Mohon tunggu...
Jako Tingkir
Jako Tingkir Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penikmat musik yang suka segala jenis musik mulai dari dangdut, pop, rock n roll, jazz, hardrock, heavy metal, classic, dan lain lain yang penting enak didengar ditelinga dan dihati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Testing The Water, Umat Islam Indonesia

27 Juni 2016   10:02 Diperbarui: 27 Juni 2016   10:04 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: gettyimage.com

Selama Ramadhan ini terdapat dua peristiwa yang ramai di dunia maya yang cukup menggelitik kita sebagai muslim. Yang pertama adalah slogan “hormati orang yang tidak berpuasa” dan yang kedua adalah pemberitaan yang begitu massif dari media besar di indonesia tentang cerita yang mengharukan yang bertajuk “Warteg Ibu Saeni”.

Kita tidak perlu membahas lagi mengenai kedua peristiwa tersebut. Sudah cukup banyak media dan media sosial yang membahasnya. Sampai-sampai anak-anak pun sudah hapal ceritanya. Yang menjadi pertanyaan kita adalah cerita dibalik kedua peristiwa tersebut. Ada apa dibalik kedua peristiwa tersebut? Apa makna yang bisa kita tangkap? Benarkah keduanya terjadi kebetulan di bulan Ramadhan yang penuh rahmah ini? Bulan dimana seharusnya umat Islam berada di titik tertinggi dari keimanan mereka?

Bagi saya, ini adalah semacam testing the water. Apakah testing the water itu? Menurut kamus cambridge, testing the water adalah idom yang artinya “to find out what people's opinions of something are before you ask them to do something”. Terjemahan bebasnya kira-kira seperti “mengukur pendapat dari orang atau kelompok tertentu mengenai sesuatu sebelum orang atau kelompok tertentu itu disuruh melakukan sesuatu”. Siapa yang mengukur? Siapa yang diukur?Apa atau tentang apa yang diukur? Apa tujuannya?.

Sebelum kita menjawab itu semua, marilah kita merenung sejenak.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Lebih dari 200 juta jiwa penduduk muslim tersebar di seantero nusantara. Itu artinya 10% dari jumlah penduduk muslim dunia atau hampir 3% dari jumlah penduduk dunia. Bayangkan jika dari 200 juta jiwa itu, masing-masing dibekali Keimanan yang tinggi dan komitmen yang kuat terhadap agamanya? Bahkan Saudi Arabia sebagai pusat Islam sendiripun tidak dapat menyaingi (penduduk Saudi Arabia hanya 30 juta jiwa).

Kita tidak dapat menutup mata akan keberadaan perang agama dan ideologi di masa kini. Memang perang agama secara fisik usai dengan terbentuknya negara-negara yang berbasis bangsa. Namun perang itu sendiri tak pernah akan mati. Dahulu, kini, akan datang dan hingga akhir zaman. Itu semua tertulis di hampir semua kitab suci.  Itu sudah di gariskan oleh Tuhan. Kini perang itu sudah ber mutasi menjadi perang antar ideologi. Yang terlibat bukan hanya ideologi agama tapi sudah melibatkan ideologi-ideologi lain. Disana ada komunis, ada kapitalis, ada demokrasi, ada atheis dan lain-lain. Perang itu tidak hanya melibatkan persenjataan mutakhir, namun juga merambah ke ranah sosial dan budaya.  

Apakah itu semua juga terjadi di Indonesia. Ya, itu semua terjadi diseluruh belahan dunia, juga di Indonesia. Kita tidak usah berusaha menolak hal tersebut. Sudah banyak peristiwa dan kejadian yang menjadi bukti keberadaan perang tersebut. Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa ini bukan perang antar agama lagi, tapi banyak ideologi yang terlibat didalamnya. Semua saling menunggangi, semua saling berusaha mengambil keuntungan, semua bercampur baur hingga menjadi tidak jelas lagi. Perang antar agama apa dengan apa atau ideologi yang mana dengan yang mana.

Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah luar biasa, merupakan magnet yang menarik semua ideologi untuk bertarung memperebutkan kekuasaan atas kekayaan tersebut. Dan kebetulan penduduk terbesar di kawasan ini adalah umat Islam. Maka jadilah umat ini objek untuk dikuasai. Objek untuk dilemahkan. Objek untuk di perdaya. Siapa yang bisa menguasai umat ini, dialah yang menguasai kekayaan tersebut. Ini terjadi tidak hanya masa kini, namun jauh berabad-abad yang lalu. Mulai dari penjajahan Belanda, Jepang hingga Inggris. Its a matter of business. Ideologi uang. Ideologi yang lain ikut menunggangi.

Upaya-upaya pelemahan telah dijalankan. Strategi-strategi pun telah digulirkan. Grand disain sudah dibuat dengan sangat terencana dan sangat detail. Tidakkah kita sadar kondisi umat Islam kini dan 10 tahun yang lalu sangat jauh berbeda. Tidakkah kita heran melihat kondisi umat Islam banyak yang menjauh dari agamanya sendiri? Berapa banyak dari umat Islam yang memenuhi masjid-masjidnya? Berapa banyak umat Islam yang membaca kitabnya? Berapa banyak umat Islam yang menyanyangi saudara muslimnya? Berapa banyak dari kita yang mengenal hukum-hukum agama Islam? Dan berapa besar keinginan menuntut ilmu agama dari masing-masing kita kaum muslimin? Inilah salah satu strategi pelemahan yang paling pokok yaitu menjauhkan umat Islam dari agamanya. Tidak perlu membuat umat Islam mengganti agamanya. Cukup dijauhkan dan dibutakan dari ilmu agama, maka umat ini akan lemah dengan sendirinya.

Setelah umat ini lemah, apa yang terjadi? Umat ini akan dengan mudah digiring untuk melakukan hal-hal tertentu untuk tujuan tertentu. Dalam jangka waktu dekat tentu tidak perlu dijelaskan lagi apa. Kita semua mahfum. Namun untuk jangka panjang, ada sebuah tujuan yang mengerikan diujung sana yang menanti umat ini.

Kembali pada kedua peristiwa yang disebutkan diawal. Kedua peristiwa itu hanyalah sebuah testing the water. Sudah seberapa jauhkan umat ini dari agamanya? Sudah berapa tidak pedulinya umat ini dengan hukum agamanya? Sudah sejauh mana umat ini merasa asing dengan agamanya? Peran media sangat dibutuhkan untuk mengukur umpan balik dari umat ini. Baik media cetak maupun media sosial internet. Dikemudian hari, janganlah kita kaget jika akan ada jargon-jargon lain seperti “hormati orang yang tidak shalat” atau “hormati orang yang tidak berzakat” atau lebih parahnya lagi akan ada jargon “hormati orang yang mabuk, berjudi, dan melacur”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun