Tal adalah sejenis pohon yang daunnya digunakan menjadi alat tulis-menulis, adapun daun pohon Tal secara jamak disebut RONTAL (Ron; daun, Tal; pohon Tal). Sedangkan kata sewu (seribu) dibelakangnya lebih menunjukkan jumlah yang banyak. Menurut sumber itu TAL SEWU berarti menunjukkan jumlah naskah-naskah yang banyak di sebuah tempat.
Masih berdasar lingua franca, pusat religi dan spiritual Jenggolo diperkirakan berada di kawasan Buduran. Sebuah sumber mengkaitkan ini dengan kata Budur yang dalam bahasa Sansekerta berarti Biara.
Bila kata Budur ber-lingua franca dengan biara, maka Buduran berarti sebuah komplek berkumpulnya satu atau lebih biara. Dengan kata lain Kecamatan Buduran dimasa Jenggolo adalah pemukiman bagi pemuka-pemuka agama.
Pendapat yang berbeda dikemukakan Widodo, juru tafsir sejarah yang tinggal di Kecamatan Tarik. Menurutnya, sebagai kerajaan baru yang berumur singkat, kecil kemungkinan bagi penguasa Jenggolo membangun pusat kerajaannya dari material berbahan batu andesit ataupun terakota alias bata merah.
Yang paling mungkin, keraton Jenggolo didirikan dengan kayu sebagai bahan baku utamanya. Apalagi, stok kayu di masa itu sangat berlimpah mengingat sebagaian besar kawasan itu masih berupa hutan belantara.
Kondisi itulah yang membuat para arkeolog kesulitan mencari bukti-bukti peninggalan pusat kerajaan Jenggolo. Apalagi, pusat kerajaan itu sudah dihancurkan pasukan Dhoho ketika terjadi perang saudara antara kedua kerajaan tersebut hingga raja Jenggolo terakhir terpaksa memindahkan pusat pemerintahannya ke kawasan Jombang.
Berdasarkan analisa tersebut, ia memperkirakan pusat kerajaan Jenggolo ada di kawasan ‘pedalaman’ Sidoarjo yang relatif dekat dengan hutan sebagai pemasok kayu. Sementara kawasan pusat kota Kabupaten Sidoarjo di masa itu ia perkirakan masih berupa pantai.
Fakta yang mendukung analisa ini adalah banyak ditemukannya pecahan-pecahan kayu bekas perahu di dalam tanah di kawasan desa Tebel Gedangan. Selain itu jika dilakukan penggalian di kawasan tersebut sudah langsung ditemukan pasir mirip pasir pantai di kedalaman sekitar satu meter.
Rekonstruksi sejarah yang dilakukannya dihasilkan sebuah kesimpulan bahwa garis pantai Sidoarjo saat itu adalah di pusat kota Sidoarjo yang memanjang hingga ke sisi barat wilayah Kecamatan Gedangan.
Kesimpulan ini dikuatkan dengan adanya daerah bernama ‘Babarlayar’ di pusat kota Sidoarjo. Secara harafiah, tambah Widodo, kata itu berarti kawasan tersebut merupakan tempat bagi warga setempat untuk membuka layar perahu.
Pendapat ini mematahkan kedua asumsi sebelumnya. Bahwa saat itu kawasan desa Pepe Gedangan masih berupa laut sedangkan Pendopo Kabupaten Sidoarjo, di sekitar tahun 1100-an merupakan pinggiran pantai yang tak mungkin menjadi lokasi pendirian keraton Jenggolo.