Siapa yang tidak mengetahui Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati. Perundingan linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Kab. Kuningan, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Israna Merdeka Jakarta pada15 November1946dan ditandatangani secara sah kedua negara pada 25 Maret 1947.
Sejarah singkat Gedung Perundingan Linggajati adalah sebagai berikut. Pada awalnya tahun 1918 bangunan ini merupakan bangunan rumah milik Ibu Jasitem. Tahun 1921 oleh seorang berbangsa Belanda bernama Tuan Tersana dirombak menjadi semi permanen. Tahun 1930 dibangun menjadi permanen dan menjadi bangunan rumah tinggal orang Belanda yang bernama Van Oot Dome. Kemudian tahun 1935 dikontrak oleh Heiker dan dijadikan hotel yang bernama Rustoord. Pada masa pemerintahan Jepang hotel ini diganti namanya menjadi Hokay Ryokan. Tahun 1945 tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, hotel ini diberi nama Hotel merdeka. Tahun 1946 Hotel merdeka ini digunakan sebagai tempat perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemeintah Belanda yang kemudian menghasilkan Naskah Linggarjati, karena perundingan itu sangat penting maka gedung ini disebut Gedung linggarjati. Kadang-kadang disebut Gedung Naskah linggarjati tetapi tidak tepat karena naskahnya disusun dan disimpan di tempat lain, yaitu di Jakarta dan Amsterdam. Tahun 1948-1950 ketika aksi militer tentara II, gedung ini dijadikan markas tentara Belanda. Tahun 1950-1975 ditempati oleh Sekolah dasar Negeri Linggajati. Pada saat ini bangunan tersebut berfiungsi sebagai museum.
Secara astronomis Gedung Perundingan Linggajati terletak pada koordinat 06º52’7” LS dan 108º28’9” BT. Gedung Perundingan Linggajati ini memiliki luas 500 m2 dan memiliki halaman yang luas sekitar 2,5 ha. Seluruh areal bangunan ini dibatasi oleh pagar. Dinding luar pagar bagian bawah, mengelilingi bangunan ditutup dengan lempengan batu hitam. Di depan pintu masuk ruang sidang terdapat bangunan yang menjorok kearah jalan beratap genting. Pintu masuk ruang dalam atau ruang sidang memiliki dua daun pintu dengan bahan dari kaca. Di kiri kanan pintu tersebut terdapat jendela yang tertutup kaca. Bagian ruang sidang berdenah empat persegi panjang. Dalam ruang ini terdapat meja dan kursi yang digunakan sebagai tempat perundingan. Di sebelah utara dinding ruang sidang terdapat pintu masuk ke gang atau lorong. Gang tersebut berukuran 1,50 m dan berfungsi sebagai penghubung kamar-kamar. Pintu masuk kamar memiliki kisi-kisi dengan motif belah ketupat. Di sebelah utara ruang sidang ini terdapat 4 buah kamar tidur, salah satu kamar digunakan untuk Prof. Schemerhon. Disebelah barat ruang sidang terdapat pintu keluar yang menuju halaman gedung ini. Dapur diletakan di sebelah selatan ruang sidang, sedangkan beberapa kamar lagi terdapat di belakang dapur dan untuk mencapainya melewati gang.
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=63&lang=id#sthash.EJn63OQs.dpuf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H