Mohon tunggu...
Robert Setiadji
Robert Setiadji Mohon Tunggu... Penulis - Warung Om KOMPA dan Tante SIANA Cari Kawan Kolaborasi

Email : Om KOMPA Tante SIANA warung.kata2x@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesempatan Hidup yang Ke-2 (Dua) Wati

18 September 2020   08:00 Diperbarui: 18 September 2020   08:11 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Takkan Lari Gunung di Kejar.
Lari Turun Gunung,  Jambu Air di Kejar.

Lagu :
Hidup ini adalah kesempatan...
Hidup ini untuk melayani Tuhan...
Jangan sia-sia kan, apa yang Tuhan beri...
Hidup ini hanya sementara...

Oh Tuhan pakailah Hidup Wati ...
Selagi Wati masih kuat ...
Bila saatnya nanti, Wati tak berdaya lagi...
Hidup Wati Sudah Jadi Berkat ...

Cerita :

Lagu religius diatas untuk gambaran awal cerita tentang Maria Setiawati yang dipanggil Wati ( Veldhuyzen Family  anak ke 4 Agnes Evertine Veldhuyzen ).
Karena lebih dari setengah umurnya mengabdi  untuk kegiatan-kegiatan Rohani.
Setelah mendapat cobaan hidup yang luar biasa, bagai dari 4  penjuru arah mata angin.
Yang bila diurut terbalik arah jarum jam seperti :

B : untuk inisial Barat ini menjadi Berdukacita yang dalam setelah meninggal dunia Mami :

Ya setelah Mami meninggal dunia yang menggantikan sebagai peran Ibu adalah Wati karena Peddy, Poly sudah menikah dan Didik ikut Papi bekerja di Jakarta.
Saat itu, Rumah di Jl. Majapahit 18 Surabaya bagaikan sebuah Panti Asuhan, karena tanpa ada orang tua yang mengasuh.
Wati sebagai anak yang tertua menjadi pengasuh bagi adik-adik nya.

S : untuk inisial Selatan menjadi Sekarat atau Dying akibat Sakit Jantung Bawaan atau kelainan ritme dan denyut Jantung yang tidak normal.
Yang mengakibatkan Wati beberapa kali harus rawat inap di ICU di Rumah Sakit dan sempat koma.

T : untuk inisial Timur menjadi Tunangan yang berkhianat menikah dengan wanita lain pilihan orang tua nya, yang ingin punya keturunan.
Karena kata Dokter : Wati tidak boleh hamil dan melahirkan anak sebab Jantung Wati lemah dan berbahaya bisa berakibat fatal bagi Wati dan Janinnya bisa meninggal dunia.

U : Untuk inisial Utara menjadi Universitas yang terpaksa berhenti karena Kesehatan Jantung yang lemah,  Wati tidak boleh capek, lelah dan stress termasuk kegiatan kuliah bisa berakibat fatal.

Cobaan penderitaan itu yang luar biasa itu terutama masalah Sakit Jantung, di prediksi Dokter hidup Wati tidak bertahan lama.

Pengalaman Pertama Mendaki Gunung yang tak terlupakan dan Abadi.

Saat itu ketika Wati sedang sakit-sakit nya dan istirahat dirumah.
Aku diajak oleh suami Ningsih yaitu Kak Ukas (bukan nama sebenarnya) untuk Mendaki Gunung Wilis didaerah Madiun Jawa Timur.
Ketika itu aku lupa bawa kamera untuk mengabadikan nya dan berkata ke Kak Ukas :
Wah lupa bawa kamera buat foto-foto untuk Kenangan.

Dan dijawab oleh Kak Ukas :
"Kenangan yang Abadi itu ada di Dalam Hati"

Benar memang Kenangan yang Abadi itu ada di Dalam Hati, yang terbukti saat ini aku mampu mengingat secara detail Pengalaman Pertama Mendaki Gunung yang Tak Terlupakan dan Spesial dan kini bisa aku Abadikan dalam tulisan ini :

Dari sampai di Terminal Bis Madiun dan di warung kopi hingga singgah dirumah Kepala Desa Terakhir, bila ditanya mau pergi kemana ? Dan kita jawab Mendaki Gunung Wilis.
Dan selalu dijawab kalau nanti akan bertemu dengan seorang Petapa Gunung Wilis.
Kalau Rejeki bisa ketemu dia diatas sana...
Karena susah sekali bertemunya bila belum jodoh nya untuk dapatkan Wangsit (Petuah yang bermanfaat untuk kesembuhan dan keselamatan hidup)

Dalam perjalanan Mendaki Gunung, aku membayangkan rupa seorang Petapa yang Tua bungkuk pakai tongkat dan berambut putih panjang hingga ke lutut...huh pokok seram dalam bayangan ku.

Sesampainya di daerah Puncak Gunung, kita berpapasan dengan laki-laki usia 30 tahun an dengan seorang anak kecil yang bawa tas perbekalan.
Laki-laki itu pakai baju coklat kehijauan seperti seragam Polisi Kehutanan dan pakai Sepatu Boot Plastik. Berabut hitam keriting dipotong rapi dan memakai topi.
Kami bertegur sapa dan lelaki itu bertanya ramah dan berkenalan :
Nama lelaki itu Pak Yanto.
Ketika Kak Ukas bertanya : Bapak dari Polisi Hutan ?
Lelaki itu menjawab : Saya bukan Polisi Hutan tapi saya jaga Gunung Wilis ini..
Saya Bertapa disini...
Dan secara bersamaan kita menjawab :
Oh...Bapak yang Petapa Gunung Wilis itu ya ?
Dan di Jawab : Ya...

Kemudian kita duduk-duduk bersama dan ngobrol berbincang.
Ditengah obrolan Kak Ukas bertanya kepada aku : Roy ada yang mau ditanyakan ke Pak Yanto...?
Pak Yanto ini Sakti lho...bisa obati orang sakit dari jauh...
Aku jadi ingat Wati yang sekarat sakit jantung dan aku tanyakan ke Petapa Pak Yanto itu dan diberikan "Wangsit" seperti ini :
Didepan rumah kan ada pohon jambu air sedang berbuah banyak...
Buahnya kan banyak semutnya...
Itu kamu potong bongkol pangkal yang banyak semutnya dan kumpulkan di Gilas di ulek hingga halus kemudian di buat Bobok ada Parem di oleskan di Dada Kiri Wati didepan Jantungnya.

Setelah dapat Wangsit itu kita cepat-cepat turun Gunung setengah berlari.

Bagai Kesempatan Hidup ke 2

Sesampainya dirumah langsung aku langsung kerjakan Wangsit dari Pak Yanto Petapa Gunung Wilis itu.
Dan benar setelah itu kondisi Wati Stabil tidak sakit-sakitan lagi dan bisa beraktifitas seperti biasa seperti orang sehat pada umumnya.
Meskipun bila diperiksa oleh Dokter tetap ada kelainan Jantung Bawaan dan diberikan resep rutin obat Jantung.

Kondisi kesehatan yang Stabil seolah Wati memperoleh Kesempatan Hidup ke 2 dan itu tidak disia-siakan dengan aktif pada kegiatan Rohani.
Hingga rumah ku jadi selalu ramai karena menjadi Sekretariat Muda-mudi Katholik dan Karismatik.
Yang biasa disebut Melayani Tuhan...

Akhirnya Wati bertemu jodoh dan menikah kemudian bertekad hamil dan mempunyai anak meskipun sudah dilarang oleh Dokter.
Tekad itu didasari oleh Iman yang tumbuh  kuat dari yang Wati pupuk bertahun mengabdi pada kegiatan-kegiatan Religius Kerohaniawan.
Oleh karena itu anaknya diberi nama Iman yang kini sudah menjadi dewasa.

Ajaib Tuhan...

Dalam Kehidupan Kita itu Tidak Ada Yang Kebetulan.
Semua itu sudah dirancang oleh Tuhan dan dengan Persetujuan Tuhan...

Bagaimana aku bisa diajak Mendaki Gunung Wilis oleh Kak Ulas hingga bisa Rejeki bertemu Petapa yang berikan Wangsit...
Kemudian Wangsit itu bisa bermanfaat membuat Kesehatan Wati yang Stabil.
Sehingga Wati bisa menjalani hidup seperti layakya orang yang sehat normal pada umumnya...
Menikah dan mempunyai Anak...

Kesempatan hidup ke 2 itu tidak disia-siakan oleh Wati dengan Melayani Tuhan...
Dan saat Wati sudah tak bedaya lagi....Hidup Wati sudah Jadi Berkat...

Wati wafat di tahun 2014 saat usia 59 tahun.
Atau berkesempatan hidup dengan bertahan 40 tahun dari saat Sekarat Sakit Jantung Bawaannya mulai muncul kambuh di usia 19 tahun.

"Sungguh aku Memuji Kebesaran Mu...
Ajaib Tuhan...Ajaib Tuhan..."

Ditulis Berdasar Kisah Nyata yang benar-benar terjadi.

Penulis :
Robert Setiadji - Roy
Adik kandung dari :
Maria Setiawati - Wati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun