Sebenarnya aku ingin seperti ini
Terlahir sama seperti mereka langsung bisa mengecap manis susu pertamaku darimu
Bukan serta merta kau pisahkan aku dengan segala alasan yang tak mampu ku mengerti...
Bahkan hingga kini..
Atau sekedar dekapan hangat kasihmu
Atau ciuman syukur yang mengalirkan airmata sukacita dirimu
Melihatku terlahir utuh sehat...Â
Semua awal hadirku..
Malah menjadi kiamat bagimu..
" Aku harus bagaimana? Bagaimana nanti membiayai hidupnya?" tanyamu yang menggetar mengantarkan aku kepada pelukan si perindu...Â
Pasrah... sudah... Tak pernah terbersit di hatimu, bahwa aku hadir membawa garis hidup, rejeki dan takdir sendiri...?
Sebenarnya aku ingin merasakan ini
Kau raih tangan mungilku yang kedinginan mendamba kasih yang mengalir lewat kehangatan jemarimu, tatap matamu, senyummu, dan dendang pengantar tidur yang akan membawaku terbang mengawang dalam mimpi yang indah penuh warna pelangi dan harum aroma bunga sepanjang masa..
Ah... mana sempat maujud semua
Jika dirimu berpaling risau dari ketakberdayaanmu melawan kemiskinan atau menata hati yang koyak, akan lelaki mana yang meninggalkanmu dalam kesepian lara nan asing dilatari suara tangisku yang semakin membuat kecut hatimu!
Sebenarnya aku cemburu
Melihat mereka yang lahir karena keinginan dan kerinduan yang menggetarkan langit dan bumi dengan damba dan puja akan karunia itu...
Sehingga kehadiran si montok suci tak berdosa disambut dengan suka cita... Airmata bahagia bercampur tawa gembira yang mengalir melalui lorong-lorong rumah sakit yang lengang membawa kidung cinta dan kesyukuran...
Bukan seperti diriku...Â
Hanya sekejap mencium aroma tubuh yang menguar dalam perjuangan hidup dan mati namun semua itu tak mampu menjembatani keberadaanku di sisimu untuk sesaat waktu yang lebih panjang...
Aku berpindah tangan... dan seketika itu juga kenangan tentangmu rusak dalam tanda tanya dan kebencian...
Sebenarnya aku terbuang..
tanpa pernah mengerti mengapa kalau lakukkan itu?
meski di kemudian hari aku menemukanmu kembali
namun hati ini sudah terlalu lama hampa, sunyi, sepi, kosong tanpa ada wajah, nama dan kenangan tentangmu se zarah pun..
Janggal jika aku memanggilmu mama...
Getir jika aku memanggilmu mama...
Meski begitu...
Maafkan aku...Â
( yang sampai saat terakhirmu, masih menganggap hutang penjelasan belum terbayar! )
Mengapa aku "dibuang?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H