Mohon tunggu...
Abd Jalaluddin
Abd Jalaluddin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

saya seorang mahasiswa pecinta buku

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

“Buku Bukan Sekedar Membuka Cakrawala”

25 Oktober 2014   09:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:48 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku atau teks, mampu menggerakkan, menggetarkan, mengilhami, meneror,memprovokasi, dan memberdayakan. Itulah kalimat yang saya temukan dalam buku ''Mengikat Makna Update'' karangan Hernowo. Ketika saya melakoni kegiatan membaca, perubahan yang saya alami, sangat drastis.Buku, saya jadikan sebagai corong yang menyambungkan saya pada sebuah kehidupan seseorang. Lewat buku, saya bisa bercakap-cakap dengan penulis-penulis besar, dunia. Hal ini terjadi, ketika buku memberikan informasi yang menuntut saya untuk merujuk pada karya-karya monumental sebelumnya. Semakin saya membaca buku, rasa penasaran saya semakin meningkat terhadap penulis-penulis hebat dimasa lampau.

Kehidupan manusia, kaya dalam berbagai aspek, begitupun dengan Buku kaya dalam berbagai dimensi. Buku senantiasa memancarkan cahaya-cahaya yang terang. Pancaran-pancarannya senantiasa hadir disetiap lini kehidupan saya.

Ada satu halyang menjadi kebutuhkan saya dalam menuliskan dan mengekspresikan isi pikiran saya, yaitu bahasa. Bahasa yang saya maksud adalah teks atau buku. Teks atau buku, menjadi penentu dalammenguraikan isi pikiran dan perasaan saya. Hernowo menyebutnya buku sebagai “Alat Produksi''. Lewat buku, dia mampu memproduksi beragam pandangan.

Terkait dengan buku, saya akan menceritakan pengalaman saya secara konkrit. Membaca bukan hanya menambah wawasan, tetapi juga menyegarkan otak. Kalimat itu, kembali saya temukan dalam buku ''Mengikat Makna Update''. Setelah saya berusaha mengingat kembali pengalaman saya membaca, ternyata apa yang dikatakan Hernowo, sesuai apa yang saya rasakan. Buktinya, tergambar ketika saya menglami depresi, lalu membaca buku ''Pemulihan Jiwa'' karangan Dedy Susanto. Sungguh luar biasa pengaruh yang saya rasakan. Pikiransaya, awalnya dipenuhi beban dan masalah, kini kembali segar.

Kurang lebih 60 menit saya membaca buku Dedy Susanto, pikiran saya kembali normal, seolah tidak ada beban. Padahal, depresi yang saya alami, sakitnya bukan main. Bahkan saya sempat berpikir, ingin bunuh diri, karena saya merasa tidak mampu menanggung beban tersebut.

Untunglah saya menemukan pelampiasan yang tepat. Saat pikiran saya sepenuhnya dikuasai dan dikendalikan oleh buku, perubahan perlahan-lahan saya alami. Hembusan segar dari buku, mampu menghilangkan masalah besar. Sungguh sangat efektif, buku dijadikan sebagai tempat pelampiasan.

Disaat orang-orang menyalahkan, menghidari dan menjauhi saya, justru Bukulahyang senantiasa mendukungan dan menguatkan saya. Setiap saya membaca kembalibuku yang sama, hasilnya pasti berbeda. Tulisannya sama, namun bobot katanya mengalami perkembangan makna. Itulah kekuatan yang dimiliki buku. Semakin digali, akan semakin luas dan dalam maknanya.

Dari penglaman itulah, saya menggambarkan buku sebagai ''Cermin''. Saya tidak mungkin tahu seperti apa bentuk wajah saya, tanpa bercermin. Saya tidak mungkin tahu, ada kotoran diwajah saya, jika tidak bercermin. Artinya, penyakit atau masalah yang saya alami, tidak mudah saya temukan penyebabnya sebelum saya membaca buku.

Membaca buku, sama halnya mendeteksi diri saya. Mendeteksi kelemahan dan kelebihan saya. Melalui Buku, saya bisa memahami dan menyadari diri saya yang sebenarnya. Sebagaimana pendapat Hernowo yang mengatakan buku adalah “Cermin”. Cermin bagi ummat manusia.

Masalah yang membuat saya depresi, ternyata ada padapikiran saya sendiri. Saya baru menyadarinya, setelah membaca buku ''Pemulihan Jiwa'' diatas. Inilah pertanda bahwa buku adalah ''Cermin''. Setelah menikmati beberapa buku, saya mulai berkesimpulan bahwa ''Buku bukan sebatas membuka cakrawala''.

Jauh sebelumsaya membaca buku, pikiran dan hati saya, lebih terfokus pada hayalan. Hayalan yang semula saya harapkan bisa memberikan solusi, justru memperkeruh masalah yang saya alami. Berawal dari hayalan, saya mudah menyalahkan orang lain, tempat, dan bahkan diri saya sendiri.

Orangyang rentang dihinggapi stres, bahkan bunuh diri adalah orang yang banyak menyalahkan dirinya. Kalimat ini, saya temukan dalam buku “Pemulihan jiwa” jilid 1 diatas.Terbukti ketika saya banyak menyalahkan diri, pikiran saya semakin terbebani. Utunglah buku “Pemulihan Jiwa, Dedy Susanto”, mengalihkan perhatian saya kepada hal-hal yang produktif. Buku ini, sangat luar biasa. Depresi yang saya alami, mampu dihilangkan. Saya sangat menyadari betapa dahsyatnya kekuatan yang dikandung buku ini, sehingga mampu menstimulus otak saya, dari reaktif menjadi produktif.

Buku“Pemulihan Jiwa”, menjadi sahabat sejati saya. Pada saat saya depresi lalu membaca buku, bersejuta-juta kekuatan dahsyat menghampiri. Disetiap rangkaian kalimatnya, menularkan spirit yang berbeda-beda. Bukan hanya memberi kekuatan, tetapi jugamerombak pikiran negatif saya.

Tidak jarang, manusia yang mengalami depresi, mengambil jalan meminum obat penenang, tetapi, setelah reaksi obat itu hilang, depresinya pun kembali. Tibalah saatnya saya mengambil kesimpulan bahwa, obat yang paling ampuh ketika depresi adalah buku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun