Air Beriak Tanda Tak Dalam, Empang Beriak Tanda Kecebur.
Lagu :
Eh... Hujan Gerimis Aje,
Ikan Bawal di Asinin...
Dari Hutan Main Kabur Aje,
Pan Ronal minta di Kawinin...
Cerita :
Lagu Gambang Kromong budaya Betawi, Hujan Gerimis...
Dipopulerkan oleh  Benyamin Sueb, kiranya cocok untuk ilustrasi awal kisah cerita tentang Ronald Setiabudi atau Didik ( Veldhuyzen Family Generasi ke 3 ) yang sangat akrab dan familiar dengan Betawi.
Aku tidak terlalu tahu tentang kisah cinta Didik dengan Ran (Bukan Nama sebenarnya) karena tinggal beda kota.
Aku hanya dapat berita dari Papi Tjiptokonyoto kalau Didik sudah menikah.
Papi Tjipto bercerita : kakak mu Didik itu, dikirim kerja ke proyek di Hutan Kalimantan.
Eh ternyata main kabur balik ke Jakarta, dan tiba-tiba minta di kawinin.
Jodoh nya dapat orang Betawi asli, tetangga satu kampung di Gang Harlan.
Sewaktu Papi merantau ke Jakarta dan usahanya mulai jalan, anak-anak lelaki nya yaitu Poly, Didik dan Richard juga Roby pamanku semua ikut diboyong pindah ke Jakarta.
Kecuali aku karena masih balita, namun sering diajak Mami Agnes jenguk Papi di Jakarta.
Pertama-tama aku ke Jakarta yang saat itu Papi sewa rumah sangat sederhana di kampung yang masuknya dari Gang Harlan di daerah Kota Bambu, Petamburan Tanah Abang.
Tepat didepan rumah dihadapan langsung melintang sekitar 30 meteran ada  gundukan tanah mirip bukit yang tingginya melebihi rumah yang disewa Papi dan ternyata itu sebuah kuburan dengan batu nisan besar sekali lebarnya ada 10 meter dan tinggi 5 meter an,  yang mana orang kampung menyebutnya kuburan Sentiong (kuburan cina).
Saat aku tiba di Jakarta, Poly dan Roby sedang siap-siap balik pulang ke Surabaya.
Mereka bilang tidak kerasan dan takut karena sering diganggu hantu.
Sering mimpi didatangi pasukan tentara Tiongkok jaman Dinasti Ming dulu dengan menunggang kuda dan ketika bangun pagi, Â ternyata mereka sudah ada di depan rumah dekat kuburan Sentiong itu.
Pernah juga pas bangun pagi, wajah mereka dipenuhi dengan bedak dan sering kalau sedang tidur mendadak bangun dengan kaget karena kakinya ada yang tarik-tarik.
Rumah yang disewa Papi, bentuk bangunan arsitektur adat Betawi berlantai tanah dan tidak ada jamban, sehingga bila ingin kencing atau Buang Air Besar harus pergi ke Empang yang letaknya diseberang rumah dan dekat dengan kuburan Sentiong.
Pada suatu hari kira-kira jam 6 pagi, perutku mulas sakit sekali ingin Buang Air Besar atau BAB
Aku minta Mami antarkan ke empang tetapi Mami sedang repot masak sarapan.
Dan Mami menyuruh Didik untuk mengantarkan aku ke empang untuk BAB, namun Didik enggan dan malas-malasan masih ngantuk.
Karena sudah tak tahan sakit mulasnya, kemudian aku lari pergi sendiri dan tanpa sepengetahuan aku ada Ridwan (bukan nama sebenarnya) anak tetangga teman main yang sebaya usianya dengan ku sekitar lima tahun atau balita, mengikuti aku dari belakang.
Sesampainya di Empang, untuk masuk ke bilik BAB ada dua batang bambu yang terikat jadi satu dan panjang nya sekitar 5 meteran harus dilewati dengan jalan meniti hati-hati sambil jaga keseimbangan seperti orang akrobatik.
Namun karena aku setengah berlari dan batang bambu licin karena basah terkena embun pagi.
Menyebabkan aku terpeleset kecebur kedalam Empang sedalam 2 meteran itu.
Byurrrr...aku masuk kedalam kolam Empang yang warna airnya hijau kecoklatan.
Waktu didalam Empang gelap sekali dan aku hanya bisa bengong...dan meluncur makin kedalam dasar, Kemudian aku melihat keatas ada bayangan cahaya sinar matahari samar-samar, kemudian terlihat cahayanya makin membesar dan aku merasa ada yang mendorong ku ke atas kencang sekali disertai  ada "Bisikan : Lihat dua tangkai bambu itu...kalau sudah sampai diatas permukaan air langsung tangkap dan rangkul erat-erat..."
Benar ketika cahaya sinar makin besar melebar dan makin terang hingga byur...aku menyembul keluar air seperti terdorong terpental dari bawah dengan kencang sehingga aku bisa meraih batang bambu jalan Titian ke bilik itu yang jaraknya sekitar setengah meteran dari permukaan air Empang, dan kemudian langsung marangkulnya erat-erat agar tak jatuh tercebur lagi.
Kemudian aku naikan kedua kakiku dan badanku menjadi posisi merangkak dan ngesot pelan-pelan kearah tepian batas Empang dan tanah.
Setibanya ditanah, langsung aku berdiri dan berlari pulang sambil menangis dengan badan yang penuh kotoran.
Sesampainya dirumah ternyata sudah ada Ridwan yang laporkan ke Mami kalau aku kecebur ke dalam Empang dan Mami juga ada didepan rumah bersiap-siap ke Empang untuk menolong aku.
Sambil menangis aku lapor kecebur kecebur Empang ...dan langsung digendong Mami sambil bicara : "Untung Selamat, Untung Tidak Tenggelam...Siapa yang menolong mu Roy ? Tanya Mami setengah heran...dan aku tidak menjawab dan terus menangis...hu...hu...hu...
Kemudian Mami tanya Ridwan siapa yang menolong Roy...
Ridwan malah takut gemetar dan lari...
Mami makin heran dan bingung dan berkata : lho...Ridwan kok malah lari pulang ?
Mami langsung memarahi Didik sambil memukuli Didik dengan sandal...dan sambil teriak untung si Roy selamat dan tidak tenggelam di Empang...kalau sampai mati gimana hah...
Lain kali jangan malas dan lengah ya...kalau si Roy minta diantarin...kamu layanin dan jagain ya...Awas kalau enggak...
Kata Mami sambil mengacungkan sandal kearah wajah Didik.
Besoknya Papi langsung panggil tukang untuk buat jamban didalam rumah.
Tumbal kuburan Sentiong...