Mohon tunggu...
Firman Hadi
Firman Hadi Mohon Tunggu... -

Lahir di Bogor tiga puluh empat tahun yang lalu. Hijrah dan menetap hingga kini di Kota Kembang. Hobi? Sepakbola pastinya. Saat ini menekuni pekerjaan yang entah dimana keterkaitannya, yaitu sumber daya alam, penginderaan jauh, sistem informasi geografis dan open source.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stop Lihat Berita Buruk!

26 Juli 2010   15:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:35 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katanya, "bad news is good news". Berita buruk itu justru berita baik, menurut sebagian orang. Baik dalam arti pasti laris, banyak peminat. Buktinya, Anda tahu sendiri lah, berita buruk soal artis pasti menempati ranking tertinggi di internet. Lihat saja di halaman depan kompas.com, berita macam begini pasti masuk peringkat atas soal paling banyak dibaca atau paling banyak dikomentari. Acara gosip atawa infotainment di televisi memiliki rating tinggi. Sinetron dengan cerita gak jelas, tetap saja ditayangkan bertahun-tahun, mungkin hingga di atas 5 tahun berturut-turut.

Fenomena ini menyebabkan ada sebagian kalangan yang prihatin dan menuntut pihak televisi untuk menghentikan atau mengurangi tayangan yang tidak memberikan manfaat, bahkan memberi pengaruh buruk. Ada sebagian pihak yang mengklaim bahwa tayangan berlebihan seputar kasus video porno membuat kasus perkosaan meningkat. Ada juga yang mengeluh soal tayangan-tayangan yang mendekati syirik. Anda bisa membuat daftar sendiri lah perihal tayangan-tayangan tidak bermanfaat tersebut.

Ungkapan keprihatinan ataupun protes yang diungkapkan dalam bentuk demonstrasi, sekeras apapun nampaknya tidak akan pernah berhasil mengurangi tayangan seperti itu. Apa alasannya? Karena lebih banyak lagi yang menyukai. Rating tinggi itu pasti karena banyak yang menyimak. Artinya, bagi pihak penyedia berita sebagai tukang dagang, apa yang dibeli oleh konsumen, itulah yang dijual. Bukan berarti idealisme itu tidak ada karena kita juga melihat ada tontonan atau berita yang menambah wawasan. Tapi jumlahnya tidak sebanyak yang tidak bermanfaat tadi.

Oleh karena itu, cara paling ampuh untuk menghentikan berita-berita atau tontonan tentang kriminal, gosip artis, cerita tahayul berbau syirik adalah dengan tidak melihatnya. Kalau berita itu disajikan di media internet, jangan klik berita tersebut. Kalau ada di televisi, pindah saluran atau matikan televisinya. Ubahlah kebiasaan membaca kita untuk hal-hal yang bermanfaat. Selain membawa keuntungan bagi kita, hal ini juga akan membuat pihak penjual berita mengalihkan segmennya. Intinya, ngapain juga mereka mengejar-ngejar berita kriminal kalau tidak ada yang menyimak. Betul betul betul?

Apakah cara ini efektif? Yakinlah cara ini pasti ampuh. Kita bisa belajar dari sejarah India yang merdeka dari Inggris. Mereka merdeka tidak melalui kekerasan, tidak melalui baku tembak. Mereka hanya berhenti bekerja, keluar dari sikap menghamba pada pemerintah Inggris. Begitu pemerintahan lumpuh, penjajah pun merasa rugi hingga akhirnya memerdekakan negara jajahannya. Analogi seperti itu bisa diterapkan untuk menghentikan berita buruk di media. Kalau selama ini kita dijajah dengan masuknya berita-berita buruk, tolaklah berita itu dengan tidak menyimaknya. Bukan dengan memprotes, yang cenderung membuang-buang energi saja. Bagaimana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun