Mohon tunggu...
Abdul Jalil
Abdul Jalil Mohon Tunggu... Jurnalis - suka tantangan dan hiburan

hidup itu saling melengkapi,,,semuanya,tanpa terkecuali.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Perempuan Perkasa di Indonesia Bukan Sekadar Cerita

5 Januari 2020   23:16 Diperbarui: 5 Januari 2020   23:20 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain banyak yang dikenal sebagai ahli perang, perempuan-perempuan Jawa juga dikenal sebagai pengusaha ulung. Perempuan dianggap lebih bisa mengelola keuangan daripada laki-laki. Salah satu perempuan itu adalah Ratu Kencono Wulan, permaisuri ketiga Sultan kedua. Karena keuletannya dalam mengelola keuangan hingga meminta keuntungan dari setiap proyek membuat tempat harta karun di keraton penuh dengan emas, perak, dan berlian.

Meski tugas perempuan di lingkungan keraton sangat penting dalam urusan seremonial, militer, dan bisnis.  Namun, perempuan di lingkungan keraton juga memiliki fungsi utama yaitu sebagai pemelihara dinasti atau wangsa dan sebagai wadah untuk berprokreasi (hlm. 45).

Di keraton-keraton Jawa, raja atau bangsawan memiliki istri lebih dari satu dianggap wajar dan bahkan selain memiliki istri sah atau permaisuri, raja juga memiliki selir. Dalam hubungan pernikahan itu, perempuan kerap memiliki posisi subordinat di banding laki-laki bahkan mau menerima apapun saat diperlakukan suaminya. Dalam literasi-literasi ciptaan Belanda juga memperbincangkan demikian. Pemahaman seperti ini dibantah dengan adanya sikap tegas dari seorang Raden Ayu yang menggugat cerai suaminya karena telah diperlakukan kasar. Perempuan pada zaman itu sudah mengerti arti dari kesetaraan dan memiliki power untuk melawan ketertindasan. Perempuan dari kalangan elite yang berani menggugat cerai suaminya yaitu Raden Ayu Notodiningrat, cucu Mangkunegoro II, yang menggugat suaminya, Bupati Probolinggo, yang kasar dan tidak sopan. Bahkan salah satu putri Keraton Surakarta, Raden Ayu Sekar Kedaton, anak Sunan Pakubuwono VII, menolak lamaran bangsawan termasuk Pakubuwono IX.

Dalam era manapun perempuan menjadi bagian penting dalam menjaga keberlangsungan sebuah dinasti maupun budaya. Perempuan berperan menjamin pendidikan anak di lingkungan keluarga kerajaan. Sebelum menjadi pemimpin pasukan melawan Belanda, Pangeran Diponegoro sewaktu masih kecil dididik oleh neneknya, Ratu Ageng. Melalui pendidikan yang diterapkan Ratu Ageng, Diponegoro menjadi pribadi yang taat beragama dan berhati lembut.

Buku setebal 114 halaman ini membuka cakrawala pengetahuan kita tentang tokoh-tokoh perempuan Indonesia yang sejak dahulu telah sadar terhadap prinsip-prinsip emansipasi. Tentu ini akan semakin memperkuat perjuangan R.A. Kartini yang saat ini menjadi ikon gerakan emansipasi di Indonesia.

Buku yang merupakan hasil penelitian ahli sejarah Indonesia ini terlalu singkat dalam menjelaskan mengenai tokoh-tokoh perempuan yang disebut perkasa itu. Sehingga pembaca seperti hanya disuguhi biografi kilas dari masing-masing tokoh yang disebut tersebut. (Resensi ini permah tayang di Harian Umum Solopos)

Judul buku : Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX

Penulis : Peter Carey dan Vincent Houben

Editor : Candra Gautama dan Robertus Rony Setiawan

Tebal : 114 halaman

Cetakan : ketiga, Februari 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun