Mohon tunggu...
jajang r kawentar
jajang r kawentar Mohon Tunggu... -

pembina Komunitas Sastra Lembah Serelo Kabupaten Lahat Sumatera Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tak Sekadar Seni Lukis, Ini Sisi Radikalisme ala Rupa Bule

9 Juli 2018   14:36 Diperbarui: 10 Juli 2018   20:31 2808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rupa Bule bersama AC Andre Tanama, M.Sn dosen pembimbingnya usai meninjau pameran.

Antara ekspresi seni yang brutal menggigit leher ayam hingga urat nadinya putus (darahnya muncrat) dan ekspresi koruptor mengganyang uang rakyat, semua itu layak sebagai pelajaran hidup. Perilaku radikal dalam hidup diaplikasikan pada proses berkarya seni lukis; sebuah tata cara dan ritual yang menyeleweng dari ranah umum yang terdidik, bisa jauh dari tata kesopanan, namun hal itu menunjukkan adanya keberagaman pengetahuan dan wawasan seni budaya.

Perupa Agung Nashrullah lebih akrab dipanggil Rupa Bule seniman muda yang masih tercatat sebagai mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta jurusan Seni Murni, studi Lukis mengasingkan diri dari hiruk pikuk hari raya seni rupa yang biasa digelar pada bulan Mei dan Juni. Rupanya Rupa Bule mempersiapkan hajatan pameran tunggal pada akhir bulan Juni 2018.

Sabtu (30/6/2018) malam sejak pukul 20.00 WIB sampai selesai , diadakan pemutaran film dokumentasi proses berkarya Rupa Bule yang melukis 20 karya. Film diputar di bawah ikon Pantai Parangtritis, tepatnya di lokasi pasar seni. Pada Minggu (1/7/2018) pameran digelar sehari mulai pukul 09.00-18.00 WIB berlokasi 300 meter dari lepas pantai di depan Kantor SAR. Karya Rupa Bule di-display memanjang menghadap pantai dan karyanya tertidur seperti menghadap langit.

Di tepi Pantai Parangtritis karya lukis Rupa Bule didisplay seperti gelombang laut menghadap langit, Minggu, 1 Juli2018.
Di tepi Pantai Parangtritis karya lukis Rupa Bule didisplay seperti gelombang laut menghadap langit, Minggu, 1 Juli2018.
Sebuah proses yang sangat mengasyikkan, menyenangkan dalam mempersiapkan prosesi melukisnya dan memiliki arti tersendiri baginya. Seperti sebuah upacara atau ritual tradisi hajatan dalam kepercayaan agama.

Prosesi ini cukup rumit dan ribet bagi seniman generasi instan saat ini. Rupa Bule justru membangun ulang prosesi ritual tersebut meskipun instrumen prosesi ritualnya diganti dengan caranya sendiri. Mulai dari mempersiapkan alat-alat musik dan pemainnya, menyelaraskan musiknya, melalukam survei lokasi untuk prosesinya, membuat surat izin keramaian, dan hal-hal nonteknis lainnya.

Dalam berkarya Rupa Bule mengeksplorasi unsur bunyi dari beberapa warna musik tertentu. Secara intuitif dia meresponsnya dengan gerak tubuh spontan membentuk tarian ekspresif. Dia juga menyelaraskan medium-medium ekspresi tersebut kemudian dibahasakan ke dalam bentuk rupa dan menjadikan aktivitas tersebut sebagai metode melukisnya. Rupa Bule menunjukkan bahwa berkarya seni rupa itu merupakan kompleksitas peristiwa dari seni pertunjukan.

Rupa Bule bersama AC Andre Tanama, M.Sn dosen pembimbingnya usai meninjau pameran.
Rupa Bule bersama AC Andre Tanama, M.Sn dosen pembimbingnya usai meninjau pameran.
Struktur ritual lukis Rupa Bule
Dalam melukis, Rupa Bule memiliki struktur sendiri. Dalam hal ini dia mempersiapkan segala sesuatu diawali dengan ritual. Tidak hanya mempersiapkan peralatan melukis seperti cat, kuas, valet, dan kanvas, tetapi menyiapkan alat musik apa yang akan digunakan, aliran musik apa yang akan dimainkan, dan siapa saja yang akan memainkan alat musiknya. Tak ketingalan pula, mempertimbangkan di mana tempat berkaryanya.

Selanjutnya Rupa Bule menentukan cat apa yang akan digunakan, warna apa yang akan dipakai, berapa lebar kanvas sebagai media ekspresinya dan bagaimana kemungkinan tempatnya.

Bukan berarti Rupa Bule tidak bisa berkarya pada suatu tempat studio dengan menetap, tanpa berisik nun jauh di sana dan sendiri. Kebiasaan baru yang dibangunnya ini juga membangunkan berbagai elemen seni lain terlibat termasuk masyarakat sekitar yang menonton di lokasi ketika berkarya. Ritual berkaryanya ini sering disebutnya sebagai performance.

Dalam persiapan pameran tunggalnya Rupa Bule melakukan performance di Gardu Action, Sabtu, 5 Mei 2018, di tepi pantai dekat pengelolaan sampah warga Parangkusumo Parangtritis, Bantul. Pertunjukannya ditonton warga sekitar. Dalam pertunjukan tersebut, ia menghasilkan 8 karya lukis. Sebelumnya pertunjukkan digelar di Plaza Kampus ISI, Sewon, Yogyakarta, Kamis, 26 April 2018 dan menghasilkan 4 karya. Selanjutnya Sabtu, 12 Mei 2018 di Gumuk Pasir, Cemoro Sewu, Parangtritis menghasilkan 8 karya lukis.

Karya-karya lukis yang dipamerkan merupakan hasil dari respons intuisinya terhadap suasana lingkungan, bunyi dan gerak spontannya. Tidak hanya karya sebagai hasil akhir dari olah ekspresinya, tetapi proses dalam menghasilkan karya itu memiliki nilai yang sama dengan kedudukan karyanya. Terdapat 20 karya yang akan dipamerkan dengan berbagai ukuran. Setiap karya memiliki peristiwanya sendiri-sendiri, terkadang dalam satu peristiwa bisa menghasilkan beberapa karya tergantung kekuatan emosi dan mood-nya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Radikalisasi melukis Rupa Bule
Menurut kamus Wikipedia, radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti akar. Melukis secara radikal tidak hanya proses menuangkan warna di atas kanvas atau media lainnya, namun bagaimana akar permasalahan diciptakan sehingga mendorong emosi atau mood dalam berkarya dan unsur-unsur lain hingga terciptanya sebuah karya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun