Mohon tunggu...
Jainal Abidin
Jainal Abidin Mohon Tunggu... Wiraswasta - jay9pu@yahoo.com

Wiraswasta

Selanjutnya

Tutup

Diary

Cerita Lebaranku Dulu dan Sekarang

10 Mei 2023   08:01 Diperbarui: 10 Mei 2023   08:03 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Lebaranku 8 Tahun Lalu....

Jadi Ayah Sehari

Aku dan istri sudah 2 tahun menikah. Sebagaimana salah satu tujuan menikah yang pernah aku baca, adalah memperoleh keturunan yang sah. Tapi kami belum dianugerahi keturunan olehNya.

Sebenarnya, kami tak sebegitu merisaukan. Justru orang-orang dekat kami yang menurutku kadang melebih-lebihkan. Apalagi ketika lebaran kami bersilaturahmi ke sanak-famili. Percakapan selalu seputar masalah anak.

Kapan punya anak? Tidak usah KB! Tak usah menunda untuk punya anak, mumpung masih muda kata mereka. Aku sering menghibur istri bahwa tujuan menikah selain mencari keturunan juga untuk melaksanakan separuh agama.

Disamping itu, kami selalu berusaha  menata prasangka baik. Meski kami punya rencana tapi rencanNyalah yang paling ideal. Begitulah batas tawakal yang sanggup kami jalankan.

Sebagaimana kebiasan lebaran, kami bersilaturahmi ke rumah saudara. Karena kami anak ragil (anak terakhir) hari pertama lebaran, kami menggunakan untuk silaturrahmi di rumah keluarga istri. Kami berkunjung ke rumah Mas dan Mbak-nya istriku. Kami menghabiskan waktu hampir sehari karena jarak rumah mereka yang sangat berjauhan.

Saat waktu malam tiba, kami gunakan untuk bersilaturahmi ke tetangga. Silaturahmi kami tak berjalan maksimal. Dalam sebuah hadis disebutkan tetangga itu 40 rumah ke kanan dan ke kiri. Kami tak mampu memenuhi kuota tersebut.

Ya rasul, ma'afkan ummatmu yang tak mampu meneladani suri tauladan dariMu. Istriku sudah mengeluh capek. Capek fisik dan pikiran. Lagi-lagi pertanyaan seputar  masalah anak yang keterlaluan.

Kemudian pagi hari, kami ke rumah Paman yang sudah sangat sepuh (tua). Seringkali aku lupa memanggilnya 'Mbah' padahal seharusnya 'Pakde'. Sang Paman tinggal bersama anak ragilnya. Di situlah, kami ditanya masalah anak lagi. Ditambah pembandingan dengan Mas dari istri yang sudah mempunyai 5 anak.

Ya Allah, kuatkan hati kami. Semoga ini merupakan do'a sekaligus pendorong bagi kami supaya semakin berserah diri padaNya. Lahaula walakuwata illa billah. Silaturrahmi aku tutup dengan mengajak istri ke rumah kyai. Kami meminta nasehat dan do'a agar kami mempunyai ketabahan, kesabaran dan motivasi baru. Semakin kuat menghadapi kenyataan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun