan dan keberhasilan mereka dalam mengajar.
Saya perlu memperdalam keterampilan saya dalam memberikan umpan balik yang lebih terarah dan spesifik, sehingga guru yang saya coach bisa melihat manfaat nyata dari refleksi dan tindakan yang mereka ambil. Selain itu, saya juga harus lebih proaktif dalam menciptakan sesi coaching yang lebih terstruktur dan berkelanjutan.
Keterlibatan saya dalam program ini telah memperdalam kesadaran diri dan kematangan pribadi saya. Sebagai coach, saya belajar untuk mengelola emosi, mendengarkan dengan empati, dan memberikan dukungan yang lebih personal kepada rekan sejawat. Hal ini tidak hanya meningkatkan kompetensi profesional saya sebagai pemimpin pembelajaran tetapi juga membantu saya tumbuh dalam hal keterampilan interpersonal dan kepemimpinan. Saya merasa semakin matang dalam mengelola interaksi profesional dan semakin percaya diri dalam menjalankan peran sebagai pemimpin yang adaptif dan suportif.
Secara keseluruhan, pembelajaran dari modul 1.1 hingga modul 2.3 telah memberi saya dasar yang kuat untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang lebih efektif. Keterampilan coaching yang saya pelajari akan terus saya kembangkan, baik dalam konteks mendukung guru maupun menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H