Saya terkadang merasa iri kenapa ada hari perempuan tapi tidak ada untuk hari lelaki? Ujung pelampiasannya adalah penulisan artikel ini.
Peran perempuan mengandung atau hamil, menjadi tempat pertama kehidupan cikal bakal manusia memang tidak pernah bisa digantikan lelaki. Tapi di sana ada lelaki yang setia mendampingi untuk selalu mengipasi, memijit dan membuat nyaman tidur serta tidurannya.
Sejarah perempuan yang sempat tereduksi membuat peran yang memang bagiannya menjadi terekpose kuat. Padahal itu adalah fitrahnya. Apalagi ada perempuan yang melebihi rata-ratanya, pasti akan fenomenal.
Jumlah perempuan semakin berimbang dengan jumlah lelaki. Jika ada yang menonjol tentu lumrah. Dan semua itu bisa disebutkan bahwa dibalik perempuan hebat pasti ada lelaki yang super telaten, juga hebat, dan super pengertian. Minimal ada peran serta lelaki yang mengizinkannya.
Ijin sebenarnya menyangkut berbagai hal. Karena implikasinya adalah waktu dari kerelaan pasangan atau orang tua untuk melakukan semua hal yang diinginkan si perempuan. Sehingga nyaman dengan yang dilakukannya.
Bagaimanapun juga kiprah perempuan tetap butuh lelaki. Karena keduanya bisa bersama untuk saling melengkapi dan menggenapi.
Berkenaan dengan berkain dan berkebaya, memang lelaki tidak bisa mengenakan. Tapi lelaki bisa menikmatinya. Sebuah keeksotisan tersendiri jika perempuan memakai kebaya. Dan sesuatu yang sederhana tapi justru dengan itu perempuan lebih memiliki arti.
Bagaimana tidak? Perempuan sudah ditindas dan tertindas oleh berbagai produk merek industri. Dengan menegakkan kebaya adalah eksistensi tersendiri untuk tetap tegar dengan cara mandiri.
Peran Komunitas Perempuan Berkain dan Berkebaya dengan Gerakan Kebaya Goes to UNESCO.
Menteri PPPA telah menyampaikan bahwa perempuan adalah Agen Budaya Bangsa. Mereka harus punya pakem sendiri untuk berpakaian. Tidak perlu menggantungkan kemauan pasar.Â
Dengan begitu perempuan telah menolak untuk terus dijajah. Penjajahan atas nama industrialialisasi produk perempuan yang marak mulai produk kecantikan dan pakaian.Â
Sekali lagi dengan berpakaian kebaya seolah menegaskan bahwa perempuan adalah subjek budaya dan bukan objek. Para perempuan ini mempunyai kebebasannya untuk menentukan masa depan budaya suatu bangsanya.
Dengan komunitas perempuan akan lebih berdaya. Dengan berkain dan berkebaya menegaskan bahwa kebaya adalah warisan luhur dan budaya nusantara.
Guna menjaga warisan tersebut Gerakan Kebaya Goes to UNESCO sangat dibutuhkan. Sebuah gerakan budaya yang sudah didengungkan sejak lama. Sebuah usaha bersama untuk menjaga dan melindungi sebuah kepemilikan budaya bangsa.
Kiranya para pemangku kebijakan dan kita semua bergerak bersama untuk mendukung usaha ini. Agar tidak ada lagi warisan yang secara tiba-tiba diklaim negara lain.Â
Bukan oleh perempuan saja, usaha ini tidak mengenal batas jenis kelamin. Agar semua maksimal, Bapak-bapak juga perlu mendukung Gerakan Kebaya Goes to UNESCO. Karena gerakan ini untuk membangun generasi agar aktualisasi budayanya lebih mandiri di masa depan.
Â
#kolaborasiladiesianaxppbncommunity
#ladiesianabudaya
#ppbncommunity
#kebayagoestounesco
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H