Mohon tunggu...
Ki Ageng Joloindro
Ki Ageng Joloindro Mohon Tunggu... -

dari Pekalongan untuk Indonesia...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Dari Ciseel untuk Indonesia

27 Juli 2011   13:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:19 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Napak tilas berlanjut dengan mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah Adjidarmo. Di belakang rumah sakit, terdapat sebuah rumah terbengkalai yang kabarnya adalah bekas rumah yang dihuni oleh Multatuli semasa di Lebak. Sisa peninggalan rumah asli yang masih ada hanya berupa satu sisi tembok sebelah luar yang di atasnya ditumbuhi tumbuhan kersem—entah bagaimana tumbuhan itu bisa tumbuh di atas sana—sementara selebihnya adalah sisa-sisa bangunan yang lebih modern. Keseluruhan rumah itu pun benar-benar terbengkalai. Tidak ada upaya untuk merestorasi ataupun untuk melestarikan peninggalan sejarah.

Keberadaan serombongan anak dan beberapa orang dewasa yang mengunjungi rumah terbengkalai di belakang rumah sakit, membuat beberapa orang pengunjung rumah sakit bertanya-tanya, ada apa sebenarnya. Seorang pria muda bertanya kepada saya perihal rumah itu, dan saya pun menjelaskan dengan semampunya dibantu oleh Daurie. Mendengar jawaban kami, pria itu tampak kaget mengetahui bahwa rumah terbengkalai itu adalah bekas rumah Multatuli.

Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri Jalan Multatuli, singgah di SDN Multatuli, sampai ke ujung, ke Sungai Ciujung, yang pada masa Multatuli kabarnya sering digunakan untuk pembuangan mayat korban kejahatan Adipati Kartanata Nagara. Dalam perjalanan ke Sungai Ciujung, terlihat dua orang peserta sedang kesulitan membuka tutup teh botol. Saya menawarkan diri untuk membantu membukakannya. Tutup botol saya ketuk-ketukan dengan menggunakan besi pagar sebagai penahan. Ups, ternyata ujung botolnya malah ikut pecah. Ya, maaf.

Dari Sungai Ciujung, perjalanan berlanjut ke Apotik Multatuli. Kabarnya, demi mengenang dan meneladani Multatuli, pendiri apotik tersebut menamakan apotiknya dengan nama Multatuli. Di sini, pedagang buah di depan apotik benar-benar ketiban rezeki, banyak anak-anak yang memborong buah-buahan, barangkali untuk oleh-oleh di rumah, atau untuk bekal perjalanan pulang.

Tujuan terakhir adalah Perpustakaan Saijah Adinda. Kaki sudah pegal-pegal, telapak kaki sudah terasa panas. Keringat bercucuran. Perpustakaan Saijah Adinda berukuran cukup luas dengan koleksi buku cukup banyak. Sembari beristirahat melepas lelah, hujan rintik mulai turun. Seusai dari perpustakaan, menembus rintik hujan, anak-anak mulai berlarian kembali ke pendopo. Di tengah jalan, hujan mulai menderas sehingga kami harus bertedih di emperan toko, berdesak-desakan. Setelah agak reda, kembali perjalanan dilanjutkan ke pendopo yang tinggal berjarak beberapa ratus langkah.

Sayangnya, saya tidak bisa mengikuti rangkaian acara Sastra Multatuli sampai selesai. Padahal, acara besoknya saya pikir adalah acara yang paling menarik, berkunjung ke Badui Dalam. Namun karena besoknya saya harus Ujian di Bandung, maka sore itu juga saya harus segera pulang. Saya berpisah dengan rombongan setelah sebelumnya berhujan-hujanan di atas truk yang melaju dengan kecepatan cukup kencang sampai ke daerah Sajira. Badan mengigil kedinginan. Jemari sudah keriput. Tadinya, dari Sajira saya berencana membonceng Daurie yang juga akan pulang ke Bogor. Namun, karena satu dan lain hal, akhirnya tidak jadi. Saya menumpang bus yang menuju ke Bogor, dan Daurie melaju dengan motornya.

Bogor menyambut dengan hujan malamnya. Dalam rintik hujan yang membasah, bus jurusan Bandung bergegas saya cari dan naiki. Di benak, masih terbayang kilasan-kilasan tentang Ciseel, perjalanan yang menegangkan, pengalaman yang mengasyikkan, dan suasananya yang adem dan damai. Juga, semangat anak-anak Ciseel untuk mengaji Max Mavelaar, yang tidak akan dijumpai di tempat mana pun. Entah kapan bisa kembali mengakrabi Ciseel. Semoga ada kesempatan berikutnya, dengan pengalaman yang berbeda.[]

Link terkait: http://readingmultatuli.blogspot.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun