Selama Ramadhan ini terdapat dua peristiwa yang ramai di dunia maya yang cukup menggelitik kita sebagai muslim. Yang pertama adalah slogan “hormati orang yang tidak berpuasa” dan yang kedua adalah pemberitaan yang begitu massif dari media besar di indonesia tentang cerita yang mengharukan yang bertajuk “Warteg Ibu Saeni”.
Kita tidak perlu membahas lagi mengenai kedua peristiwa tersebut. Sudah cukup banyak media dan media sosial yang membahasnya. Sampai-sampai anak-anak pun sudah hapal ceritanya. Yang menjadi pertanyaan kita adalah cerita dibalik kedua peristiwa tersebut. Ada apa dibalik kedua peristiwa tersebut? Apa makna yang bisa kita tangkap? Benarkah keduanya terjadi kebetulan di bulan Ramadhan yang penuh rahmah ini? Bulan dimana seharusnya umat Islam berada di titik tertinggi dari keimanan mereka?
Bagi saya, ini adalah semacam testing the water. Apakah testing the water itu? Menurut kamus cambridge, testing the water adalah idom yang artinya “to find out what people's opinions of something are before you ask them to do something”. Terjemahan bebasnya kira-kira seperti “mengukur pendapat dari orang atau kelompok tertentu mengenai sesuatu sebelum orang atau kelompok tertentu itu disuruh melakukan sesuatu”. Siapa yang mengukur? Siapa yang diukur?Apa atau tentang apa yang diukur? Apa tujuannya?.
Sebelum kita menjawab itu semua, marilah kita merenung sejenak.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Lebih dari 200 juta jiwa penduduk muslim tersebar di seantero nusantara. Itu artinya 10% dari jumlah penduduk muslim dunia atau hampir 3% dari jumlah penduduk dunia. Bayangkan jika dari 200 juta jiwa itu, masing-masing dibekali Keimanan yang tinggi dan komitmen yang kuat terhadap agamanya? Bahkan Saudi Arabia sebagai pusat Islam sendiripun tidak dapat menyaingi (penduduk Saudi Arabia hanya 30 juta jiwa).
Kita tidak dapat menutup mata akan keberadaan perang agama dan ideologi di masa kini. Memang perang agama secara fisik usai dengan terbentuknya negara-negara yang berbasis bangsa. Namun perang itu sendiri tak pernah akan mati. Dahulu, kini, akan datang dan hingga akhir zaman. Itu semua tertulis di hampir semua kitab suci. Itu sudah di gariskan oleh Tuhan. Kini perang itu sudah ber mutasi menjadi perang antar ideologi. Yang terlibat bukan hanya ideologi agama tapi sudah melibatkan ideologi-ideologi lain. Disana ada komunis, ada kapitalis, ada demokrasi, ada atheis dan lain-lain. Perang itu tidak hanya melibatkan persenjataan mutakhir, namun juga merambah ke ranah sosial dan budaya.
Apakah itu semua juga terjadi di Indonesia. Ya, itu semua terjadi diseluruh belahan dunia, juga di Indonesia. Kita tidak usah berusaha menolak hal tersebut. Sudah banyak peristiwa dan kejadian yang menjadi bukti keberadaan perang tersebut. Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa ini bukan perang antar agama lagi, tapi banyak ideologi yang terlibat didalamnya. Semua saling menunggangi, semua saling berusaha mengambil keuntungan, semua bercampur baur hingga menjadi tidak jelas lagi. Perang antar agama apa dengan apa atau ideologi yang mana dengan yang mana.
Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah luar biasa, merupakan magnet yang menarik semua ideologi untuk bertarung memperebutkan kekuasaan atas kekayaan tersebut. Dan kebetulan penduduk terbesar di kawasan ini adalah umat Islam. Maka jadilah umat ini objek untuk dikuasai. Objek untuk dilemahkan. Objek untuk di perdaya. Siapa yang bisa menguasai umat ini, dialah yang menguasai kekayaan tersebut. Ini terjadi tidak hanya masa kini, namun jauh berabad-abad yang lalu. Mulai dari penjajahan Belanda, Jepang hingga Inggris. Its a matter of business. Ideologi uang. Ideologi yang lain ikut menunggangi.
Upaya-upaya pelemahan telah dijalankan. Strategi-strategi pun telah digulirkan. Grand disain sudah dibuat dengan sangat terencana dan sangat detail. Tidakkah kita sadar kondisi umat Islam kini dan 10 tahun yang lalu sangat jauh berbeda. Tidakkah kita heran melihat kondisi umat Islam banyak yang menjauh dari agamanya sendiri? Berapa banyak dari umat Islam yang memenuhi masjid-masjidnya? Berapa banyak umat Islam yang membaca kitabnya? Berapa banyak umat Islam yang menyanyangi saudara muslimnya? Berapa banyak dari kita yang mengenal hukum-hukum agama Islam? Dan berapa besar keinginan menuntut ilmu agama dari masing-masing kita kaum muslimin? Inilah salah satu strategi pelemahan yang paling pokok yaitu menjauhkan umat Islam dari agamanya. Tidak perlu membuat umat Islam mengganti agamanya. Cukup dijauhkan dan dibutakan dari ilmu agama, maka umat ini akan lemah dengan sendirinya.
Setelah umat ini lemah, apa yang terjadi? Umat ini akan dengan mudah digiring untuk melakukan hal-hal tertentu untuk tujuan tertentu. Dalam jangka waktu dekat tentu tidak perlu dijelaskan lagi apa. Kita semua mahfum. Namun untuk jangka panjang, ada sebuah tujuan yang mengerikan diujung sana yang menanti umat ini.
Kembali pada kedua peristiwa yang disebutkan diawal. Kedua peristiwa itu hanyalah sebuah testing the water. Sudah seberapa jauhkan umat ini dari agamanya? Sudah berapa tidak pedulinya umat ini dengan hukum agamanya? Sudah sejauh mana umat ini merasa asing dengan agamanya? Peran media sangat dibutuhkan untuk mengukur umpan balik dari umat ini. Baik media cetak maupun media sosial internet. Dikemudian hari, janganlah kita kaget jika akan ada jargon-jargon lain seperti “hormati orang yang tidak shalat” atau “hormati orang yang tidak berzakat” atau lebih parahnya lagi akan ada jargon “hormati orang yang mabuk, berjudi, dan melacur”.
Apakah ini berlebihan? Bisa iya, bisa tidak. Tergantung dari kesadaran kita sebagai umat Islam. Apakah kita sadar bahwa kita sekarang sedang digiring oleh sebuah atau sekelompok ideologi untuk menjauhi Islam? Apakah kita sadar bahwa kita sedang menjadi domba-domba yang dengan bangga berebut masuk sebuah pintu alat penjagalan? Apakah kita sadar bahwa kita sedang masuk ke sebuah perangkap manis yang dikemas dengan bungkus modernisasi?
Jika umat Islam bisa segera sadar akan kondisi umat, maka yang harus dilakukan adalah kembali kepada perintah Rasulullah Muhammad SAW 14 abad yang silam. “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah....” atau “Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” atau “Maka dari itu, wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian...”
Ya gigitlah dengan gigi geraham. Pegang erat-erat. Peluk dengan sekuat-kuatnya agama Islam. Pahami agama kita. Pahami hukum-hukumnya. Pahami Kitab suci Alquran dan Sunnah Rasulullah. Pahami dengan pemahaman yang benar yaitu pemahaman para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Apakah dengan itu semua akan bisa membendung Islam dari pengaruh ideologi lain? Apakah dengan itu semua akan bisa membawa Islam kepada kemenangan? Jawabnya iya. Telah dinubuatkan oleh Rasulullah. Namun juga telah di nubuatkan bahwa dunia ini akan berakhir setelah itu. Kedatangan Dajjal sesuatu yang tidak dapat dihindari. Kedatangan Dajjal telah di isyaratkan tidak hanya dalam agama Islam, namun juga agama lain (Di agama kristen, Dajjal dikenal dengan nama Anti Christ). Sadar atau tanpa kita sadari, dunia kini sedang dipersiapkan untuk menyambut kedatangannya. Menjauhkan manusia dari agama merupakan agenda terbesar dari Dajjal. Silahkan ditertawakan. Silahkan dicap penganut teori konspirasi. Namun tolong sambil tertawa, renungkan sesaat:
Berapa banyak kita tahu tentang hukum Islam?
Apakah kita sudah menjalankan Rukun Islam?
Apakah kita mengerjakan shalat dengan benar baik yang wajib maupun yang sunnah?
Seberapa sering kita ke masjid?
Apakah kita mengaji setiap hari?
Apakah kita banyak ber zikir?
Apakah kita sudah berbakti pada orang tua kita?
Apakah kita sudah menyantuni anak yatim dan fakir miskin?
Apakah kita sudah ber amar ma’ruf nahi mungkar?
Kalau jawaban kita kebanyakan belum atau tidak, maka berhentilah tertawa dan perbanyaklah menangis.
Mohon maaf lahir dan batin.
(Dari berbagai sumber)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H