Bolehlah kita menyebut kotak tersebut sebagai tabungan sosial. Di mana itu merupakan sumbangan para tamu yang bila waktunya mereka mengalami kerepotan yang sama juga akan membantu seperti itu.
Dibalik kegiatan Pernikahan ada puluhan tetangga, kerabat dan handai taulan yang membantu. Mereka sudah ready pladen (membantu) sejak hari pertama ada punjungan berkat atau makanan ke tetangga dan sanak famili.
Mereka sudah aktif membantu sejak membuat makanan punjungan. Mengantarkannya ke tetangga dan saudara kemudian membuat jajan Jenang yang harus terus diaduk sesering mungkin agar tidak gosong.
Di masyarakat seperti ada simbol budaya kalau tak ada jenang tidak ada pelaminan. Sehingga meski sangat membutuhkan tenaga kuat dan banyak tetap saja jajanan ini akan selalu ada.
Selesai dengan jajanan itu, mereka akan menyiapkan tungku untuk memasakkan tamu di hari H. Meski sudah ada kompor gas, tungku tetap menjadi pilihan hemat karena menggunakan bahan bakar kayu yang masih tersedia melimpah di desa.
Pada hari-H, para pladen ini akan datang lagi dengan menempati pos bagiannya masing-masing. Ada yang menyediakan minum, jajan dan makanan untuk para tamu.
Sedianya para pladen ini akan standby setelah acara resepsi sampai malam tidak ada tamu. Setelah dipastikan sudah tidak akan ada tamu lagi barulah pladen ini dianggap selesai pekerjaannya.
Selain itu, ada tukang sound yang mengoperasikan pemutaran musik selama acara, menyalakan lampu dengan jetset pada malam harinya meski bagian ini biasanya ada biaya sendiri.
Karena hajat pernikahan dilaksanakan di kampung maka melibatkan tetangga merupakan pilihan lebih utama. Jika tidak maka akan banyak tetangga yang kecewa karena merasa tidak ngajeni tonggo.
Maka hadiah indah saat menyaksikan para tetangga bahu membahu dan guyub melakukan semua proses yang berjalan secara indah. Sebuah harmoni gotong royong khas masyarakat pedesaan.
Setiap orang datang membawa keceriaan dan do'a bagi pengantin baru, sedangkan hal lainnya adalah bonus dari semuanya.
