Pamer kekayaan untuk masa sekarang menjadi tren. Bahkan untuk melakukannya tidak jarang melakukan manipulasi pekerjaan. Biasanya dengan sejarah kaya mendadak atau tiba-tiba. Kalau memakai istilah zaman dulu OKB, orang kaya baru.
Sebutannyapun sekarang bukan kaya karena kesannya sebutan kaya itu jadul. Orang akan lebih senang jika dipanggil milyader. Zaman sekarang kalau hanya berjuta itu belum kaya karena chip dalam game online yang dibagi gratis saja 2 Milyar.
Hal ini tentu berbeda sekali dengan zaman dulu bahwa kekayaan bukan soal uang dan materi saja. Kekayaan orang zaman dulu lebih pada aset dan investasi, sehingga minim sekali hutangnya. Berbeda dengan orang sekarang, semakin kaya maka semakin besar hutang yang dimilikinya.
Pamer kekayaan sudah menjadi sikap yang tidak bisa dibendung lagi secara sosial. memang media sosial menyediakan sarana untuk itu. Sehingga setiap orang pasti akan tergiur untuk melakukannya.
Di status WA setiap orang bisa mengupdate makanannya. Kemudian rumahnya dan pakaian branded yang dikenakan. Kemudian tempat jalan-jalannya atau tempat healing yang super wah-mewahnya.
Tidak hanya status WA, ada instagram tiktok facebook dan seterusnya.
Tidak akan menjadi soal andaikan yang dipamerkan adalah harta kekayaannya sendiri. Kebanyakan orang yang suka pamer harta yang digunakan bukan sepenuhnya miliknya. Karena orang kaya sesungguhnya tentu tidak akan suka memamerkan kekayaannya.
Disamping membahayakan keberadaan hartanya yang sewaktu-waktu bisa dicuri tapi juga resiko keamanannya juga besar. Sehingga orang yang betul berharta tentu tidak akan digunakan sekedar hanya untuk pamer.
Maka jika ada orang suka pamer anggap saja orang tersebut belum sepenuhnya kaya. Karena bisa saja yang digunakan untuk pamer hanya harta pinjaman. Bisanya hanya pamer belum bisa memilikinya.
Begitu salah satu cara untuk menyikapi orang yang suka pamer kekayaan agar kita tidak sakit hati. Sakit yang sangat sakit rasanya tapi tidak luka dan juga tidak berdarah.
Kalau mau ditanyakan, bisakah kebiasaan pamer dihentikan? Maka jawabnya tergantung setiap orangnya. Karena ini semua, kaitannya dengan rasa iri, benci dan dengki yang berada dalam mahkota hati.
Kita tidak mungkin bisa menghentikan kebiasaan seseorang, tapi kita bisa menghindarinya. Kita hanya butuh harus berfokus pada nilai-nilai yang lebih penting seperti kejujuran, kerendahan hati, rasa syukur, dan empati.
Kekayaan materi memang bisa menjadi indikator kesuksesan dalam hidup seseorang. Namun itu tidak selalu menjadi ukuran kebahagiaan dan kesejahteraan.
Kebahagiaan dan keberhasilan sejati berasal dari pengalaman hidup yang memuaskan, hubungan yang harmonis dengan orang yang dicintai dan keluarga serta pemenuhan tujuan hidup yang bermakna.
Jadi, daripada pamer kekayaan, mari kita fokus pada kebahagiaan dan keberhasilan sejati yang datang dari nilai-nilai yang lebih penting dalam hidup ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H