Mohon tunggu...
Daniella Jaladara
Daniella Jaladara Mohon Tunggu... -

aku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pak Barbie dan Realitas Negeri

17 November 2011   13:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:32 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tentu tidak, Neng. Neng bisa perkirakan sendiri penghasilan Bapak berapa tiap harinya. Kadang kalau hujan, sehari tidak bisa menjual satu pun boneka. Padahal setiap hari kami tetap harus makan.”

“Terus gimana makannya, Pak?” tanyaku ingin tahu.

“Ya kalau kami orangtua, meski lapar pun enggak akan nangis, Neng. Yang penting bagi saya adalah cucu-cucu saya yang jumlahnya lima orang bisa makan. Saya dan anak-anak paling hanya bisa makan sehari sekali.”

“Subhanallah. Istri Bapak masih ada?”

“Istri Bapak sudah lama meninggal. Terkena kanker.”

Pak Barbie berkaca-kaca dan menghentikan sisirannya pada boneka di tangannya. Seperti ada luka yang begitu dalam dan menganga di dasar hatinya.

“Duh, Pak. Mohon maaf. Saya jadi merasa bersalah.”

“Enggak apa-apa, Neng. Justru yang bersalah itu Bapak. Coba kalau Bapak punya uang, tentu Bapak bisa membawa istri Bapak berobat. Anak-anak Bapak tak harus kehilangan ibunya.”

“Jangan bilang seperti itu, Pak. Insya Allah, Allah menempatkan istri Bapak di tempat terbaik. Amin.”

Aku mencoba mengalihkan pembicaraan dengan membicarakan boneka-bonekanya. Tapi Pak Barbie tetap bercerita tentang almarhumah istrinya. Sungguh potret nyata gagalnya pemerintah memberikan jaminan kesehatan bagi warganya yang kurang mampu. Rumah sakit, dokter, klinik bahkan puskesmas sekalipun didesain untuk kepentingan-kepentingan ekonomis. Tak ayal, sudah ribuan bahkan mungkin jutaan warga miskin yang kehilangan nyawa tanpa pertolongan, apalagi sosialisasi pencegahan dini terhadap kanker minim sekali.

Setelah cukup pegal menyisiri dan mengganti gaun-gaun Barbie, tampak satu dua anak yang merengek kepada ibunya minta dibelikan. Harganya berkisar antara dua puluh hingga empat puluh ribu. Cukup mahal untuk ukuran penduduk Kramat Jati yang notabene mengandalkan mata pencaharian dari berjualan makanan ringan ataupun kuli kasar. Aku mohon pamit kepada Pak Barbie setelah beberapa anak-anak pergi, dan hanya tinggal satu dua saja di sana. Pak Barbie membungkus satu boneka ke dalam plastik berwarna hitam dan menyodorkannya untukku. Tapi dengan halus aku menolaknya. Sungguh aku tak tega, bisa jadi uang dua puluh atau empat puluh ribu adalah biaya hidup dia untuk satu bahkan dua hari. Semoga kelak aku ada kelebihan rezeki dan bisa berbagi dengannya sekeluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun