Mohon tunggu...
Mbah Paito
Mbah Paito Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jangan ada guling diantara kita.,.,.,.,.,

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Serunya Modis Bareng Bu Risma

23 Maret 2014   22:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Peserta Modis foto bareng Bu Risma *foto ngutil punya admin di twitter @kompasiana*"][/caption]

Mumpung masih anget dan virus males belum menyerang saya mau sedikit cerita tentang Kompasiana Modis kemarin. Saat membaca pengumuman admin tentang adanya Modis di Surabaya saya langsung antusias apalagi narasumbernya Bu Risma. Dengan semangat 45 saya langsung daftar dan woro-woro di fb. Seorang temen kuliah tertarik dan ikut mendaftar, lumayanlah buat temen ngobrol daripada kayak orang ilang di sana pikir saya.

Hari yang dinanti-nanti akhirnya datang juga, saya sengaja izin nggak macul dulu demi ikut acara ini. Pagi-pagi saya sms temen kuliah saya yang berdomisili di Mojokerto katanya dia berangkat jam 12.00 namun sekitar jam 1 siang dia sms katanya nggak bisa dateng karena mojokerto hujan deras. Ya sudahlah saya nekat berangkat sendiri. Perjalanan dari kos-kosan sampai gedung Kompas Gramedia cuma 30 menit mengendarai "belalang tempur" kesayangan.

Saya sms Mbak Dwi katanya dia udah sampai dari Madiun, "di lantai 6" katanya. Sampai di sana udah banyak kompasianer yang datang sebagian besar belum kenal. Setelah "tolah-toleh koyo kethek ditulup" saya lihat ada penampakan Mbak Dwi di pojokan lagi jeprat-jepret *pasang helm antikepruk*. Saya bergabung dengan Mbak Dwi daripada bengong jilid 2. Di sana ada Mbak Sarwendah dari Malang, ada Mas Qomar sama temennya yang saya lupa namanya *jiwa mbah-mbahnya keluar* yang juga dari Malang ada juga Mas Choiron di barisan depan lagi ngobrol sama Mas Isjet. Tak berapa lama Mak Indri Hapsari datang, ternyata aslinya lebih bullyable daripada di dunia maya *ketawa setan*. Mas Isjet memberi pengumuman bahwa Bu Risma telat datang, diskusi diundur sampai jam 15.00. Saya sudah menduga karena beberapa hari sebelumnya saya lihat di twitter, Bu Risma ada acara di salah satu radio bareng Glen Fredly sampai jam 14.00.

Suasana keakraban meski baru pertama ketemu bahkan baru pertama kenal membuat menunggu satu jam menjadi tak begitu terasa. Apalagi Mbak Dwi mengeluarkan obat orang kelalaparan yaitu Bakpia Jogja dan Geplak. Dalam sekejap makanan itu telah melanglang buana dari satu tangan kompasianer ke tangan lainnya dengan tentu saja difoto dulu sama emak-emak yang suka pamer jajan di fb :P . Pukul 15.00 lebih sedikit Bu Risma datang diskusipun siap dimulai dipandu Mas Isjet sebagai moderator. Hal pertama yang dilakukan Bu Risma adalah minta minyak angin sama ajundannya katanya nggak betah di ruangan ber AC *padahal saya kepanasan*. Emak-emak sebelah langsung nyahut "tuh minyak anginnya sama kayak punyaku" hiyaaahhh sempet-sempetnya promosi minyak angin -_- .

Jalannya Diskusi

Diskusi berjalan dengan santai diiringi clometan-clometan khas arek-arek suroboyo. Sesi pertama Bu Risma memaparkan apa yang dilakukannya selama menjadi walikota surabaya mulai dari lingkungan, berupa pembangunan taman-taman kota yang tersebar di seluruh penjuru kota surabaya. Saya jadi tahu taman-taman yang menarik yang belum pernah saya kunjungi selama di surabaya,salah satunya taman rajawali dimana di sana terdapat lapangan futsal yang tak kalah bagus dengan di lapangan futsal sewaan.

Di bidang pendidikan, semua sekolah negeri gratis dari SD sampai SMA bahkan ada makan siang gratis bagi siswa SMKN, seluruh biaya pembangunan, dan operasional sekolah ditanggung Pemkot, sekolah swasta juga mendapat subsidi. Di bidang kesehatan, ada jamkesmas kesehatan gratis bagi warga surabaya di rumahsakit rujukan, biaya rawat inap juga ditanggung asal mau di kelas 3. Di bidang kepegawaian Bu Risma menekankan fungsi PNS sebagai pelayan masyarakat. "Siapakah kita?" tanya Bu Risma, "pelayan" jawab ajudannya. Ia lebih memprioritaskan pegawai yang melayani warga daripada yang pandai. Dalam berkoordinasi dengan bawahannya, ia menggunakan HT yang selalu dibawa kemana-mana. "Pake HT lebih gampang, sekali saya marah seluruh surabaya denger semua" kata Bu Risma disambut tawa peserta. Dalam bidang birokrasi, pemkot berusaha memutus rantai birokrasi yang rumit melalui sistem online, dalam hal perijinan misalnya Saya juga baru tahu kalau ternyata masyarakat surabaya bisa mengajukan usul kegiatan dan pembangunan kota melalui musrenbang.surabaya.go.id.

Di Bidang sosial, pemkot juga menyediakan tempat untuk menampung lansia yang terlantar, anak jalanan, penderita penyakit kusta dan orang gila yang sebagian besar berasal dari luar Surabaya. Selain itu ada berbagai pembinaan kepada para warga seperti di bidang pertanian, perikanan, petani garam, hingga para mantan PSK dan anak-anak terlantar.

Dalam sesi tanya jawab ada kejadian menarik saat salah seorang kompasianer bercerita tentang pengalaman berurusan dengan birokrasi yang ribet saat akan menyelenggarakan suatu acara. Bu Risma langsung memintanya menyebutkan namanya dan memintanya untuk menjadi saksi dan siap-siap didatangi inspektorat. Nah loh. Heuheuheu. Begitu juga saat salah seorang kompasianer bertanya tentang permasalahan dualisme Persebaya, Bu Risma bercerita tentang usahanya mendamaikan para bonek dan mendampingi bonek dengan nada agak tinggi. “Kalau anda bonek aku mbokke bonek” disambut tawa peserta mengurangi suasana tegang yang sempat dirasakan. Ya itulah ciri khas orang Surabaya yang suka ceplas-ceplos bahkan emosi namun cepat kembali cair. “Sama bangsa sendiri aja nggak rukun gimana dengan bangsa lain” kata Bu Risma. Saat ditanya tentang kesediaannya untuk maju ke tingkat nasional beliau hanya menjawab “nggak, itu saja” disambut tawa dan tepuk tangan peserta.

Pukul 17.00 lebih dikit diskusi berakhir, waktu 2 jam terasa begitu cepat. Para peserta ramai-ramai mengajak salaman dan foto Bu Risma, beberapa malah ngajak selfie *ngiri*. Berhubung saya nggak bawa kamera *karena memang nggak punya* dan oonphone saya kameranya perlu kacamata minus *klo buat motret jauh jadinya blur hahaha* yaudah saya ngikut nampang aja siapa tau kejepret. Ternyata jadi orang tinggi itu nyusahin juga, saat difoto Mbak Dwi pake tabnya Mak Indri saya cuma kejepret dagu kebawah, giliran kejepret semua malah hasilnya blur. yaudahlah pasrah hahaha.

Setelah Bu Risma meninggalkan ruangan, kami ngobrol-ngobrol dulu dengan kompasianer lain dan yang tak kalah pentingnya “ngopeni” jajan untuk Bu Risma yang masih utuh *PPG.com*. Tak lupa juga foto-foto dengan kompasianer lain. Saat itu saya melihat kompasianer yang wajahnya familiar asik jeprat jepret ketika ditanya nggak mau ngaku namanya siapa. Dan saat di parkiran baru tau kalau beliau ternyata Mas Ukik sing “mbaurekso” gunung Bromo *pangling je, biasanya pake blangkon*. Pukul 17.30 saya meluncur meninggalkan gedung Kompas Gramedia menuju sisi utara surabaya. Satu hal yang kurang dari acara Modis kali ini yaitu nggak bisa modus hahahahah.

[caption id="" align="aligncenter" width="420" caption="ngopeni jajane Bu Risma sambil narjis.,., foto: Mbak Dwi"][/caption] [caption id="attachment_327998" align="aligncenter" width="300" caption="dok pri"]

13955614901066905848
13955614901066905848
[/caption]

***

*ditulis dengan mengandalkan ingatan yang sering blank*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun