Mohon tunggu...
Jaka Bonar
Jaka Bonar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penggunaan "Big Data" untuk Industri Penerbangan

9 Oktober 2018   11:20 Diperbarui: 10 Oktober 2018   13:49 1768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lima belas tahun yang lalu, dapat diterima jika maskapai penerbangan berfokus murni pada menerbangkan pesawat di langit. Saat ini, mereka juga menghasilkan bertera-tera bytes data. Kompetensi inti maskapai penerbangan sudah diperluas hingga menggeser dan memilah data dari konstelasi sumber data yang berbeda. Big data dalam industri penerbangan mengubah segalanya.

Bayangkan jika anda menjalankan maskapai besar, dan ada badai yang melewati salah satu tujuan penerbangan maskapai anda, yang berarti beberapa penerbangan akan ditunda. Pada setiap penerbangan ada penumpang dengan loyalitas dan profil keuntungannya tersendiri, serta banyak yang perlu melakukan penerbangan lanjutan dengan maskapai penerbangan anda.

Maskapai harus menentukan tindakan selanjutnya. Apakah menahan setiap penerbangan sambungan cukup lama untuk mengakomodasi penumpang-penumpang yang terlambat atau tidak.

Maskapai juga harus mempertimbangkan waktu perpindahan bagasi, jumlah penumpang yang berpindah, dari penerbangan mana mereka berasal, serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk tiba dari satu gerbang ke gerbang lainnya, bersama dnegan banyak variabel-variabel lainnya terkait keuntungan dari setiap penerbangan keluar. Rumit bukan?

Hal ini merupakan salah satu contoh tentang bagaimana big data dalam penerbangan dapat membantu membuat bisnis lebih efisien. Perusahaan-perusaan transportasi ini hidup dan mati dengan data, mereka menghasilkan lebih banyak data setiap harinya dalam setiap bagian operasi mereka. 

Boeing 787, contohnya, menghasilkan rata-rata setengah terabyte data untuk setiap penerbangan yang dilakukan. Kombinasikan dengan informasi cuaca, interaksi contact center yang dilakukan konsumen, informasi tiket, serta waktu kinerja bandara, luapan data ini dapat menawarkan insight bisnis yang signifikan untuk perusahaan yang bergerak di industri yang sangat kompetitif.

Efisiensi Bahan Bakar

Ambil penggunaan bahan bakar, sebagai contoh. Mengambil sekitar 17 persen biaya operasional, bahan bakar merupakan pengeluaran tertinggi kedua di sebuah maskapai setelah tenaga kerja. Hal ini membuat efisiensi bahan bakar menjadi metrik penting. Para maskapai kini menggunakan big data untuk membantu menyelipkan efisiensi ke dalam penggunaan bahan bakar mereka.

Kekuatan komputasi telah berkembang hingga ke titik di mana maskapai dapat mengumpulkan dan memproses sejumlah besar data yang mereka butuhkan untuk menganalisa penggunaan bahan bakar per penerbangan. Salah satu maskapai, Southwestern Airlines telah mengumpulkan data langsung dari sensor yang tertanam di pesawatnya, termasuk informasi tentang kecepatan angin, suhu ambien, berat pesawat, dan dorongan.

Semua detail tersebut diserap oleh mesin analitik dan dikombinasikan dengan data operasional tentang bahan bakar, penumpang, beban kargo, bersama dengan data cuaca, untuk mencari pola dalam profabilitas perjalanan.

Maskapai tersebut berharap bahwa data mining yang dilakukan akan menghasilkan sesuatu yang dapat ditindaklanjuti untuk pengambilan keputusan seperti menambahkan atau mengurangi penerbangan ke berbagai rute, mengatur beban bahan bakar untuk setiap pesawat, serta menjual tiket penumpang tambahan.

Mereka juga dapat memberikan informasi ini pada para pilot di udara. Jika turbulensi menciptakan kebutuhan untuk menyesuaikan tinggi pesawat dalam penerbangan, big data kini dapat memberikan pilot Southwestern analisis detail mengenai bahan bakar ekstra terpakai yang dihubungkan dengan ketinggian spesifik dan biaya terkait.

SMART MAINTENANCE

Data dari sensor pesawat juga dapat menciptakan wawasan selain efisiensi bahan bakar. Boeing menggunakan analitik untuk melihat 2 juta kondisi dari 4000 pesawat setiap harinya sebagai bagian dari sistem Airplane Health Management (AHM).

Data ini, yang termasuk pengukuran dalam penerbangan, penulisan laporan mekanik, dan temuan lainnya, membantu perusahaan untuk merencanakan perawatan peralatan dengan gangguan minimal terhadap penerbangan.

Sebagai contoh, analitik data memprediksi kegegalan penggerak generator terintegrasi, memungkinkannya untuk menyelidiki dan memperbaiki isu tersebut sebelum menjadi masalah, sehingga menghemat $300,000 untuk penundaan pelayanan dan biaya perbaikan.

Keamanan Maskapai

Dengan mengambil data dari kecelakaan penerbangan, pembuat peraturan juga berharap meningkatkan keamanan di seluruh industri. European Aviation Safety Agency (EASA) meluncurkan Data4Safety, sebuah koleksi data dan program analisis untuk mendeteksi resiko menggunakan kombinasi laporan keamanan, data telemetri dalam penerbangan, informasi pengawasan lalu lintas udara, serta data cuaca.

Program ini memungkinkan regulator untuk mengidentifikasi resiko keamanan terbesar dan menentukan apakah para pemangku kepentingan industri mengambil tindakan yang tepat untuk meminimalisirnya. Dengan menyisir ber-terabytes data, diharapkan ia bisa menemukan titik lemah dalam rantai penerbangan.

Penjualan Konsumen

Sementara banyak data yang dikumpulkan maskapai berfokus pada apa yang terjadi di dalam dan sekitar pesawat, ada potensi besar di sisi lainnya. United Airlines menggunakan big data untuk mengubah tampilan konsumennya menjadi profil individu yang lebih terfokus.

Daripada hanya mengidentifikasi produk tersuksesnya, maskapai tersebut menggunakan big data untuk mengeksplor setiap kebiasaan membeli konsumennya. Dengan menganalisa lebih dari 150 variabel tentang tiap konsumen, termasuk pembelian terdahulu dan tujuan penerbangan, ia dapat memprediksi tindakan yang paling mungkin dilakukan dan secara dinamis menghasilkan tawaran yang telah dipersonalisasi. 

Menggunakan big data seperti ini meningkatkan penghasilan dari sumber selain tiket, seperti biaya bagasi, makanan di kabin serta pelayanan sebanyak 15 persen.

Industri maskapai di Indonesia seringkali diwarnai dengan keterlambatan dan kerugian. Maskapai berplat merah terbesar di Indonesia Garuda Indonesia, bahkan membukukan kerugian sebesar 2,88 triliun rupiah sepanjang tahun 2017. Hal ini cukup disayangkan mengingat potensi dari industri penerbangan Indonesia yang mencapai $2 milliar dalam 4 tahun ke depan.

Untuk meminimalisir kerugian-kerugian yang ditimbulkan, analitik big data bisa menjadi salah satu jalan keluarnya. Adalah Paques, analitik big data hasil kreasi perusahaan Indonesia yang siap digunakan untuk berbagai industri. Dengan konsep 'data lake', Paques berkemampuan mengolah berbagai jenis data tanpa harus diubah menjadi format tertentu, hal ini tentunya krusial karena bisa menghemat waktu serta biaya yang dikeluarkan. Adanya fitur self-service analytic juga memudahkan siapa saja yang bekerja di industri penerbangan agar bisa mengoperasikan Paques dengan mudah.

Kasus-kasus seperti dalam tulisan ini memperlihatkan bagaimana maskapai tidak hanya sebuah perusahaan transportasi saja, kini maskapai juga perusahaan penghasil data dan tidak dapat dipisahkan dari teknologi informasi. 

Penggunaan big data dalam industri penerbangan dapat membawa maskapai-maskapai yang ada menuju ke masa depan yang baru, dan Paques dapat menjadi 'pesawatnya'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun