Mohon tunggu...
Rijal  Ashari
Rijal Ashari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Setetes Cerita dari Centre Point of Indonesia Umpungeng

6 Oktober 2016   20:21 Diperbarui: 11 Oktober 2016   20:46 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aroma terpentin harum seperti minyak kayu putih, karena keharumannya itu terpentin bisa digunakan untuk bahan pewangi lantai atau pembunuh kuman yang biasa kita beli, tapi ada lagi kegunaan lain dari terpentin sebagai bahan baku pembuat parfum, bahan campuran minyak pijat. Salah satu bahan tambahan pembuatan permen karet sehinga menjadi kenyal dan lentur. Gondorukem sebagai hasil dari olahan getah pinus dapat dimanfaatkan antara lain, Industri Batik, Industri kertas, dan Industri sabun.

Hutan pinus di Soppeng menjadi yang terluas ke Tujuh setelah Tanah Toraja, Bone, Sinjai dan beberapa daerah lainnya di Sulawasi Selatan dengan luas 2.745 ha.

Sekitar setengah jam perjalanan, kita akan segera menemukan rumah-rumah penduduk yang  berada di Desa Umpungen dusun Bulu Batu, Bulu Batu dalam Bahasa Indonesia berarti Gunung Batu. Di dusun tersebut kita bisa istirahat sejenak di rumah-rumah warga yang semuanya merupakan rumah panggung. Bulu batu memiliki ketinggian 799 meter di bawah Permukaan Laut (Mdpl). 

Namun, untuk sampai ke dusun Umpungeng atau centre point of Indonesia, butuh perjalanan lagi sekitar 5 KM. Perjalanan kali ini kembali menantang dengan melewati lereng-lereng bukit dengan lebar jalanan hanya kisaran Satu meter yang melikuk hingga sampai di puncaknya. Dan jika Anda takut, Anda bisa memilih berjalan kaki ketimbang naik motor melewati lereng tersebut. 

img-20160825-174344-copy-57fcea740f9373d5468ddaf1.jpg
img-20160825-174344-copy-57fcea740f9373d5468ddaf1.jpg
Dan akhirnya Welcome to Centre Point of Indonesia. perjalanan sepanjang 17 KM memakan waktu kurang lebih Dua jam, berakhir dan dibayar tuntas dengan pemandangan nan-indah dari puncak gunung, gugusan lereng-lereng pegunungan memutari puncak umpungeng dipadu suhu dingin dan angin sejuk ”titik nol“ (begitu orang-orang menyebutnya) yang begitu bersahabat dan memanjakan. Sebuah batu tumpukan batu-batu cadah yang telah berwarna hitam seakan mewakili umurnya yang sudah ratusan tahun. 

Tinggi sekitar Tiga meter tersusun apik membentuk sebuah lingkaran tampak kokoh alami. Di atasnya terdapat jejeran batu melingkar, kira-kira besarnya menyerupai drum. Di salah satu sisinya terdapat sebuah batu tersusun menyerupai kursi yang di yakini sebagai tempat duduk utama.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
       
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Syahdan barulah di tengah-tengah lingkaran batu tersebut terdapat batu yang timbul dari dasar tanah dengan diemeter sekitar 50 cm, diyakini sebagai (Posi’na Tanae) dalam Bahasa Indonesia adalah pusar tanah. Yang tiada lain adalah titik tengah atau titik nol derajat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Asal mula diketahuinya bahwa situs megalitik (Garugae-Red) di Desa Umpungeng, menurut cerita warga setempat karena berkat adanya salah satu warga asli Umpungeng yang konon katanya telah bekerja disalah satu perusahaan di Jakarta, beliaulah kemudian mempromosikan daerahnya dan belakangan mengukur dengan perhitungan titik koordinat, menemukan bahwa keyakinan para leluhur masyarakat Umpungeng jika pusat tanah, dalam artian pusat dari Indonesia tertanya betul. 

Setelah itu munculah beberapa mahasiswa dari berbagai Universitas yang melakukan penelitian terkait hal tersebut dan membuktikan bahwa pusat atau titik tengah dari Indonesia adalah desa umpungeng yang berada di Kabupaten Soppeng, Sulawasi Selatan.

Namun berbeda dengan Tugu Kembar yang ada di Sabang dan Merauke, di Umpungeng kita tidak akan menemukan tugu apalagi tulisan dari keramik yang menyatakan titik nol derajat, kita hanya akan menemukan sebuah batu yang seakan muncul daru dasar tanah yang konon menurut cerita rakyat Umpungeng, batu tersebut jika digali maka tidak akan pernah kita dapatkan dasarnya. 

Situs tersebut pun menjadi sangat disakralkan oleh masyarakat, tak salah bila pengunjung jika ingin melihat lebih dekat situs Garugae,  maka harus melepas alas kaki, dan sangat dihimbau untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar saat berada di kawasan tersebut. Dengan kesakralan tersebut menurut cerita, masyarakat menolak jika nantinya akan dibangun sebuah tugu besar, karena hanya akan merusak salah satu peninggalan leluhur mereka.

Lanjut cerita, Kisah Garugae menurut hikayat masyarakat Umpungeng, “Dahulunya merupakan tempat pertemuan para raja-raja untuk mengadakan rapat. Dan cerita tersebut kian melekat di masyarakat Umpungeng hingga di kabarkan bahwa Arung Palakka yang tak lain adalah Raja Bone ke-15 pun pernah bersembunyi di sana ketika mendapat serangan dari Belanda,” Terang salah seorang tokoh masyarakat disana. Kemudian penelusuran saya kembali berlanjut, kini saya mendapat keterangan lain lagi dari masyarakat Umpungeng yang saya lupa namanya. Menurutnya, Desa ini dahulunya hanya dihuni oleh beberapa orang saja yang satu rumpun. 

Namun lama kemudian telah banyak pendatang. Akan tetapi, jaman kemerdekaan Republik Indonesia baru saja diraih, musibah melanda masyarakat Umpungeng. Konflik antar masyarakat pada saau itu membuat daerah tersebut sangat mencekam dengan banyaknya korban jiwa akibat perang saudara. Sehingga semua masyarakat satu persatu meninggalkan daerah tersebut dan mengungsi ke daerah lain. Akibatnya daerah ini menjadi tak berpenghuni selama beberapa tahun hingga konflik kian meredah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun