Mohon tunggu...
Lusia Imelda Jahaubun
Lusia Imelda Jahaubun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Gadis desa dengan mimpi bisa mengelilingi dunia

Karena beberapa perasaan sulit untuk diungkapkan, maka menulislah.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kulit Hitamku dan Secangkir Kopi Pahit

16 Oktober 2017   23:43 Diperbarui: 19 Oktober 2017   18:22 1467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kenapa saya terlahir dengan kulit yang lebih gelap dibanding dengan saudara-saudara saya lainnya. Sebagai bungsu dari 5 bersaudara, saya merasa jika perlakuan orang tua ke saya terlalu berlebihan. Tidak boleh keluar malam-lah, tidak boleh bepergian sendiri-lah, tidak boleh makan terlalu pedas lah, sampai-sampai pakaian yang akan saya kenakan pun diatur oleh Mama. 

Kembali ke kulit saya yang lebih gelap, sewaktu kecil saudara-saudara saya sering sekali mengata-ngatai jika saya adalah anak tetangga. Saya tau tujuannya hanya bercanda, tapi lama-lama mendengar ejekan seperti itu, saya sempat berfikir juga, "Bener gak sich kalo saya anak tentangga?" Sampai sempat pertanyaan yang sama saya lontarkan ke Mama, "Ma, ade anak tetangga ya?". Sontak Mama saya langsung berhenti dari kegiatan menjahitnya dan bertanya balik kepada saya, "Siapa yang bilang begitu?"  Namanya juga masih kecil ya, jadi jawabannya polos-polos aja, "Kakak sering bilang begitu." _"Kakak ngomong gitu koq dipercaya, Dek."  Dari pernyataan Mama saya itu, saya lebih diyakinkan kalau kakak saya hanya berkelakar. 

Oh ya, sewaktu kecil, saya sudah jatuh cinta dengan kopi. Minuman yang hanya boleh dikonsumsi oleh kaum adam dalam keluarga, bahkan dalam keluarga besarpun hanya kaum lelaki yang mengkonsumsi kopi. Tidak pernah saya melihat kakak perempuan, tante atau ibu saya meminum minuman hitam pekat itu. Pada suatu kesempatan, saya sempatkan berkunjung ke rumah tante saya yang rumahnya berdekatan dengan kampus. Sesaset kopi yang sudah saya beli dari kampus langsung diseduh dengan 1 gelas air panas menemani saya dengan setumpuk tugas kuliah dimeja kecil ruang tamu tante. 

"Sudah lama kamu disini, Nay?" Saya terkejut mendengar pertanyaan tante yang baru pulang dari kantor. "Lumayan Tan,." Tante saya kemudian berlalu dan selang beberapa menit kemudian saya mendengar teriakan dari dapur, "Nayla kamu ngopi?".  Dalam benak saya bertanya-tanya, "Aduh saya diomelin gak ya?"  Dengan pelan saya menjawab, "Ia tante." 

Tante : "Jangan ngopi lagi ya besok-besok"

Saya   : "tapi saya suka lho aroma dan rasa kopi, apalagi yang latte"

Tante : "Sudah besok gak usah ngopi"

Sepulangnya dari rumah tante, saya tidak habis pikir kenapa tante saya melarang saya ngopi, toh yang saya minum hanyalah kopi ringan. Ternyata ada alasan kuat kenapa kopi dilarang dalam keluarga terutama bagi anggota keluarga yang perempuan. Sempat saya tanyakan kepada Mama, panjang lebar Mama bercerita, dulu ada anggota keluarga yang meninggal karena terlalu banyak mengkonsumsi kopi hitam. Ginjalnya tidak berfungsi dengan baik sehingga berujung pada kematian. Saya diam seribu bahasa mendengar cerita Mama dan sempat tidak percaya mendengarnya.

Waktu terus melesat dengan cepatnya dan sampailah saya dititik terberani dalam sejarah kehidupan saya selama ada didunia ini. (This sentence is too much :D) Ceritanya waktu itu saya pamit ke Papa. "Pa, saya mau ke Jogja."

 Papa : "Kapan?"

Saya  : "Besok sore"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun