Mohon tunggu...
Dwi Rahmah Hidayati
Dwi Rahmah Hidayati Mohon Tunggu... -

be You, be Nature | www.negeribahagia.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berlari dalam Siklus

4 Maret 2014   22:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:14 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apakah rasa syukur mengawali harimu? Kau merasa sangat bahagia? Kau tersenyum, bahkan tertawa tanpa alasan? Kau sangat bersemangat? Kau mulai bergerak dan melakukan banyak hal? Jika iya, kita berada pada siklus yang sama. Inilah ketika kebahagiaan itu dari dalam diri kita sendiri, dan tidak tergantung pada kondisi luar diri kita. Kita tahu bukan, bahwa bahagia itu memang milik semua orang, tidak tergantung pada status sosial, gender, profesi, dan semua hal yang menjadi batas dan kelas.

Hari ini, aku kembali melihat dan merasakan itu secara nyata. Aku menuju ke dalam diriku, sssssssttttt………. Aku mau menyampaikan sesuatu, ini rahasiaku (rahasia kok bilang-bilang, lho…). Hehe, gak papa, rahasia umum. Saat pagi datang, aku bertanya pada diriku, “mau diam, jalan di tempat, jalan biasa, jalan cepat, atau berlari?”. Haha… aku maunya berlari. Saat berlari, mungkin engkau merasa sendirian. Namun, sesungguhnya tidak. Coba keluarlah, lihatlah ke area yang lebih luas, kau tidak sendirian. Tidak sedikit orang yang sedang seperti dirimu, berada pada siklus yang serupa, di “level” dan lingkungannya masing-masing. Jadi, sesungguhnya engkau tidak sendirian, meskipun memang kau harus melakukannya sendiri.

Larimu, buatlah bukan sekedar berlari, mengeluarkan energi dan membuat berkeringat. Saat berlari, aturlah nafasmu sembari “mengingati” Sang Pencipta. Kau tahu bagaimana rasanya? Cobalah sendiri.. aku tak mampu menceritakannya, yang jelas itu sangat membahagiakan, menyenangkan sekali. Ya, meskipun kau berada di daerah perkotaan, dengan udara yang sudah tidak begitu segar lagi, sudah bercampur dengan polusi, tetaplah bahagia. Syukuri itu semua, ingatlah bahwa kebahagiaanmu bukan tergantung pada lingkungan dan keadaannya. Mari lanjutkan lari kita, pandanglah ke depan, sesekali lihatlah ke atas dan ke bawah, tengoklah kiri kananmu, hei.. ada banyak hal yang bisa kita amati dan pelajari.

Saat memandang ke depan, kau lihat jalanan pagi masih lengang, terbentang luas di hadapanmu. Masih sedikit kendaraan yang lalu lalang. Sesekali lihat pula ke atas, betapa langit begitu cerah dan megah. Lapang sekali, burung-burung terbang bebas lepas. Lihat ke bawah, ada hal-hal yang harus kita perhatikan saat berlari, mungkin ada batu, lubang, genangan air, gundukan pasir, kulit pisang, bahkan mungkin ada uang yang terjatuh. Hehe… tengok ke kiri, sapa pak satpam yang mulai berjaga di posnya, juga yang sedang menyapu di area parkir, segerombolan ibu-ibu yang berbelanja di penjual sayur keliling, dan semua aktifitas yang kau temui. Tengok ke kanan, bertemu dengan petugas kebersihan yang menarik gerobaknya, pemulung yang dengan sabar mencari semua yang masih bisa dimanfaatkan, orang yang mulai membuka tokonya, melakukan yoga di gazebo, atau orang yang sama-sama berlari seperti kita. Oh iya, sesekali tak apa kita menoleh ke belakang, mungkin kita ingin tahu sudah seberapa jauh kita berlari, dan mengingat apa saja yang telah kita lalui.

Lebih dari itu semua, kita bisa menariknya ke dalam cara kita memandang hidup dan kehidupan ini. Rutinitas bukanlah sekedar aktifitas, namun jadikan itu sebagai jalan untuk meningkatkan kualitas. Nikmati setiap rutinitas itu, sykurilah, maka kita akan menemukan titik kebahagiaan dalam setiap prosesnya. Ingatlah bahwa yang paling pertama dan utama adalah meniatkan segala sesuatunya itu karena Allah SWT. Rasanya? Sekali lagi aku tak bosan mengatakannya, cobalah sendiri, bahkan lakukanlah itu setiap hari.

Hidup ini, seperti apa kenampakannya, bagaimana rasanya, semua tergantung pada diri kita, cara kita melihat dan merasakannya. Kau mau diam, jalan di tempat dan begitu-begitu saja, jalan cepat, atau bahkan berlari dengan semangat ke arah apa yang menjadi tujuanmu, itu semua ada dalam dirimu sendiri. Saat kau menyadari, kenalilah, segera lakukan, tak perlu menunggu nanti-besok, tapi waktu yang paling tepat  adalah “sekarang”. Berlari dalam kehidupan yang aku maksudkan adalah melakukan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin, bukan sekedar melakukan, namun melebihi standar yang ada, menciptakan standarmu sendiri, sembari terus meningkatkan standar itu lebih baik dan baik lagi secara berkelanjutan-tiada henti. Kita mengenalnya dengan continuous improvement. Ya, itulah makna berlari yang ingin aku nyatakan.

Saat berlari, mungkin kita tak bisa jadi yang pertama (be the first), karena memang sudah banyak yang terlebih dahulu berlari, maka kita bisa menjadi yang terbaik (be the best). Namun, tidak mudah menjadi yang terbaik, jika pun tidak bisa menjadi yang terbaik, maka jangan berhenti. Mari menjadi yang berbeda (be different). Lakukan yang terbaik semampu kita, dengan untaian doa dalam setiap prosesnya. Lakukan dengan penuh kesungguhan, ketulusan, dan kreasikan sesuai kata hatimu sebagai prinsip. Kita mempunyai prinsip masing-masing, selama itu baik dan benar, perjuangkanlah, jangan takut. Prinsip itu adalah pusat dirimu. Maka, kuatlah di pusat diri itu, namun biarkan dirimu lembut membaur dengan sekeliling.

Ketika berlari, bukan berarti kita menarik diri, kita hanya membeda dalam kebersamaan dan penyatuan. Ada banyak hal yang bisa kita amati, pelajari, dan diskusikan dengan di luar diri kita, namun kita tidak harus selalu sama dengan mereka, kita mempunyai sesuatu yang kita jaga sendiri. Itulah mengapa kita tetap menengok kiri kanan. Mereka memberikan kita pengalaman dan pelajaran yang berharga, yang tidak harus kita alami sendiri.

Saat berlari, kita memandang ke depan, karena itu arah yang kita tuju. Meskipun fokus, cara, dan proses dari masing-masing kita mungkin berbeda, tapi hakikat kita sama. Sesekali bolehlah kita menoleh ke belakang, untuk mengambil hikmah atas setiap kejadian yang telah kita alami. Masa lalu harus diperbaiki, masa sekarang jalani dengan sepenuh hati, dan masa depan? Memangnya siapa yang tahu masa depan, kita bisa merasakan saja kita tidak pernah tahu, bukan? Masa depan biarlah menjadi rahasia indah Allah, yang dipersiapkan untuk kita, jika kita memang diberikan kesempatan.

Melihat ke bawah, mengingatkan kita, ada banyak hal yang harus kita instropeksi. Melihat ke atas, mengingati, mensyukuri, dan tersenyum kepada Allah atas segala yang telah Dia beri. Sungguh indah rasa seperti ini, ya meskipun rasa itu sesungguhnya tidak terbatas dengan dimensi dan definisi. Inti dari semua yang ingin aku sampaikan adalah kita akan selalu “berbahagia” bersama-Nya. Ayo kita terus melatih diri, aku tak akan berhenti untuk belajar. Apa kamu mau membantuku berlari?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun