Industri Jasa Penerbangan merupakan salah satu sektor industri yang mempunyai tingkat persaingan paling ketat di Indonesia. Salah satu faktornya adalah adanya kemudahan (deregulasi) dalam mendirikan perusahaan penerbangan dan bebasnya bersaing tentang harga tiket. Deregulasi ini selain memberikan kesempatan bermunculan puluhan perusahaan penerbangan baru, juga terjadinya kebangkrutan pulhan perusahaan penerbangan di Indonesia. Bahkan persaingan bebas ini juga menyebabkan "ada pemenang persaingan, tetapi semua perusahaan mengalami dampak yang berat' (Baca berita Garuda Indonesia, semester I 2014 mengalami kerugian diatas Rp 2 Trilyun lebih).
Salah satu upaya regulator (menteri Perhubungan) untuk mengatasi persaingan yang tidak sehat dan menolong kinerja Industri Penerbangan adalah rencana menaikkan batas atas tarif penerbangan. Sehingga diharapkan perusahaan penerbangan dalam musim tertentu atau rute tertentu dapat menjual tiket dengan lebih tinggi dan diharpkan berdampak pada kenikan pendapatan. Pertanyaannya adalah "apakah dengan kenaikan batas atas tarif penerbangan tersebut akan efektif untuk membantu kinerja industri penerbangan?"
Penulis berpendapat, kenaikan tarif tersebut tifak akan efektif dalammeningkatkan kinerja industri penerbangan maupun tidak akan mampu membuat persaingan jasa penebangan menjadi 'persaingan sehat'. Alasannya?
Saat ini tidak ada aturan batas bawah tarif penerbangan. Sehingga setiap perusahaan penerbangan dengan leluasa mau menjual harga tiket semurah-murahnya. Dengan kondisi ini, perusahaan dapat bersaing (mematikan pesaing) dengan menjual tiket yang lebih murah (walau dibawah Harga Pokok Produksi). Satu contoh : Bila rute jakarta-surabaya ada perusahaan -A mempunya frekuensi 10x dan pesaing (perusahaan-B) mempunyai 2x. Karena tidak ada batas bawah, maka perusahaan A menjual harga tiket semurah-murahnya untuk rute yang jamterbangnya sama dengan perusahaan-B. tetapi untuk 8 frekuensi yang jam terbangnya berbeda dengan perusahaan-B dijual normal (lebh tinggi). Sehingga perusahaan-B kalah bersaing karena pendapatan ang rendah, sementara Perusahaan-A bisa mendapatkan pendapatan yang tinggi daari frekuensi yang lain. Hal ini juga terjadi di semua rute dan perusahaan-perusahaan lainnya. Sehingga tetap ada pemenang dalam persaingan tetapi saling mematikan dan relatif yang menangpun belum tentu sehat secara keuangan. Jadi, kenaikan batas atas tarif penerbangan hanya dimanfaatkan saat saat 'demand' tinggi (setahun ada 4 bulan) dan saat normal atau musim paceklik (Low Season), akan terjadi saling banting harga. Bahkan kecenderungan, perusahaan yang mempunyai frekuensi banyak di beberapa rute, dapat melakukan 'pembunuhan peaing dengan harga murah' dimusim demand tinggi (Hight Season), karena bisa disubsidi frekuensi lain yang tidak berhimpitan dengan pesaing.
Jadi kenaikan batas atas hanya akan dinikmati beberapa bulan (Peak Season) dan dinikmati airline yang mempunyai frekuensi tinggi atau cenderung monopoli. Jadi industri penerbangan tidak akan terbantu dengan siknifikan.Alapagi tidak adanya batas bawah, penerbangan juga berdampak pada penghancuran trasportasi darat dan laut karena segmen pelanggannya pindah ke angkutan udara. Tanpa mengesampingkan kenaikan jumlah penumpang transportasi udara, tapi industri penerbangan khususnya dan industri transportasi nasional akan sulit menuju insustri transportasi yang sehat.
Usulan:
Sebaikknya, rencana kenaikan batas atas tarif angkutan udara, juga dibarengi dengan penentuan batas bawah. Sehingga industri penrbagan lebih kondusif bersaing dengan pelayanan, industri trasportasi darat dan lau juga lebih kondusif untuk berkembang sesuai segmennya.
Persoalannya apa regulator dan KPPU bisa satu suata? mengingaat KPPU yang menolak konsep ada batas bawah?
Hal ini perlu dibahas bersama demi kemajuan industri trasportasi nasional baik udara, laut, maupun darat. Apapun alasan KPPU karena berprinsip pada 'persaingan bebas', demi kepentingan transportasi nasional diharapkan ada pemahaman dan keberpihakan pada tumbuhnya industri trasportasi udara dan moda lainnya dengan sehat. Sehingga "Era Satu PAsar Asean" bisa dihadapi dengan lebih siap, bukan harus dihadapi tetapi kondisi yang berat. Karena dengan adanya Tarif Batas Atas Penerbangan tanpa Tarif Batas Bawah, hanya akan memunculkan pemenang-pemenang persaingan tetapi dengan kondisi yang kurang sehat dan lemah menghadapi serbuan perusahaan transportasi asing yang masuk ke Indonesia.
Gagasan ini bukan hal barum pernah diperdebatkan sekitar 10 tahun yang lalu antar berbagai pihak yang terkait dengan transportasi nasional. Semoga belum terlambat untuk dibicarakan kembali demi kelangsungan industri transportasi nasional.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H