Mohon tunggu...
Jainal Abidin
Jainal Abidin Mohon Tunggu... Wiraswasta - jay9pu@yahoo.com

Wiraswasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasib PRT yang Terus Menggantung

3 Februari 2023   04:56 Diperbarui: 3 Februari 2023   05:00 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mayoritas orang memandang profesi Pembantu Rumah Tangga/PRT sebelah mata. Padahal eksistensinya nyata untuk wanita karir dan ibu muda yang baru melahirkan. Keberadaannya sangat membantu bagi ibu-ibu tersebut.

Meski dampak kerja mereka nyata tapi kedudukan profesi masih dianggap tabu. Sering mengalami perlakuan dan cap buruk. Posisi mereka sangat rentan pada tindak kekerasan. Padahal mereka juga mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Disamping perlakuan majikan yang terkadang seenak hati masih ditambah perlakuan negara dalam hal ini pemerintah yang tidak memiliki ketetapan hukum pasti. Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT yang mulai diajukan 2004 sampai hari ini belum menemui titik terang.

RUU PPRT ramai sebagai sebuah isu kemudian tenggelam sebagai nasib para PRT yang semakin tenggelam. Tidak ada lagi media manapun yang membahasnya lagi dikarenakan sudah bukan isu seksi untuk dibahas. Apalagi anggota dewan pun menjadi ogah-ogahan untuk memutuskannya.

Sesungguhnya RUU itu kurang lebih 18 tahun telah diajukan. Selalu hanya mentok masuk Prolegnas atau waiting list bahasan para anggota DPR terhormat. Padahal saat kampanye selalu menjadi topik dan janji utama yang diucapkan sampai berbusa-busa. Selalu diulang-ulang sampai enek yang mendengarkan.

Setelah tahun 2004-2009 masuk daftar tunggu, periode masa bakti DPR dari tahun 2009 sampai 2014 RUU telah masuk menjadi prioritas pembahasan. Namun sampai berakhir masa jabatan di tahun 2014 hasilnya masih berupa draft yang mandek di Baleg DPR RI.

Di tahun 2020, nasibnya sama yakni masuk menjadi RUU prioritas. Masuk juga prolegnas 2019-2024, setelah dua kali mengalami hal yang sama. Mungkinkah drama ini akan berakhir seperti salah satu sinetron di stasiun swasta kebanggaan pemirsanya. Semakin tinggi rating yang didapatkan akan semakin panjang episode yang ditayangkan.

 Sebenarnya RUU ini sejak tahun 2010 sudah masuk pembahasan Komisi IX DPR RI. Bahkan Komisi IX sempat mengadakan riset di 10 Kabupaten/Kota pada tahun 2010-2011. Pada tahun 2012, sudah diadakan uji publik di tiga kota besar yakni Makasar, Malang dan Medan. Di tahun yang sama DPR juga telah mengadakan studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina.

Entah ada apa dan mengapa setelah itu menguap tiada kabar lagi. Baru ada kabar lagi, sekarang tahun 2023. Apa karena akan menyonsong tahun pemilu isu ini diangkat lagi? Mengapa pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi rakyat kecil selalu menjadi taruhan untuk menuju tahun politik?

Dari dulu selalu ceritanya wong miskin selalu dikorbankan. Mbok yao, sekali-kali jika menjelang pemilu wong kaya dalam hal ini diwakili pemerintah baik eksekutif maupun legislatif mau berkorban. Berkorban apa? Mengorbankan segala keinginannya untuk tidak mau dibeli juragan kaya untuk menunda-nunda lagi RUU PPRT ini. Sudah tidak jaman kampanye itu mengulang-ulang janji sama tanpa bukti nyata yang riil.

Sumber informasi dan referensi: dpr.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun