Sepekan terakhir, isu komunisme kembali muncul di permukaan. Padahal ini bukan bulan untuk mengenang kebangkitan komunis.
Pemicunya gara-gara sebuah tugu yang berdiri tegap di simpang susun gerbang tol Madiun, Jawa Timur, yang dianggap mirip palu arit. Palu arit sendiri selama ini dipersepsikan sebagai lambang partai terlarang, yakni Partai Komunis Indonesia (PKI).
Isu tugu mirip palu arit ini semakin santer diperbincangkan dan menjadi bahan ghibah para netizen setelah dua tokoh politik nasional berkomentar terkait kontroversi ini. Sebut saja dua politikus ini Fadli Zon dan Roy Suryo.
Yang pertama berkomentar tugu jalan tol itu adalah Roy Suryo. Melalui akun Twitter pribadinya, @KRMTRoySuryo2.Â
Berikut ini cuitannya, "Tweeps, Patung yg terletak di pinggir Jalan Tol Madiun ini lagi kontroversi, banyak pihak yg menginginkan Patung ini dibongkar karena mengingatkan Trauma masa lalu di daerah tersebut sekitar tahun 1948 silam. Bagaimana pendapat anda? Benarkah Patung ini mirip2 simbol2 tertentu?"
Beberapa saat setelah cuitan dari Roy Suryo itu ramai jadi bahan pergunjingan, komentar "memancing keributan" pun disampaikan oleh politikus Gerindra, Fadli Zon.Â
Fadli Zon me-retweet unggahan Roy Suryo dengan tambahan cuitan berbunyi "Kesan 'Palu Arit' tak bisa dinafikan. Apakah ada kesengajaan?"
Setelah dua tokoh politik nasional yang kerap membuat kontroversi ini berkomentar, isu tugu jalan tol Madiun ini pun semakin ramai diperbincangan. Tidak hanya di Twitter, isu tugu palu arit ini pun dengan cepat menyebar di sosial media Facebook.Â
Umat netizen pun terbelah, ada yang menganggap tugu itu benar mirip lambang PKI. Tapi, tidak sedikit netizen yang menyampaikan anggapan itu sebagai opini bodoh dan ngawur.
Saya sudah beberapa kali melewati jalan tol ruas Ngawi-Kertosono yang masuknya melalui gerbang tol Madiun, tepatnya di Dumpil, Desa Garon, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun.Â
Memang tugu tersebut ada dan berdiri kokoh. Tugu berwarna putih itu cukup mencolok karena di sekitarnya hanya ada ruas jalan.
Sepanjang mata memandang tugu itu, tidak terbesit sedikit pun untuk berimajinasi bahwa tugu itu mirip palu arit. Sebenarnya, sah-sah saja orang beropini dan berimajinasi dalam melihat sesuatu hal, termasuk tugu jalan tol itu.
Namun, jujur imajinasi saya tidak pernah mengarahkan untuk melihat tugu itu mirip palu arit. Makanya, saya cukup kaget saat kontroversi ini muncul.
"Bagaimana bisa, tugu itu dimirip-miripkan seperti palu arit?" batin saya.
Dari kontroversi tugu ini, menurut saya yang tidak masuk akal adalah dua tokoh politik yang ngompori, Fadli Zon dan Roy Suryo. Padahal kedua orang itu pasti tahu bahwa orang-orang Indonesia itu sangat sensitif terhadap palu arit.Â
Kok yo masih aja dikompori. Saya menganggap itu kesengajaan yang dibuat dengan tujuan politik tertentu.
Roy Suryo itu Menteri Pemuda dan Olahraga Kabinet Indonesia Bersatu II dan politikus Partai Demokrat.Â
Sedangkan Fadli Zon adalah anggota DPR RI yang lulusan Program Studi Rusia FIB UI, Master of Science Develomment Studies dari The London School of Economic and Political Science Inggris. Politikus Gerindra ini juga telah bergelar Doktor di Program Studi Sejarah FIB UI.
Dengan melihat latar belakang politik dan pendidikan kedua orang ini tentu mereka lebih tahu seperti apa lambang PKI atau simbol komunis. Kalau saja mereka itu bukan tokoh publik, tentu apa yang mereka utarakan di Twitter ya hanya kicauan tak bermakna.Â
Tetapi, mereka ini tokoh yang tutur ucapnya hingga cuitannya di media sosial syarat makna politis. Tentu, statemen yang dikeluarkan akan menjadi referensi, minimal bagi para followernya.
Masak menyebut tugu di jalan tol Madiun itu seperti lambang PKI hanya berdasar pengamatan sekilas dan dikaitkan dengan peristiwa pemberontakan PKI 1948 di Madiun. Apa relevansinya?
Meski ini harapan yang sulit terealisasi. Seharusnya sebagai tokoh publik, mereka ini harus lebih bijak dan mempertimbangkan secara matang pernyataannya. Apalagi yang berkait isu sensitif seperti kebangkitan PKI. Tendensi politiknya lebih besar dibandingkan aspek penyadaran kepada masyarakat.
Dengan kuasa mereka, seharusnya ini ya, mereka kan bisa tabayun atau bertanya kepada empunya terlebih dahulu, yakni PT Jasa Marga atau langsung di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.Â
Kalau sulit bertemu karena kesibukan, kan bisa menghubungi para pejabat itu lewat WhatsApp atau telepon. Saya yakin para pejabat di Jasa Marga dan PUPR langsung ngangkat.
Tapi, mengapa jalur tabayun tidak ditempuh? Ya karena kalau cuma tabayun, kontroversi itu hanya berhenti di telinga mereka. Sekali lagi, target mereka bukan itu, tetapi ingin menciptakan kegaduhan dan mendapatkan keuntungan politik dari kontroversi tersebut.
PT Jasa Marga Ngawi Kertosono Kediri (JNK) mengonfirmasi opini yang menyebutkan tugu di GT Madiun itu sebagai palu arit itu keliru dan ngawur. Tugu itu merupakan bentuk 3 dimensi dari logo perusahaan PT JNK.
Melalui siaran pers PT Jasa Marga dijelaskan saat dilihat dari sudut tertentu, tugu tersebut akan membentuk huruf J-N-K. Tugu itu terdiri dari dua bagian tugu putih lurus dan lengkungan persis seperti logo PT JNK.
Bentuk logo itu juga memiliki arti. Untuk lengkung (sebagian orang menganggap arit) itu memiliki arti bahwa perusahaan senantiasa memberikan layanan jalan tol terbaik berorientasi kepada pelanggan.Â
Sedangkan tugu menjulang ke atas (persepsi sebagian menyebut palu) itu melambangkan perusahaan berorientasi pada pertumbuhan shareholder value dan peningkatan prosperity stakeholder dengan memperhatikan prinsip good corporate governance.
Mengenai penempatan tugu di GT Madiun, kata Dirut PT JNK Dwi Winarsa menyampaikan bahwa GT Madiun merupakan akses strategis keluar masuk kendaraan yang akan menuju Kota Madiun, Ponorogo, Magetan, hingga Pacitan. Selain itu, di pintu tol Madiun juga akan dibangun Kantor Pusat PT JNK.
"Selain itu, kami mencatat di GT Madiun memiliki volume lalu lintas tertinggi dibandingkan dengan GT lainnya seperti Caruban maupun Nganjuk," kata Dwi dalam siaran pers.
Dwi juga menyampaikan kalau sebenarnya tugu tersebut belum selesai 100%. Nantinya di tugu itu juga akan dipasang tulisan NJK dan logo PUPR. Ini bertujuan supaya persepsi publik tidak liar.
Tolong banget, para politikus bisa mengendalikan bacot dan cuitannya. Supaya kita bisa sedikit lega hidup di bumi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H