Di Asia, termasuk Indonesia, seni abstrak banyak mengalami perubahan karena unsur konsepsi kehidupan lingkungan masyarakat seniman Asia yang menekankan penjiwaan adat-istiadat setempat sehingga timbul suatu aliran baru dalam seni abtrak yang disebut abstraksi, yaitu suatu distorsi dari objek-objek lukisan dari lukisan realistik-figuratif sehingga lebih mendekati lukisan abstrak.
Karya-karya Willem Kootstra tidak mengenal konsepsi moralitas-keTuhanan maupun adat-istiadat dan semacamnya. Lukisan abstraknya adalah abstrak murni yang mengutarakan formalisme-universal. Ekspresi totalitas formalisme Barat dalam karya-karya Willem Kootstra terwujud melalui ekspresi spontan ketika ia mendapat kesan dari suatu peristiwa.Â
Apabila ia melihat candi Prambanan dan melahirkan inspirasi di pikirannya, ia akan segera melukiskan candi itu menurut gagasan dan ekspresinya sendiri. Tidak ditemukan replika dalam luisan-lukisan Willem Kootstra, karena semua diekpresikan menurut keindahan dari dalam batinnya. Maka tak heran, dalam karya-karya Willem Kootstra, pasti ditemukan judul Composition, Abstract 1..., Impression dan seterusnya.
Pembacaan konsepsi lukisan ala Indonesia oleh penulis Indonesia tidak akan mampu mengejawantahkan karya-karya Willem Kootstra, karena memang karya-karyanya dibuat melalui ekpresi spontan berdasarkan rasa yang sedang bergolak di dalam jiwanya. Gembira, sedih, haru, rindu, cinta, benci dan kejengkelan adalah kekayaan yang terungkap melalui goresan dan sapuan warna dalam karya-karya lukisan abstraknya.Â
Judul-judul karyanya tidak dimaksudkan sebagai bahasa metaforis maupun simbolis dari bentuk-bentuk alam, binatang dan manusia seperti umumnya dilukiskan para seniman Indonesia, tetapi lebih kepada penanda ketika suatu peristiwa terjadi di alam batin Willem Kootstra dan terekspresikan ke dalam karya-karyanya.*)
Jajang R Kawentar adalah Penulis di Forum Kritik Seni dan Artworker
 Â
[i] Wawancara dengan Willem Kootstra di rumahnya, Villa Bukit Asri, pada Sabtu, 7 Otober 2017.
[ii] Arie Smith mempelajari adat-istiadat daerah Priangan ketika ia tinggal di Bandung dan kemudian daerah Bali, sedangkan Ries Mulder adalah pengajar pertama di bidang seni lukis di Balai Pendidikan Seni Seni Guru Gambar ITB. Disarikan dari Agus Darmawan T, Arie Smith: Tentara Sang Penembak Cahaya, Jakarta: Gramedia, 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H