Mohon tunggu...
Abdul Jalil
Abdul Jalil Mohon Tunggu... -

Penikmat tulisan orang lain baik online/cetak........ Gabung kompasiana untuk mencari ilmu dan belajar dari anggota kompasiana lainnya. Lahir di Bima-NTB Salam Jabat erat buat semuanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anies Baswedan Masuk 20 Tokoh Dunia...

30 April 2010   08:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:30 1684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik membaca berita di salah satu media online hari yang memuat salah seorang tokoh muda Indonesia yang kini mulai berkibar dan di anggap sebagai salah satu tokoh yang membawa perubahan di dunia dimasa mendatang. Seperti yang di kutip dari VIVAnews.com berikut ini. Rektor Paramadina Anies Baswedan terpilih sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang oleh majalah Foresight yang terbit di Jepang akhir April ini. Dalam edisi khusus yang berjudul '20 Orang 20 Tahun', itu Foresight mengulas 20 tokoh yang diperkirakan bakal menjadi perhatian global karena mereka akan sangat berperan dalam perubahan dunia dua dekade mendatang. Nama Anies dicantumkan bersama 19 tokoh dunia lain seperti Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin, Presiden Venezuela Hugo Chavez, Menlu Inggris David Miliband, anggota Parlemen dan Sekjen Indian National Congress India Rahul Gandhi, serta politisi muda Partai Republik dan anggota House of Representative AS, Paul Ryan. Majalah bulanan berbahasa Jepang itu menulis bahwa cucu almarhum AR Baswedan -- tokoh yang ikut andil dalam meraih kemerdekaan Republik Indonesia -- itu merupakan salah satu calon pemimpin Indonesia masa mendatang. "Anies adalah seorang muslim moderat yang sampai saat ini tetap konsisten pada pendiriannya untuk tidak memihak pada kekuatan (politik) tertentu," tulis Foresight (http://www.shinchosha.co.jp/foresight/what/what.html). Menurut majalah itu, karena citranya yang netral, adil, serta memiliki pandangan yang berimbang itulah, Anies berhasil meraih kepercayaan luar biasa dari masyarakat luas, termasuk banyak tokoh politik. Perhatian Dunia pada Indonesia dan Pendidikan. Anies sendiri tidak ingin membanggakan diri. Ayah empat anak yang dikenal sederhana dan selalu optimis itu menganggap bahwa berbagai penghargaan kelas dunia yang diterimanya sebenarnya menunjukkan makin besarnya perhatian dunia terhadap Indonesia. Anies yang dalam beberapa bulan belakangan ini bicara di berbagai forum dunia merasakan hal itu. "Saya mendapat kesan bahwa dunia kini makin memperhatikan Indonesia," kata Anies yang belum lama ini menjadi pembicara di berbagai pertemuan internasional di Tokyo, London, Copenhagen, dan Madrid. Pada tanggal 2 hingga 6 Mei mendatang, Anies juga diundang menjadi pembicara asal Indonesia pada pertemuan puncak tokoh muda dunia, Young Global Leaders Summit, di Tanzania, Afrika. Direktur Marketing & Public Relations Univ.Paramadina Syafiq Basri Assegaff menyatakan bahwa apresiasi Foresight itu menjadi sinyal bahwa dunia pendidikan di Indonesia punya peran penting. "Sebab beliau bukan saja satu-satunya orang dari Asia Tenggara yang disebut di situ, melainkan juga merupakan satu-satunya pendidik dalam daftar di Foresight itu," kata Syafiq. Sayapun browsing tentang latar belakang tokoh ini, seperti yang saya kutip dari wikipedia.org, inilah sosok Bapak Anies Baswedan itu : Anies Baswedan Ph.D., (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; umur 40 tahun) adalah intelektual asal Indonesia. Pada 2005, Anies menjadi direktur riset pada The Indonesian Institute. Pada 2008, ia mendapat anugerah sebagai 100 Tokoh Intelektual Muda Dunia versi Majalah Foreign Policy dari Amerika Serikat. Pada tahun yang sama, di usia muda (38 tahun) ia menjadi rektor Universitas Paramadina. Meski lahir di Kuningan, Jawa Barat, ia menghabiskan masa kecil hingga kuliah di Yogyakarta.

Karier dan Pendidikan

Ketika masih menjadi siswa SMAN 2 Yogyakarta, Anies pernah mengikuti program pertukaran pelajar AFS Intercultural Programs, yang di Indonesia diselenggarakan oleh Bina Antarbudaya, selama satu tahun di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat (1987-1988). Semasa kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) (1989-1995), dia aktif di gerakan mahasiswa dan menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM. Sewaktu menjadi mahasiswa UGM, dia mendapatkan beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia di Tokyo, Jepang. Setelah lulus kuliah di UGM pada tahun 1995, Anies bekerja di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi di UGM. Anies mendapatkan beasiswa Fulbright untuk pendidikan Master Bidang International Security and Economic Policy di University of Maryland, College Park. Sewaktu kuliah, dia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Student Award. Di Amerika Serikat ia aktif di dunia akademik dengan menulis sejumlah artikel dan menjadi pembicara dalam berbagai konferensi. Ia banyak menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi, dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul "Political Islam: Present and Future Trajectory" dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California. Sementara, artikel Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local Elections and The Future of Democracy diterbitkan oleh BIES, Australian National University. Di tahun 2005 ia menjadi peserta Gerald Maryanov Fellow di Departemen Ilmu Politik di Universitas Northern Illinois sehingga dapat menyelesaikan disertasinya tentang "Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia". Gelar master didapat dari School of Public Policy, Universitas Maryland dan gelar Sarjana Ekonomi didapat dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Anies pernah bekerja sebagai National Advisor bidang desentralisasi dan otonomi daerah di Partnership for Governance Reform, Jakarta (2006-2007). Selain itu pernah juga menjadi peneliti utama di Lembaga Survei Indonesia (2005-2007). Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan dilantik menjadi rektor sebuah Universitas. Ia menjadi rektor universitas Paramadina untuk periode 2007-2011. Kala itu ia baru berusia 38 tahun. Ia menjadi rektor termuda di Indonesia.

Intelektual Dunia

Majalah Foreign Policy memasukan Anies dalam daftar 100 Intelektual Publik Dunia. Nama Anies Baswedan tercantum sebagai satu-satunya orang Indonesia yang masuk pada daftar yang dirilis majalah tersebut pada edisi April 2008. Anies berada pada jajaran nama-nama tokoh dunia antara lain tokoh perdamaian, Noam Chomsky, para penerima penghargaan Nobel, seperti Shirin Ebadi, Al Gore, Muhammad Yunus, dan Amartya Sen, serta Vaclav Havel, filsuf, negarawan, sastrawan, dan ikon demokrasi dari Ceko. Sementara, World Economic Forum, berpusat di Davos, memilih Anies sebagai salah satu Young Global Leaders (Februari 2009). Pada Pemilu 2009, Anies menjadi moderator dalam acara debat calon presiden 2009. Pada akhir 2009, Anies dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi anggota Tim-8 dalam kasus sangkaan pidana terhadap pimpinan KPK yaitu Bibit dan Chandra. Anies, yang bukan berlatar belakang hukum, dipilih menjadi Juru Bicara Tim-8. Penyampaiannya yang sistematis, tenang dan obyektif dianggap turut membantu menjernihkan suasana dalam suhu politik yang agak memanas di masa itu. Tim-8 bekerja non-stop selama 2 minggu di bulan November 2009.

Keluarga

Anies adalah anak pertama dari pasangan Drs. Rasyid Baswedan, S.U. (Dosen Fak Ekonomi Universitas Islam Indonesia) dan Prof. Dr. Aliyah Rasyid, M.Pd. (Dosen Fak. Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta). Ia menikah dengan Fery Farhati Ganis, S.Psi., M.Sc. dan dikaruniai empat anak: Mutiara Annisa (sulung), Mikail Azizi (kedua), Kaisar Hakam (ketiga), dan Ismail Hakim (bungsu). Mereka bertempat tinggal di daerah Lebak Bulus di Jakarta. Anies adalah cucu dari AR Baswedan, salah seorang pejuang pergerakan nasional dan pernah menjadi Menteri Penerangan di masa awal kemerdekaan Indonesia.

Pendidikan Tinggi

Perihal pendidikan tinggi, menurut Anies, hubungan mahasiswa dan perguruan tinggi bukanlah hubungan transaksional komersial. Sebuah perguruan tinggi tidak boleh memandang dirinya sebagai penjual jasa pendidikan dan memandang mahasiswa sebagai pembelinya. Pendidikan tinggi di Indonesia seharusnya dipandang oleh pelakunya sebagai pendorong kemajuan bangsa dan memosisikan mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan). Anies menganggap bahwa pemuda inilah yang akan menggantikan peran generasi tua di masa depan. Dalam hal pengelolaan pendidikan, Anies berpendapat bahwa hal tersebut memang mahal. Baginya, ini merupakan tantangan bagi pimpinan institusi pendidikan untuk kreatif membuat alternatif model-model pendanaan, baik dari pemerintah maupun swasta. Sebagai seorang akademisi, bagi Anies, pendidikan harus ditunjang oleh kemandirian dalam pembiayaan pendidikan itu adalah suatu keniscayaan. Di awal mungkin perguruan tinggi memang perlu dibiayai pemerintah, tetapi dalam perjalanan selanjutnya harus bisa mandiri. Bahkan, dalam hal ini, Anies menyatakan bahwa perguruan tinggi harus bisa menerjemahkan bahasa pengelolaan pendidikan dalam bahasa pengelolaan bisnis modern. Pada 2008, Ia merintis Program Beasiswa di Universitas Paramadina bernama Paramadina Fellowship. Program ini mengadopsi konsep yang biasa digunakan di universitas-universitas di Amerika Utara dan Eropa dengan menyematkan nama sponsor sebagai predikat penerima beasiswa. Jika mahasiswa A mendapat beasiswa dari institusi B, yang memang menjadi salah satu sponsor, di belakang nama mahasiswa dicantumkan nama sponsor, menjadi A, Paramadina, Institusi B Fellow. Sebagai contoh Andi, Paramadina Adaro Fellow. Predikat itu wajib digunakan dalam berbagai publikasi dan tulisan. Anies mengakui bahwa kunci keberhasilan sebuah perguruan tinggi adalah menerima yang terbaik (admit for the best). Selain itu, bagi Anies, lulusan perguruan tinggi yang baik adalah bukan yang setelah lulus berlomba membuat CV (curriculum vitae) sebagus mungkin. Baginya, mahasiswa harus bisa membuat proposal bisnis ketika lulus. Harapannya, mereka bukan mencari pekerjaan kelak tetapi akan membuka lapangan pekerjaan.

Kemampuan Menulis dan Bahasa Internasional

Bagi Anies, mahasiswa memiliki tiga karakter yakni intelektualitas, moral dan ke-oposisi-an. Selama ini, dua karakter terakhir sudah bisa dikatakan tuntas. Timbulnya pergerakan organisasi-organisasi mahasiswa menunjukkan karaker oposisi mahasiswa. Meski kadang terlihal anarkis, tetapi mahasiswa teha mengerti batasan-batasan moral yang harus dijaga. Akan tetapi, karakter pertama, intelektualitas, masih belum dihayati. Implementasi karakter ini adalah kemampuan menulis dan berbahasa internasional. Anies mengaskan bahwa dalam satu waktu, seseorang bukan hanya warga sebuah negara, tetapi juga menjadi "warga dunia". Dengan kesadaran menjadi ”warga dunia” , mahasiswa bisa melihat ke depan. Bagi Anies, kompetitor mahasiswa Indonesia bukanlah mahasiswa lain dari perguruan tinggi terkemuka di Tanah Air. Kompetitor mereka adalah lulusan Melbourne, Amerika Serikat, Tokyo, dan lain-lain yang memiliki kemampuan bahasa, ilmu pengetahuan, dan jaringan internasional. Menurutnya saat ini harus ada kesadaran melampaui Indonesia, beyond Indonesia. Dalam dunia akademik yang kompetitif seperti itu, maka kemampuan menulis menjadi perlu. Penyampaian ide dalam bentuk tulisan akan berharga sekali. Bahkan, menurut Anies, dalam membangun peradaban, kemampuan menulis menjadi fundamental. Selain itu, kemampuan berbahsa internasional akan membantu mahasiswa untuk menyampaikan ide-idenya. Di era globalisasi ini, akumulasi pengetahuan jangan sampai sia-sia hanya karena dua syarat itu diabaikan.

Optimisme Bangsa

Bagi Anies, sikap optimistis perlu dilakukan dalam memandang bangsa Indonesia. Optimisme seharusnya menjadi prioritas bagi generasi muda Bangsa Indonesia. Menurutnya, pemuda Indonesia telah mengawalinya ketika terselenggara Konferensi Pemuda II, 28 Oktober 1928. Keputusan untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan adalah keputusan jenius. Oleh karena itu, banyak urusan bangsa menjadi sederhana karena bahasa tersebut bisa diterima seluruh rakyat. Anies menyatakan bahwa bagaimanapun kondisinya, bangsa ini harus disikapi dengan kritis dan optimistis. Selain itu, para pemuda perlu fokus pada inspirasi tentang kemajuan bukan cerita masa lalu. Pandangan yang perlu dijadikan prioritas adalah bahwa bangsa Indonesia perlu memiliki perasaan kolektif positif untuk maju dan berkembang. Pesimisme seharusnya dikubur, lalu munculkan optimisme. Realitas bangsa, menurut Anies, seharusnya dipandang dengan sudut pandang optimisme. Meski demikian, media pun perlu menggandakannya agar menjadi optimisme kolektif seluruh elemen bangsa. Jangan sampai semangat optimisme itu dikalahkan oleh budaya korups. Anies menegaskan bahwa janji kemerdekaan telah dilunasi oleh pendahulu bangsa. Bangsa Indonesia harus bekerja lebih keras untuk melunasi janji kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga bermanfaat dan dapat di tiru oleh generasi muda Indonesia lainnya, Amien..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun