Mohon tunggu...
jamal passalowongi
jamal passalowongi Mohon Tunggu... Guru - Seharusnya bergerak seirama alam

Guru SMAN 6 Barru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tokoh Fiksi dalam Pancasila

1 Juni 2020   22:00 Diperbarui: 1 Juni 2020   21:53 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Juni adalah bulan saat kata Pancasila paling banyak disebut orang Indonesia. Selebihnya pada bulan-bulan berikutnya kata Pancasila akan menggiang saat ada momen tertentu, misalnya ada kerusuhan berlatar etnis, atau sekelompok orang menemukan logo bergambar palu arit tertempel di sana-sini.

Pancasila sebagai dasar negara tentu tidak akan hilang dalam kata di bumi Indonesia, Ia adalah doktrin utama konsep bernegara kita. Keyakinan kita akan hebatnya nilai Pancasila tidak sekedar kata di atas kertas dengan lima sila yang selalu dibacakan tiap hari saat upacara bendera. Akan tetapi, keyakinan kita akan Pancasila adalah keniscayaan akan keberagaman berbangsa dan bernegara.

Sila pertama tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah sila yang memberikan naungan bagi seluruh ummat beragama yang ada di Indonesia, toleransi menjadi kata kuncinya.

Sementara kemanusiaan yang adil dan beradab adalah bukti bahwa kita adalah bangsa dengan orang-orang yang menjunjung keadilan dan keberadaban, tidak ada peluang bagi kita menjadi tidak adil karena memandang status sosial seseorang. Begitupula kita adalah orang yang cinta damai dan penuh kasih sayang tanpa rasa benci, karena kita adalah orang-orang yang beradab.

Sila ketiga merupakan perekat seluruh keragaman. Bahkan sila ini adalah penunjuk rasa kebangsaan yang kuat setara sumpah pemuda. Menjadikan negara ini berdaulat dan satu kesatuan utuh adalah salah satu makna dari persatuan Indonesia. Siapa yang ingin melihat negara ini runtuh dan pecah pastilah orang-orang yang menantang sila ketiga ini.

Sila keempat berbicara tentang kebijaksanaan, pemimpin yang bjaksana, rakyat yang berdaulat, serta keputusan yang baik berdasarkan musyawarah. Dan sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah keadilan di seluruh sektor, baik itu di bidang politik, sosial dan ekonomi.

Menilik nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka tidak ada satupun nilai yang terlepas dari kebutuhan manusia sebagai makhluk hidup. Sungguh luar biasa pikiran para founding father yang merumusaan Pancasila ini. Memberikan landasan hidup bangsa yang beragam dengan segala aspeknya.

Internalisasi nilai Pancasila pada diri orang Indonesia memanglah suatu keniscayaan sehingga muncullah slogan "Saya Pancasila" yang berarti Pancasila sudah terinternalisasi dalam dirinya. 

Jadi, bila seorang dengan nilai Pancasila maka dia adalah orang yang memilki toleransi tinggi, menjunjung keadilan sebagai marwah, menjadi panutan berbangsa dan bernegara, memutuskan perkara dengan musyawarah. Pokoknya menjadi orang yang "super" sebagaimana yang dimaksud oleh Pancasila itu sendiri.

Oleh karena itu, Ketika kita menemukan orang yang tidak peka terhadap persaudaraan, toleransi, tetapi rajin beribadah maka kita katakana dia belum menjiwai Pancasila. Atau ada orang yang lebih mementingkan drinya daripada orang lain, maka kita akan meyebutnya Pancasila jauh darinya, dan sebagainya.

Sebagai orang beragama, kita memiliki doktrin bahwa agama selalu benar, yang salah adalah penafsiran dan orang yang menjalankannya. Demikian jugalah dengan Pancasila, banyak penafsiran yang membuatnya menjadi bias dan jauh dari nilai yang ingin dibangun oleh para pencetusnya. Dan boleh jadi juga karena memang tidak terjelaskan secara baik seingga ada saja orang yang tidak memahaminya.

Nilai Pancasila adalah nilai dari seorang tokoh "super", tokoh ini adalah tokoh multidimensi dengan segala kebijaksanaan di dalamnya.  Jauh dari sifat tercela. Tokoh dalam nilai Pancasila bukan tokoh antagonis, perusak tatanan, tetapi ia seperti tokoh para resi dan ulama, serta tokoh keadilan dalam kisah-kisah fiksi.

Tentu saja bila kita bertanya apakah ada tokoh panutan yang memang menginternal di dalam dirinya jiwa Pancasila maka kita tidak dapat memastikan seratus persen dengan satu alasan bahwa boleh jadi pada dirinya muncul salah satu sila tetapi tidak pada sila lainnya.

Dengan demikian, apakah tokoh dalam nilai Pancasila adalah tokoh fiktif seperti ada kisah-kisah fiksi atau pernah ada kemudian hilang. Wallahu alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun