Mohon tunggu...
jaja jamaludin
jaja jamaludin Mohon Tunggu... Penulis - Dosen di Universitas Bosowa

Sebagai praktisi pendidikan di Universitas Bosowa yang fokus pada pendidikan sains, fisika terapan, green technology, green energy serta agriculture. Selain itu menaruh minat pada soal-soal social, politic dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi

19 Januari 2017   08:17 Diperbarui: 19 Januari 2017   08:33 3840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh

Jaja Jamaludin

Ketua Badan Pengurus Harian Politeknik Bosowa

Komitmen pemerintahan Jokowi-JK dalam pendidikan, khususnya pendidikan vokasi menarik untuk dicermati dan patut diapresiasi. Pertengahan tahun 2016, President Jokowi bahkan telah secara nyata memberi penegasan tentang pentingnya revitalisasi pendidikan vokasi. Saat berkunjung ke jerman pada medio April 2016, President Jokowi mengunjungi pusat pendidikan dan latihan vokasi di Jerman. Sebagaimana dimuat di halaman setkab pada 18 Apr 2016, disebutkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno L.P. Marsudi menjelaskan, kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Jerman, kali ini, dimaksudkan untuk memenuhi undangan Kanselir Jerman Angela Markel yang disampaikan saat keduanya bertemu di sela-sela KTT Group 20 (G-20), di Turki, tahun 2015 lalu.

Selain itu, pemerintah juga mempelajari sistem pendidikan vokasi di Jerman yang memang dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan pasar saat ini. Untuk itu,  selain dijadwalkan bertemu dengan Kanselir Jerman Angela Markel dan Presiden Jerman Joachim gauck dua kali one on one meeting dan sekali business forum, Presiden Jokowi berkunjung ke pusat pelatihan pendidikan vokasi dan bertemu dengan masyarakat Indonesia yang menetap di Jerman.

Selanjutnya akhir 2016, tepatnya pada 9 September 2016 President Jokowi menerbitkan Inpres Revitalisasi Pendidikan Vokasi. Ini artinya, kebijakan dan komitmen President Jokowi terhadap pendidikan vokasi benar-benar afirmatif. Sebagaimana dimuat dihalaman setkab, pada 20 September 2016, disebutkan dalam rangka penguatan sinergi antar pemangku kepentingan dan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 9 September 2016 telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Sumber Daya Manusia Indonesia.  Secara umum Inpres tersebut ditujukan kepada: 1. Para Menteri Kabinet Kerja: 2. Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP); dan 3. Para Gubernur, dalam Inpres tersebut Presiden Jokowi juga memberikan penugasan khusus kepada 11 Kementerian/Lembaga.

Peta Jalan Revitalisasi

Dalam inpres tersebut secara rinci memberikan tugas sekaligus instruksi kepada 11 kementrian dan Lembaga yang meliputi : Kemendikbud, kementristek-dikti, Kementrian BUMN, Kementrian Perindustrian, KKP,  kementrian tenaga kerja, kementrian perhubungan, kementrian ESDM, Kementrian Kesehatan, Kementrian Keuangan, dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Ke 11 kementrian dan lembaga secara tegas telah diberikan tugas dan wewenang sebagaimana domannya masing-masing. Tentu saja, didalamnya termasuk menyusun roadmap (peta jalan) revitalisasi pendidikan vokasi.

Sangat menarik dan perlu diapresiasi dari inpres ini adalah president melibatkan begitu banyak kementrian dan lembaga bahkan secara eksplisit para gubernur se Indonesia menjadi bagian dari pelaksana inpres ini. Pertanyanya adalah, bagaimana penjalaran implementasi IRPV ini pada level berikutnya yakni di level daerah tingkat provinsi?

Bagi pemerintah daerah provinsi justru inpres ini dapat menjadi sarana efektif untuk mempercepat kebijakan tentang alih kelola pendidikan menengah khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Peran kepala Dinas pendidikan dan kepala dinas lain di level provinsi yang menjadi derivasi dari 11 kementrian sebagaimana disebut pada IRPV dituntut untuk secara proaktif melakukan semacam jemput bola secara cepat. Jangan sampai, proses implementasi IRPV ini malah “mati bola” di level daerah. Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya problem pendidikan dan kebijakan pemerintah khususnya di bidang pendidikan, bukan terletak pada konsep aksi, melainkan gagap koordinasi dan gagap kolaborasi antardepertemen, antar dinas di level pemerintah daerah.

Sayangnya, penulis tidak melihat kementrian pertanian dan lingkungan hidup dilibatkan dan disebutkan dalam IRPV. Padahal, bagaimanapun peta jalan yang akan dibangun yang melibatkan banyak kementrian ini sudah barang  tentu akan bertumpu pada mainstream pembangunan dan potensi sumber daya  alam petanian, perkebunan dan isu-isu lingkungan yang terhampar di seluruh nusantara.

Terlepas dari itu semua, Presiden juga menegaskan dan meminta para gubernur seluruh Indonesia untuk mendukung dan memfasilitasi kebijakan inpres revitalisasi pendidikan vokasi ini.

Peta Jalan IRPV pada Level Daerah

Harapan besarnya adalah Inpres revitalisasi pendidikan vokasi sejatinya dapat berjalan mulus di level provinsi. Konsorsium antar-kementrian di tingkat nasional koordinasi antar 11 kementrian dan lembaga di atas, akan menemukan relevansi dan signifikansinya manakala pada level provinsi  dapat dilaksanakan secara koheren.  Tentu saja dibutuhkan upaya bersama secara komprehensif seluruh pemangku kepentingan di tingkat daerah provinsi. Bergerak cepat dan secara bersama-sama pada level praksi ini justru sangat menentukan apakah kebijakan nasional revitalisasi pendidikan vokasi ini akan berjalan mulus atau kemudian menguap begitu saja tanpa ujung, kalau tidak disebut kebijakan yang retoris.

Sejatinya ke-11 kementrian dan lembaga di level pusat secara cepat melakukan konsolidasi khusus implementasi inpres revitalisai pendidikan vokasi (IRPV) ini untuk kemudian membentuk sebuah satuan kerja derivative (SKD) di level daerah provinsi. Pada level SKD inilah inpres IRPV dipertaruhkan implementasinya. Pada saat yang sama SKD-IRPV dapat melakukan semacam curah gagasan secara simultan dan bersifat praksis. Ini karena diharapkan dalam SKD-IRPV ini akan berhimpun para pelaku dan praktisi pendidikan vokasi pada garis depan, seperti para kepala sekolah SMK dilevel sekolah menengah, para pimpinan politeknik, sekolah vokasi di univeristas, serta sekolah tinggi vokasi yang tersebar di setiap wilayahnya masing-masing. Selain itu juga akan melibatkan dinas-dinas terkait dalam lingkup 11 kementrian nasional, seperti dinas perindustrian, keuangan, disnakertran, dan BUMN yang ada di wilayah tersebut.

Paradigma Pendidikan Vokasi  

Bagaimanapun juga, peta jalan revitalisasi ini mengharuskan pemerintah dan pemangku kepentingan untuk meletakkan terlebih dahulu apa yang kita sebut sebagai paradigm pendidikan vokasi. Lebih dari dua dasawarsa pendidikan vokasi kita sesungguhnya lebih condong mengikuti mazhab jerman. Hal ini bukan saja karena jerman memang memiliki tradisi yang gemilang dalam urusan teknologi dan pendidikan vokasi, melainkan juga karena hampir seluruh pakar teknologi Indonesia, belajar dan menyelesaikan studi di german. Terlebih karena factor ketokohan prof. BJ. Habibie yang mendominasi pemikiran pendidikan bermazhab Jerman. Pertanyaannya adalah apakah mazhab pendidikan vokasi Jerman masih relevan?

Belakangan, selain Jerman, kita juga mulai melirik Negara-negara asia timur seperti Jepang, korea dan Taiwan. Sebut saja, negara yang disebut terakhir  sedang menajdi perhatian para praktisi pendidikan vokasi di Indonesia. Pada awal Januari 2017 ini, Direktorat Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti terus meningkatkan program kerja sama dengan berbagai institusi internasional. Yang terbaru adalah kerja sama dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi di Taiwan, baik dalam bidang pendidikan maupun penelitian.

Sebagaimana di-release dalam halaman ristekditi, pertemuan joint working group (JWG) antara perguruan tinggi-perguruan tinggi kedua negera dilakukan di Bandung, akhir tahun lalu. Dari pertemuan tersebut disepakati akan ditindaklanjuti dengan pembentukan Indonesia-Taiwan Centre (ITC) di Indonesia. Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti, Patdono Suwignjo seusai melakukan pertemuan dengan Direktut Politeknik Negeri Bandung di Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta, Jumat, 6 Januari 2017.   Secara umum Politeknik Negeri Bandung nanti bertugas mengoordinasikan kerja sama pendidikan tinggi maupun bidang penelitian antara perguruan tinggi kedua negara.

Mazhab Pendidikan Vokasi : Jerman vs Taiwan

Sebagai Negara maju Jerman jelas sangat establish dalam membangun tatanan pendidikan vokasinya. Mereka sangat kuat mensinergikan antar pemangku kepentingan dalam mamajukan ekonomi, industry dan pendidikan vokasi.   Sebagaimana ditulis Tongam Tampubolon, seorang Widyaiswara P4TK Medan, dalam melaksanakan pengembangan pendidikan  vokasi, Jerman mempunyai lima kunci sukses, yaitu :

Pertama, Cooperation of government and industry.Bersama-sama antara Pemerintah dan Industri menyusun dan mendesain kerangka pendidikan kejuruan dan demikian juga pelatihan. Kerjasama dapat mencakup pembiayaan dan pengembangan kurikulum dan implementasinya, serta bersama-sama melaksanakan assessment proses dan lulusan pendidikan kejuruan itu. Demikian juga dilakukan sebuah kesepakatan tentang sertifikasi kompetensi yang mencerminkan harapan kualitas lulusan dengan tuntutan kompetensi sesuai standar yang berlaku di Industri.

Kedua, Learning within the work process.Tujuan dari pendidikan vokasi Negara Republik Federal Jerman adalah menciptakan kemampuan kerja para lulusannya yang adaptif dengan dunia industri yang mereka miliki. Oleh karenanya pendidikan berorientasi kerja mengharuskan para siswa/peserta (Teilnehmer) suatu kegiatan pendidikan atau pelatihan kejuruan belajar di dua tempat pembelajaran yaitu di sekolah dan di industry. Kombinasi pembelajaran tersebut sudah didesain sedemikian rupa sehingga sinergitas antara pembelajaran di sekolah dengan pembelajaran di industry sangat baik.

Ketiga, Acceptante of national standards.Penerapan standar nasional, merupakan salah satu kunci system pendidikan kejuruan. Kualitas daripada pendidikan itu sendiri dijamin dengan diterapkannya standar-standar pendidikan dan dipatuhi sebagai acuan proses. Untuk memenuhi kualifikasi standar lulusan yang akan memasuki pasar kerja, mereka juga menerapkan standar assessment yang benar-benar ketat. Sehingga kualifikasi tersebut para lulusan dapatmemenuhi tuntutan persyaratan penerimaan tenaga kerja dengan mobilitas yang tinggi dan penerimaan masyarakat yang baik. Rekruitmen tenaga kerja menjadi sangat mudah dengan tersedianya tenaga kerja dengan kualifikasi yang baik. Dan kemudahan dalam melanjutkan adaptasi dengan pengembangan pendidikan berikutnya untuk memperbaiki kompetensi atau kualifikasi yang lebih tinggi lagi.

Keempat, Qualified vocational education and training staff.Kualifikasi tenaga pendidikan kejuruan adalah salah satu pondasi untuk kualitas. Para tenaga pendidik kejuruan harus menguasai dan memahami konsep Pedagogik Kejuruan (Berufspädagogik). Dengan memahami dari konsep Pedagogik Kejuruan para Guru (tenaga kependidikan kejuruan) mampu mendesain strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Menarik bahwa Pedagogik (Berufspädagogik) bukan hanya suatu konsep yang dimiliki oleh dunia pendidikan, akan tetapi tetapi dunia industry juga senantiasa menggunakan dan mengembangkan konsep Pedagogik. Sehingga para peserta diklat atau siswa yang mengadakan magang dan atau praktikum di suatu industry tetap dikendalikan dengan konsep Pedagogik yang benar sesuai dengan semangat dan jiwa dari suatu jenis pekerjaan. Itu menandakan bahwa industry atau dunia usaha tidak hanya sekedar mengejar keuntungan ekonomi (profit) akan tetapi juga terus menanamkan modal untuk pengembangan pendidikan kejuruan. Dalam pandangan mereka pendidikan atau pelatihan yang mereka sediakan adalah modal yang penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari produk yang mereka hasilkan.

Kelima, Institutionalized research and career guidance.Kunci yang berikutnya adalah tersedianya instistusi Penelitian Pendidikan Kejuruan (Berufsbildung) dan Konsultasi Karir. Mereka berfungsi untuk terus melakukan penelitian yang berguna bagi pengembangan pendidikan kejuruan dan pasar kerja. Penelitian melibatkan Pemerintah, pelaku Ekonomi (dalam hal ini dunia usaha dan Industri) dan elemen sosial lainnya. Hasilnya mendorong pendidikan kejuruan tersebut untuk mengetahui apa yang sedang berkembang di dunia industri, dan bagaimana kebutuhan dunia industri atau dunia usaha terhadap kompetensi lulusan pendidikan kejuruan dapat secara dini diidentifikasi. Sehingga pendidikan kejuruan yang melibatkan sekolah dan industri juga dapat menerapkan strategi nyata dalam proses pembelajaran (Lernprozess). Hasilnya juga digunakan untuk mengembangkan konsep-konsep pembelajaran baru (Lernkonzepte).

Relatif tidak begitu jauh dengan Jerman, rupanya Taiwan banyak kesamaan dengan Jerman dalam mengembangkan pendidikan vokasi. Dalam kebijakan Negara Taiwan, Pendidikan vokasi diletakkan dalam rangka pembangunan ekonomi nasional Taiwan. Ini tidak mengherankan, oleh karena Taiwan juga mengadopsi paradigma pendidikan vokasi yang selama ini di jalankan di Jerman. Dalam laman kemenetrian pendidikan Taiwan disebutkan bawhwa pembangunan ekonomi Taiwan  memiliki sinergisitas dengan perkembangan TVE (Technology Vocational Educational).   Pemerintah Taiwan, memiliki rencana pembangunan ekonomi sekitar tahun 1950-an, dimulai dengan memajukan perubahan besar dalam teknologi produksi pertanian. Sementara juga aktif mengembangkan industri barang penting dan padat karya. Domain utama TVE pada waktu itu adalah program pertanian dan bisnis (agrobisnis) yang berhubungan di sekolah atas kejuruan, dengan fokus pada penyediaan ekonomi pemula dengan mencukupi amat dibutuhkan tenaga kerja  pemula.

Pada decade kedua tahun 1960 Taiwan pindah ke periode ekspansi bisnis ekspor-impor, menyaksikan pertumbuhan yang cepat dalam jumlah usaha kecil dan menengah yang, dalam industri dan bisnis sama, semua haus akan tenaga kerja terampil. Pada decade tahun 1970-an, industri tradisional Taiwan mulai transisi ke modal dan industri padat teknologi, dan permintaan untuk tenaga kerja, sementara terus menekankan pada kuantitas, juga mulai melihat ke dalam kualitas. Dalam rangka meningkatkan kualitas tingkat tinggi pendidikan teknologi dan kejuruan, Departemen Pendidikan mendirikan pertama kuliah teknologi (Taiwan Institute of Technology) yang merupakan cikal bakal dari sistem TVE sekarang komprehensif yang terdiri dari sekolah menengah kejuruan, perguruan tinggi junior (diploma), dan perguruan tinggi / universitas teknologi.

Pada awal tahun 1980-an, pemerintah Taiwan, secara bertahap meningkatkan rasio antara sekolah kejuruan senior dan sekolah tinggi umum, akhirnya mencapai tujuan 7 : 3. Jumlah besar lulusan dari sekolah kejuruan senior yang ini memasok kebutuhan tenaga kerja dari industri haus dan memungkinkan ekonomi Taiwan dengan cepat berkembang. Pada pertengahan 1980-an Taiwan menghadapi tekanan luar biasa dari internasionalisasi dan pasar terbuka, dan permintaan untuk tingkat yang lebih tinggi dari personil teknologi dan bisnis juga meningkat pesat. Pemerintah Taiwan mendorong perguruan tinggi berkualitas  untuk ditingkatkan ke perguruan tinggi teknologi, dan orang-orang perguruan tinggi kualitas teknologi upgrade ke universitas teknologi. Pada tahun 2010, rasio ini mencapai 5,5: 4,5, yang dicerminkan lebih dekat dengan kebutuhan pasar dan waktu, mencerminkan sistem pendidikan yang lebih efektif.

Akhirnya, setelah 2009, pemerintah Taiwan mulai mendorong Enam Berkembang Industries (kesehatan, bio-teknologi, pertanian canggih, rekreasi dan pariwisata, inovasi budaya, dan energi hijau), cloud computing, mobil listrik cerdas, bangunan hijau cerdas, dan penemuan dan paten, Kuliner Internasional,  Kesehatan Internasional, Pop Musik dan Content Digital, Industri konvensi, International Logistik, Inovasi dan Modal Ventura, Modernisasi Perkotaan , WIMAX,  dan Bisnis Elektronik.

Keistimewaan  Vokasi Taiwan

Sebagaimana direlease dalam  laman kemntrian pendidikan Taiwan, dibandingkan dengan negara-negara lain di seluruh dunia, pendidikan teknologi dan kejuruan Taiwan memiliki ciri khas sebagai berikut.

Pertama, Program dan Sistem sangat Komprehensif.TVE di Taiwan saat ini merupakan sistem yang komprehensif terdiri dari sekolah-sekolah mulai dari SLTP, SMA kejuruan, perguruan tinggi Junior (setara Diploma) , universitas / perguruan tinggi teknologi,  hingga sekolah master dan Ph.D dibidang teknologi. Akibatnya, jumlah siswa yang memilih untuk mendaftarkan diri dalam sistem TVE kira-kira 49,02% dari total keseluruhan jumlah siswa. Inilah kehebatan  pendidikan Vokasi Taiwan  banding dengan negera-negara dari seluruh dunia.

Kedua, Lembaga  Pendidikan Swasta sangat Proaktif.Lembaga pendidikan swasta merupakan kekuatan penting dalam pembangunan  Pendidikan vokasi di Taiwan, dan kehadiran mereka melebihi dari lembaga-lembaga publik. Dalam hal pendaftaran siswa, pada 2011 tahun akademik 63,58% dari siswa senior yang sekolah kejuruan merupakan lembaga swasta; dan statistik yang sama untuk perguruan tinggi Junior (diploma)  mengejutkan 80,67%. Lembaga swasta memiliki hubungan dekat dengan industri dan perusahaan, dan hubungan mereka memungkinkan pertandingan erat antara  pendidikan vokasi dan kebutuhan pasar.

Ketiga, Program Diversifikasi dan Adaptive.Pendidikan Vokasi di Taiwan merespon kebutuhan industri dan bakat mahasiswa berbagai cara dengan struktur akademis didiversifikasi yang bertujuan untuk memberikan para siswa dan mahasiswa dengan program yang sesuai dengan kecenderungan dan kemampuan mereka tetapi sekaligus memenuhi permintaan pasar kerja. Struktur akademik  fleksibel dan beragam. Selain pertanian tradisional, karya pabrik, dan kategori bisnis, struktur akademis ini juga menawarkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan   Industries yang memberikan para siswa dengan kesempatan kerja yang luas.

Keempat, Kinerja Unggul dalam Kerjasama Industri-Akademik.Penekanan lain di Taiwan bahwa Pendidikan vokasi  adalah kerjasama industri-akademik, mencoba untuk mencocokkan program pendidikan dengan kebutuhan industri. Pemerintah juga aktif dalam mendorong proyek-proyek kerjasama industri-akademik di Taman Industri Taiwan, mendorong guru dan perusahaan-perusahaan bekerja sama  dalam Riset dan pengembagnan, sehingga situasi win-win dapat dicapai dalam pengajaran praktis dan keunggulan kompetitif.  

Kelima, Praktis, Orientasi Hasil dan Prestasi. prinsip fundamental  Pendidikan vokasi di Taiwan  menekankan pengajaran keterampilan praktis dan pengetahuan yang berlaku. Untuk mendorong mereka yang sudah baik dalam  kompetensi mereka sendiri untuk melanjutkan pendidikan mereka; siswa bisa masuk pendidikan vokasi pada  pendidikan tinggi melalui berbagai saluran seperti dengan kinerja yang sangat baik dalam keterampilan. Setelah masuk, kurikulum dirancang untuk menekankan proyek dan belajar.   Penekanan yang kuat yang sama  dalam instruktur perekrutan  sumberdaya pengajar. Guru/Instruktur diwajibkan untuk memiliki pengalaman praktis dan sertifikasi profesional  bersertifikat sebelum direkrut dan ditugaskan untuk Ahli Profesional sesuai dengan spesialisasi mereka. Guru juga dapat dipromosikan dengan cara laporan teknis mereka bukan makalah akademis. Semua contoh-contoh ini sangat menyoroti fokus  pendidikan vokasi  pada isi praktis dan berlaku.

Paradigma Pendidikan Vokasi Indonesia

Melihat kehebatan Jerman dan Taiwan, sesungguhnya Negara kita amat sangat mampu mengembangkan pendidikan vokasi. Kunci suksesnya terletak pada bagaimana Pemerintah pusat dan daerah (provinsi) memiliki kerangkan aksi yang kolaboratif dan sinergi dalam mewujudkan revitalisasi pendidikan vokasi.  Selain dapat mengadopsi mazhab jerman dan Taiwan, Pemerintah Indonesia, khususnya pemerintahan Jokowi JK dapat mengkombinasi keunggulan pendidikan vokasi Jerman dan Taiwan.

Inpres tentang revitalisasi pendidikan vokasi yang melibatkan 11 (sebelas) kementrian ini sejatinya dijadikan momentum untuk meletakkan fundamental pendidikan vokasi di setiap provinsi. Variable kuncinya adalah mengintegrasikan pembangunan ekonomi dan pendidikan vokasi dalam satu nafas kebijakan nasional. Pemerintah tidak lagi memandang pendidikan sebagai supporting system pembangunan nasional. Pendidikan, khususnya pendidikan vokasi adalah tulang punggung pembangunan ekonomi dan penting bagi keberlanjutan pembangunan nasional.

Paradigma pendidikan vokasi di Indonesia, sejatinya dibangun atas dasar hal-hal berikut, Pertama,Pembangunan holistic dan Berkelanjutan. Kunci sukses pendidikan vokasi di Negara kita, harus diletakkan secara sentral sebagai bagian tak terpisahkan dengan pembangunan ekonomi, infrastuktur dan kebudayaan bangsa secara utuh atau holistic. Kedua,  Bangun Suprastruktur pendidikan vokasi -Industri. Inpres tentang Revitalisasi, seyogyanya mengarah pada pembangunan suprastruktur pendidikan vokasi dan dunia industry yang sinergi. Semua kementraian dan departeman serta bidang pembangunan harus menciptakan ruang akseptibiltias lulusan pendidikan vokasi dan turut serta dalam proses pendidikan vokasi secara kolaboratif.Seluruh aktivitas kolaboratif ini berdiri di atas join working system sebagai tatanan suprastruktur pendidikan vokasi.

Ketiga, Melahirkan pekerja Unggul dan entreuprener pemula.Pendidikan vokasi selain melahirkan tenaga yang siap kerja di dunia industri, juga harus melahirkan pengusaha muda secara massif sesuai dengan keragaman potensi ekonomi dan sumberdaya alam yang dimiliki oleh setiap daerah. Luasnya wilayah dan keragaman sumber daya alam kita, sejatinya dapat dikembangkan langsung dan menjadi objek pembangunan dan pengembangan pendidikan vokasi. Ini artinya, bidang di luar pendidikan yang selama ini terkesan terpisah harus menyatu dalam sebuah konsorsium daerah pendidikan vokasi setingkat provinsi. Ini agar lebih memudahkan pengambilan keputusan serta arah kebijakan pembangunan ekonomi dan pembangunan pendidikan vokasi di setiap daerahnya.

Kelima, Kesetaraan sumberdaya lembaga pendidikan swasta dan negeri. Jumlah lembaga pendidikan vokasi milik pemerintah relative lebih sedikit dari yang dikelola swasta. Sejatinya, kedepan antara lembaga pendidikan swasta dan milik Negara tidak terdapat disparitas sumberdaya yang meliputi infrastruktur, sumberdaya pengajar/guru/dosen, anggaran pendidikan vokasi, kurikulum. Keenam, Collaborative Innovation centre (CIC), Pusat Kerjasama innovasi dalam konsorsium pendidikan vokasi. Akademisi perguruan tinggi, dan industry dan government mutlak diperlukan. Lembaga ini dibutuhkan di tingkat pusat dan level provinsi. Fokus kerjanya adalah melakukan riset-riset praktis kolaboratif berbasis komoditas dan keunggulan sumber daya ekonomi dan industry di wilayah/daerah. Di dalam CIC terdapat berbagai platform riset dan pengembangan produk per wilayah, yang terhubung langsung dengan perwakilan goverment dan lembaga keuangan seperti bank atau lembaga donor dan riset international.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun