Ia kemudian mengambil uang seribu rupiah di tangan saya dan mengembalikan sisanya.
Tukang mi : Seribu saja Pak, ini sudah cukup.
Saya tersentak, tidak menyangka sikapnya akan demikian. Saya pun mengucapkan terima kasih dan mohon pamit.
Saat itu, saya mencari air panas yang akan saya gunakan untuk mencuci botol minum anak saya yang sedang dirawat. Saat itu, air panas merupakan kebutuhan. Untuk itu saya rela mengeluarkan uang lima ribu rupiah sebagai ucapan terima kasih. Namun tidak demikian dengan si tukang mi. Ia menganggapnya sebagai sebuah transaksi jual-beli dan menganggap bahwa harga yang pantas untuk air panas adalah seribu rupiah. Ia tidak lantas mengambil kesempatan dalam kesempitan orang lain.
Orang seperti tukang mi itu adalah orang baik, yang langka di bumi Indonesia ini. Karenanya, sepanjang perjalanan kembali ke rumah sakit, saya berdoa agar ia mendapatkan rejeki yang berkah. Baginya dan bagi keluarganya. Setelah di rumah sakit pun, saya sampaikan kepada istri kisah ini. Dan memintanya juga untuk mendoakan kebaikan baginya.
Mungkin Anda mengira itu hanya kebetulan saja dan belum tentu tukang mi itu orang baik. Kalau begitu, Anda salah Bung. Keesokan harinya saat melintas di jalan yang sama, saya berpapasan dengannya. Ia pun masih mengingat saya dan memberikan sebuah senyuman hangat. Saya berpikir, ah indahnya dunia ini jika semua orang sepertinya. Orang sepertinya membuat kita yakin bahwa kita tidak hidup sendiri di dunia ini. Masih ada orang baik yang akan membantu saat kita perlu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI