Mohon tunggu...
Jaid Brennan
Jaid Brennan Mohon Tunggu... Penulis Freelance -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pelangi Pucat Pasi - Bagian 7 - Kakek dan Cucu

28 Desember 2016   07:17 Diperbarui: 28 Desember 2016   08:09 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bagian 7 

Kakek dan Cucu

 Menemani Bapak angkatku sudah menjadi rutinitasku. Seperti biasa aku hanya diam.  Aku takberani meliriknya apalagi melihatnya. Kudengar ia sedang bicara dengan seseorang di handphone.

“ Anak itusakit, kenapa dia dibawa ke sana!!” ucapnya kencang. Seperti biasa dia bicarakeras. Hidupnya adalah ketegasan. Apa yang ia mau, sekali itu harus dituruti.Itulah dia. Rupanya Pak Susastio sedang bicara dengan Mas Bima, anaknya, yangtelah membawa cucu kesayangannya pulang. Alit adalah nama cucu kesayangannya.Pak Susastio hanya akan bisa tersenyum kalau ada Alit di sampingnya. 

Pak Susastiosangat mengasihi Alit. Segala kemarahannya akan luluh jika ia bersama Alit. Akupernah melihat Alit mendekati kakeknya yang sedang sakit pinggang. Sang kakekmenggenggam tangan kecil  Alit dalamgenggamannya dan mereka berjalan bersama. Setiap kali Pak Susastio ingin marahpada orang-orang di sekitarnya , Alit selalu menirukannya, hingga Pak Susastioharus berpikir dua kali untuk marah-marah. Dan saat si kecil menirukan tingkahlakunya, ia tertawa-tawa. Dalam hati aku ikut bahagia menyaksikan kakek dancucu yang usianya terbentang jauh itu. Yang satu hampir menghabiskan seluruhhidupnya, dan satunya lagi baru memulai hidupnya. Saat berjalan aku bisa melihat kesamaan di antara mereka . Walau Pak Susastio bisa berjalan lebih cepat tapi pada saat dia sakit pinggang langkahnya tidak lebih dari si Alitkecil.

Sebagai kakekdan cucu mereka memiliki hubungan yang unik. Saat mereka berjalan bersama, mereka seperti sama. Berjalan tertatih dan sepertinya Alit kecil dapatmerasakan sakit pinggang si kakek. Hal ini mengajarkanku bahwa orang yang sakittidak perlu apa pun kecuali seseorang yang dapat ikut merasakan penderitaanyang di deritanya.

Aku sudah beradadi mobil bersama Bapak angkatku dan mba Larasati yang duduk

di belakang. Sepanjang perjalanan mba Larasati dan Pak Susastiomembicarakan Alit cucunya.  Dan setiapkali bicara mba Larasati selalu dipojokkan. Coba bayangkan, betapa besarnyarasa sayang kakek ini pada cucunya. Meskipun kadang ia seperti singa bagiorang–orang di rumah itu. Tapi ia bisa jadi lembut kalau bersama Alit.

“Syan...”katanya.

“Iya, Pak.”

“Apa jadinyakalau anak kecil sakit parah terus di bawa jalan–jalan? Atau sakitnya bisasembuh atau malah lebih parah?” Aku diam tidak berani menjawab. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun