“dengan koneksi dan pengalaman yang saya dapat, mata saya lebih terbuka terhadap seni dan tradisi yang sebelumnya tidak saya ketahui, seperti batik gong si bolong yang terinspirasi oleh Tugu Gong Si Bolong di Tanah Baru, darah Belanda yang kental hidup di antara orang-orang depok khususnya di area Jl. Pemuda, dan masih banyak lagi,” ucapnya.
Menurut saya, permasalahan yang terjadi di sini menunjukkan kurangnya peran pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan dan mempromosikan seni budaya yang dimiliki Kota Depok. Namun, dengan diadakannya Abang Mpok Depok, meskipun belum sempurna, tetap menjadi salah satu alat penting untuk menjaga identitas budaya lokal sekaligus menjadi pemantik peminat serta rasa peduli kita sebagai warga lokal terhadap seni budaya yang kita miliki. Dengan usaha bersama, kita dapat memastikan budaya Depok tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dan menginspirasi generasi mendatang. Salah satu seniman pedalangan yang saya temui dalam acara Hari Wayang Dunia 2024 yang diselenggarakan di pendhapa ISI Surakarta, pernah berkata “jika tidak ingin melakoni maka setidaknya senangi,” tuturnya, kutipan ini mengingatkan kita bahwa menjaga seni dan budaya lokal bisa dimulai dari hal sederhana, oleh karena itu marilah kita mulai dari langkah kecil, dengan cara mencintai dan menghargai seni budaya yang kita miliki.
Penulis: Jagadhitra Sikumago
Program Studi: Film dan Televisi, Insitut Seni Indonesia Surakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H