Semakin besar hukuman yang kami terima semakin besar kebanggaan kami yang bisa diceritakan di antara teman. Dan itu tak mengubah batas kesabaran dan keiklasan para guru kami.
Guru yang notabene mengalami diskriminatif bantuan baik fasilitas karir maupun bisyarohnya. Sikap mereka membimbing kami tidak terpengaruh oleh itu semua.
Semangat mereka untuk bakti pada negeri tetap tinggi. Hikmat untuk ngalap barokah kepada kyai adalah motivasi para guru kami yang memang Madrasah dibawah naungan Yayasan Pesantren.
Pengalaman kedua saat aku masuk perguruan tinggi. Saat itu pendidikan  NU sudah mentereng. Terlihat dengan fasilitas gedung yang sudah mencakar langit dan fasilitas mewah lain yang setara perguruan tinggi negeri.
Tapi yang membuatku terkagum-kagum bukan itu semua. Awalnya aku sempat ragu. Karena pada semester awal aku sudah mendapatkan mata kuliah Aswaja seperti pelajaranku zaman Madrasah Tsanawiyah.
Padahal saat itu aku mengambil jurusan umum, tidak ada kaitannya dengan agama. Sempat terpikir apa hubungan dengan jurusanku? Ternyata mata kuliah ini menarik karena disajikan dalam paduan wawasan nasional dan internasional.
Tidak itu saja, tradisi didalam pesantren melekat kuat pada diri setiap mahasiswanya. Terlihat saat bersalaman dengan memegang kedua tangan dan mencium tangan.
Kebiasaan itu telah dibangun sejak lama. hal itu merupakan bukti tawadunya mahasiswa kepada dosen. Akan tetapi, semua mampu dilakukan tanpa mengurangi nalar kritis saaat berdebat saling mengungkap pendapat mengenai suatu ilmu pengetahuan.
Kemudian ada kegiatan pengajian rutin yang selalu diadakan setiap akan memulai perkuliahan di pagi hari. Pengajian itu ada yang pengajian kitab kuning maupun sorogan Al-qur'an serta pengajian umum lainnya.
Dari 2 pengalaman tersebut, model pendidikan LP Maarif tetap stabil. Mampu melalui segala rintangan zaman. Baik dikala sulit biaya maupun di kala mewah. Â Â
Ciri khas NU itu moderat. Sehingga tetap mampu melayani baik dalam kesulitan maupun saat berada pada posisi penuh kemewahan.