Rencana kedatangan 3 Sukhoi SU27 Desember 2009 ini yang ditunda dengan argumen yang tak jelas, yang mestinya sudah hadir memperkuat arsenal TNI AU, semakin memperkuat voltase keraguan sebagian masyarakat kita, bahwa telah terjadi pelambatan proses pengadaan alutsista dari Rusia karena banyaknya tarik menarik kepentingan untuk kemudian berada dihilir yang bernama inkonsistensi.
Apalagi setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka tirai rangkaian proses pengadaan alutsista beberapa waktu lalu, memberikan kesan dan pesan jelas bagi kita memang ada bottle neck yang menghambat proses pengadaan alutsista di user dan decision maker. Contoh hangatnya masih jelas, begitu bertele-telenya proses pembelian panser Pindad, maju mundur, maju kena mundur kena, jalan ditempat grak. Baru setelah mantan Wapres Yusuf Kalla turun langsung, proses itu berjalan lancar, langkah tegap maju jalan, pesan 154 panser, sekitar 100 panser jadi tahun ini.
Selama dua bulan ini kita melihat dan mengamati gerak lincah langkah Menhan kancil Purnomo Yusgiantoro yang memang dipilih Presiden SBY untuk menggerakkan Dephan berjalan mantap dan konsisten terutama dalam proses pengadaan alutsista yang memberdayakan industri hankam strategis. Purnomo begitu dilantik langsung berlari, berkunjung, berdiskusi dengan berbagai pihak yang terkait alutsista untuk memetakan kembali jalan terang proses pengadaan alutsista. Salah satu poin pentingnya adalah road to consistency.
Bangun dari Bobo
Dephan pernah dijuluki SBY sebagai departemen Bobo (boros dan bobrok). Menhan waktu itu Yuwono Sudarsono sebenarnya di awal memimpin Dephan memiliki tekad dan semangat untuk mengajak Dephan berlari dan memberikan ruang bagi industri hankam dalam negeri, membuat Buku Putih Pertahanan, menciptakan Strategi Pertahanan Indonesia dan rencana-rencana sendu lainnya, maksudnya rencana senang duit untuk menciptakan postur TNI yang kuat dan disegani. Ya cuma itu, dalam perjalanannya kemudian banyak tercipta dan diciptakan kondisi yang mirip dengan hidup segan mati tak mau, atau dikasih roti singkong dibuang, tidak jelas mau beli alutsista yang mana sih, maksudnya darimana sih, dari negara mana sih, dari makelar mana sih.
Ada Kredit Ekspor dari Rusia sebesar $ 1 Milyar untuk beli persenjataan Sukhoi, Tank Amphibi, Kapal Selam kelas Kilo, Kapal Perusak Kawal. Sudah oke tuh 4 tahun yang lalu tanda tangannya, tapi barang yang ditunggu belum juga datang atau memang tak jadi datang. Pembelian 6 Sukhoi dari Rusia yang duitnya diluar kredit ekspor itu saja baru datang 3 biji dari jenis SU30, sedangkan yang 3 biji lagi dari jenis SU27 kedatangannya diundur, katanya, kayak undur-undur saja, senangnya mundur terus, lha terus kapan majunya TNIku ini. Kita mengharapkan Dephan bisa bangun dari bobonya dan bergerak lincah untuk membesarkan TNI.
Kalau boleh jujur, kunci dari semua ini adalah inkonsistensi dalam pengadaan alutsista. Bahasa terangnya adalah ganti pejabat ganti pola, ganti merek, ganti cara dan ganti makelar. Kalau kita baca Buku Putih Pertahanan, hati kita sebagai warga NKRI pasti berbunga, berbuncah melihat rencana besar Dephan dan TNI untuk memodernisasi alutsistanya. Disana ada kalimat penambahan 4 skuadron tempur, 3 skuadron angkut TNI AU, penambahan kapal selam sampai mencapai 12 unit, penambahan kekuatan KRI sampai mencapai 274 KRI, penambahan divisi dan batalyon tempur TNI. Semua itu memberikan rasa bangga manakala kita membaca dan menghayati rencana demi rencana itu.
Tapi manakala kita menelusuri jalan cerita episode berikutnya, masih dalam judul yang sama - alutsista seperti penyakit kista - maka kita pun akan bosan sendiri dengan jalan ceritanya, mosok kontrak pembelian Sukhoi yang 6 biji itu sudah berjalan 5 tahun yang datang baru 3 saja. Bandingkan dengan Malaysia yang kontrak 18 Sukhoi tahun 2007, seluruh pesawat berikut arsenalnya sudah sampai di bumi semenanjung Oktober 2009 lalu. Ironinya lagi, kontrak pembelian 20 Tank Amphibi BMP-3F realisasinya hanya 17 saja. Katanya sih harga sudah kadung naik karena lamanya birokrasi proses pengadaan itu, padahal nilai beli 1 BMP-3F berapa sih, kok sampai lama sekali tanda tangannya.
Rencana Kilo
Belum lagi kalau bicara Kilo yang jelas-jelas namanya disebut dalam paket perjanjian Kredit Ekspor itu. Entah kenapa baru rencana mau beli kapal selam jenis ini, tetangga RTnya NKRI Malaysia langsung demam chikungunya. Australia langsung panas dingin terkena virus H1K1 (virus Flu Kilo), Singapura tiba-tiba saja jadi amnesia, bahkan Jepang sampai mempertanyakan, untuk apa sih beli Kilo. Mending beli yang takarannya Ons saja, kira-kira begitu bunyi bahasa diplomasinya.
Mungkin dengan argumen ini jua, menghargai perasaan jiran, tiba-tiba rencana itu menjadi tak jelas lalu tiba-tiba nama Changbogo muncul ke permukaan sebagai alternatif beli kapal selam dari Korea. Itulah yang akhirnya membuat mantan KASAL yang digantikan Laksdya Agus Suhartono SE menjadi naik pitam dan bilang;Â Dari pada dapat kapal selam ecek-ecek mending duitnya dibeliin beras, katanya. Nah kelihatan kan rencana yang ada dalam Buku Putih Dephan, Daftar Usulan Alutsista TNI AL yang dibuat TNI AL tidak sinkron karena inkonsistensi tadi. Akhirnya ya itu prosesnya menjadi alon alon asal kelakon, dikira kepompong ternyata bunglon, tiba-tiba tetangga sebelah sudah menjadi tawon.
Kita berharap banget Menhan Purnomo bisa menaklukkan Dephan dengan mengedepankan kepentingan modernisasi alutsista TNI secara komprehensif dan fundamental berdasarkan kepentingan nasional, bukan kepentingan bang saku (baca: bank saku alias komisi). Ini adalah pekerjaan berat karena akan berhadapan dengan marketer (saudara sepupunya makelar) produsen senjata yang berupaya kuat menawarkan produk mereka dengan sejuta keunggulan dan segepok komisi.
Rencana pemberdayaan industri strategis mulai menampakkan sinarnya. PT DI melanjutkan order 9 Helikpoter Super Puma TNI AU, dapat pesanan 6 pesawat patroli CN 235 MPA. Pindad meneruskan 40 unit order Panser, produksi massal senjata SS2, roket dan artileri. PAL kebanjiran order PKR, FPB, Repowering KRI, Instrumen Tempur KRI, kerjasama buat kapal selam, pasang rudal dan lain-lain. Kemudian ada proyek rudal Lapan yang akan menjadi salah satu senjata strategis TNI.
Makna dari semua ini adalah cara pandangnya yang harus diubah yaitu dengan mengutamakan pemberdayaan industri hankam dalam negeri, mengutamakan produksi dalam negeri, baru kemudian menoleh jendela luar, itupun kalau yang diluar jendela tadi mau bekerjasama dengan industri hankam kita. Dan perjalanan manajerial seorang Purnomo akan diuji di medan yang penuh dengan jenderal bintang satu sampai empat. Kalau dia berhasil mereformasi Dephan maka dia layak mendapat bintang purnama, kalau tidak ya terpaksa minum bintang tujuh. Bukankah begitu bapak Presiden ?
*****
Jagpan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H