Kerja dan hasilnya adalah anugerah, karena itu wajib disyukuri apapun, seberapun hasil kerja kita. Disadari dan dirasakan manfaatnya, betapa kita setelah lelah bekerja perlu healing time, rileks untuk mengumpulkan energi, memperbaharui semangat kerja dan suasana hati.
Bersyukur, bertepatan dengan libur lebaran yang panjang tahun ini, kami bisa ngumpul utuh sekeluarga. Maklum dalam hari-hari normal keluarga kecil kami sudah terbagi: abang kerja dan tinggal di luar pulau; yang nomor dua studi di luar pulau juga; praktis tinggal kami bertiga di rumah di Pontianak. Pas pula, bang Subarno dan keluarga dari Sekadau mengajak kami family healing time bersama.
Dengan dua mobil, kami memulai perjalanan dari pontianak ke Sungai Pinyuh. Di Pinyuh ngopi dan beli nasi merah (sajian dengan daging babi) untuk bekal. Kopi dan nasi merah di Sungai Pinyuh terkenal enak. Dari Pinyuh kami mengunjungi Rumah Retret St. Yohanes Paulus II di Anjongan dan pas bulan Mei, Bulan Maria, kami doa Rosario di Goa Maria Anjongan. Rumah retret ini kamarnya ber-AC, sekelas hotel bintang 2; pemandangannya indah, di kompleks ini ada banguna rumah panjang, bangunan ornamen China dan gereja yang berfungsi sebagai aula juga.
Perjalanan kami lanjutkan ke Pantai Bajau, Singkawang. Ada perubahan penataan di pantai Bajau. Semula hanya pantai dan sejumlah wahan permainan. Kini ada dan terus dikembangkan Bajau Marine Aquarium. Ada banyak jenis ikan laut dan air tawar (arwana, toman, kakap, kerapu,dll); ada aneka jenis burung, aneka jenis hewan melata (ular, biawak), ada kera kecil, ada anjing kecil, ada burung unta, rusa, bunglon, dan bisa bermain dengan binturun (musang besar) yang jinak.Â
Dengan satu tiket seharga Rp40.000 kita bisa sepuasnya ke tiga obyek wisata: pantai, aguarium, kebun binatang. Ada spot foto di ketinggian Rindang Alam, dimana kita bisa melihat kota Singkawang dari kejauhan. Indah sekali pemandangannya. Menyaksikan sunset dari pantai bajau adalah sesuatu sekali..indah, amazing....
Singkawang yang dirindukan
Sekitar pukul 18.30 wib, kami meninggalkan Bajau ke Singkawang, kota yang selalu dirindukan warga Kalbar, Pontianak khususnya. Karena hanya di Singkawang lah kita bisa mendapatkan obyek wisata yang relatif lengkap dengan kuliner yang enak-enak, terutama kuliner khas masyarakat Tionghoa, hotel-hotel yang variatif harganya serta masyarakat yang ramah. Singkawang  salah satu kota paling toleran di Indonesia. Memang wisata jadi nadi ekonomi warga. Makanya Pemkot memperindah kota ketika perayaan hari raya keagamaan warga: Natal, Imlek-Cap Gomeh dan Lebaran. Â
Setelah menikmati santap malam dengan masakan yang fresh, kami keliling-keliling kota Singkawang. Beruntung kami telah booking hotel, karena ternyata hotel-hotel penuh, maklum ini liburan panjang. Setelah dari hotel, kami dua keluarga ini, menikmati kopi, snack dan musik di sebuah cafe yang tidak jauh dari hotel.
Minggu (1/5), kami merayakan ekaristi di Gereja Katolik yang ikonik di kota Singkawang. Gereja ini ikonik karena di salib di atas gereja terdapat patung ayam dari kuningan, sehingga gereja ini populer juga dengan sebutan gereja ayam. Meski masih mengukur suhu tubuh dan pakai handsanitiser, gereja Katolik Singkawang sudah dibuka, tidak ada pembatasan umat lagi. Gereja dipenuhi umat. Sepulang misa, ke sekitaran pasar, mengisi kampug tengah. Banyak sekali pilihan kulinernya. Yang ringan ada bubur babi--maksudnya bubur nasi dengan daging babi; ada aneka jenis mie (mie tiau, kwetiau, dll), ada chai kwe atau choi pan; yang makanan berat pun banyak.
Taman Cinta & Nyarumkop
Mengisi hari minggu, kami ke obyek wisata Taman Cinta di Pajintan, di arah jalan ke Kabupaten Bengkayang. Kami sebenarnya sudah beberapa kali kesini. Namun tempat ini masih menarik karena ada banyak spot foto, bisa mandi dan main waterboom. Â Di area taman cinta ini juga ada hotel. Hari ini kami bertambah personil, ada Yadi dan Yenni, ponakan yang bergabung dengan kami untuk liburan juga. Â
Setelah hampir seharian di Taman Cinta, sorenya kami ke Nyarumkop. Saya sudah  kontak suster pengelola Wisma Emaus, ternyata orang umum secara terbatas bisa menginap disini. Wisma ini kami piih karena mau merasakan nuansa berbeda: sunyi, suasana kampung, bersih, udaranya segar dan hitung-hitung bantu-bantu suster untuk biaya perawatan wisma ini. Wisma ini semasa covid-19 jarang dipakai untuk pelatihan, retret, dll.
Malamnya kami ke kota Singkawang lagi, menyusuri malam di kota Amoy sekalian menyantap kuliner. Karena besoknya Hari Raya Idul Fitri, maka malam ini Singkawang lebih ramai, sejumlah jalan ditutup karena ada pawai kendaraaan malam takbiran.Â
Lebaran
Hari Lebaran pertama 2 Mei, kami menuju Ngabang, Kabupaten Landak, ke tempat kakak ipar saya yang merayakan Lebaran. Perjalanan lumayan panjang: Nyarumkop->Singkawang->Pinyuh->Ngabang. Jalur Sungai Pinyuh-Ngabang memang sepi, sejak jalan Sungai Ambawang lancar. Jalur ke Ngabang menarik karena berkelok-kelok, melewati banyak kampung dan daerah2 yang bagi saya sangat mudah diingat, yang ikonik tentu saja Sehag. Â Jalur ini cukup mulus.
Di rumah kakak/abang di Ngabang kami telah ditunggu rombongan keluarga dari Sekadau dan Batang Tarang yang juga berlebaran. Ada keluarga bang Kirman-Kak Sabet; ada Oscar-Ratih (ponakan) dan dua putra putrinya; Iwan-Novi (ponakan) dengan 3 putra putrinya. Â Â Â
Ada juga keluarga Jimmy, ponakan yang tinggal di Ngabang yang join dengan kami. Wah,..ramai, seru lebaran kami. Inilah indahnya keberagaman. Bang Deni dan Kak Thres beserta 3 anaknya merayakan Lebaran; kami lainnya merayakan Natal. Kalau Natal, Bang Deni dan keluarga merayakan ke tempat kami. Juga jika ada acara-acara keluarga kami ngumpul bersama.
Selesai merayakan kebahagian Lebaran, sore jam lima-an dengan hujan yang cukup lebat hari itu, kami, keluarga Bang Subar dan keluarga Novi-Iwan melanjutkan perjalanan ke Sekadau. Keluarga Bang Kirman dan Kelg.Ratih-Oscar ke Pahauman. Tidak lupa kami singgah di rumah Kak Paula di Sanggau. Kakak bersama Ema-Andre dan keluarga; ada Via-Anes juga; mereka telah menyediakan makan malam yang sedap untuk kami. Setelah istirahat sekitar 2 jam, perjalanan dilanjutkan. Sekitar pukul 23.00 kami tiba dengan lancar, aman dan selamat di Sekadau.
Menikmati alam
Di Sekadau, bersama anak-anak Novi-Iwan, kami "liburan" ke pondok kebun. Membawa beras, ikan toman, daging, dll kami "berkemah" seharian. Setengah perjalanan dengan mobil jalur Sekadau-Rawak. Memasuki area kebun, kami sebagian jalan kaki skitar 2,5 km, sebagian besar, naik mobil Taft doubel gardan yang dimodif untuk mengangkut buah sawit di jalur-jalur jalan hutan. Maklum jalan ke pondok ladang ini berlumpr-lumpur, berlobang dalam, sehingga hanya mobil doubel (4x4) yang bisa lolos. Wah...anak-anak sangat senang naik truk ini. Oleng kiri kanan, sensasi antara berani-berani takut membuat mereka senang.
Di pondok yang ada listrik tenaga surya ini kami memasak, membakar ikan/daging, memancing di kolam, mencari pakis di kebun, mencari sayur di ladang, mencabut ubi di ladang. Â Membuat rujak, menyanyi bersama...seru lah pokoknya. Tentu yang paling dinikmati adalah makanannya: enak dan suasana di ladang dengan udara yang bersih, bebas mengekspresikan nikmatnya makanan...apalagi ditutup dengan sedikit tuak yang enak.
Esoknya kami mengunjungi Bang Meran-Kak Jati yang tinggal di Sejirak, simpang kampung Perongkan. Pas ketemu Leo-Nina, yang sedang pulkam dari Ponti. Jalan dari Sekadau ke Selalong masih mulus..namun setelah itu, sampai ke Rawak, jalur ini sudah rusak cukup parah. Dalam situasi jalan normal dulunya hanya 20 menit, kini satu jam dari Sekadau ke Simpang Perongkan. Kami disuguhi makan minum, ada tuak juga. Dibekali beras kampung lagi.Â
Kalau ke Sekadau, saya dan isteri pasti ke pasar tradisional di tepian kapuas. Nyari beras merah/beras hitam, ikan asin/salai, sayur-sayuran kampung untuk oleh-oleh ke Pontianak.
Pulang dari Sekadau kami selalu singgah di tempat bang Kirman -Kak Sabet di Batang Tarang, simpang Empirang persisnya. Kali ini  kami singgah hampir empat jam. Masak, makan, tidur, sorenya barulah melanjutkan perjalanan ke pulang ke Pontianak. Kalau lewat jalur Sungai Ambawang, pasti singgah di warung-warung Bukit Benuah, beli sayuran/buah kampung. Hari itu kami berencana makan malam di Bipang Ambawang, ternyata ketika sampai, stok dagingnya habis. Akhirnya, perjalanan healing time kami berakhir di lantai atas Ayam Dadakan, simpang Tanjung Hulu.Â
Terima kasih Tuhan atas kesempatan yang indah  bersama keluarga ini...Terima kasih atas perlindunganMu untuk perjalanan panjang kami.Â
Petaro jaga selalu kami semua, keluarga besar agar selalu sehat agar nanti bisa berkumpul lagi.
Selamat Idul Fitri untuk sanak keluarga dan teman-teman yang merayakannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI