Kemajuan teknologi yang sangat pesat menjadi musuh yang nyata bagi seluruh negara karena menimbulkan dampak yang menguntungkan atau justru merugikan bagi masyarakat.
Pemerintah Indonesia memiliki visi bahwa tahun 2045 merupakan masa "Indonesia Emas". Tentu harapan itu menjadi angin segar bagi seluruh masyarakat supaya pemerintah dapat mewujudkan harapan tersebut.
Slogan yang berbunyi "Indonesia Emas 2045" justru menjadi bahan ejekan netizen dan dirubah menjadi "Indonesia Cemas" serta "Indonesia Emas 20450". Tentu ejekan itu bukan karena mereka tidak suka kepada pemerintah, tetapi melihat kenyataan yang terjadi di seluruh wilayah di Indonesia.
Teknologi yang saat ini semakin cepat dan efektif untuk berbagi informasi yang seharusnya diterima oleh seluruh rakyat justru mengalami ketimpangan pada daerah terpencil. Â Salah satu contohnya adalah tidak meratanya infrastruktur digital yang tersedia.
Salah satu kasus yang menyebabkan ketimpangan infrastruktur digital di Indonesia adalah kasus korupsi pengadaan proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dilakukan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johny G. Plate, ia menjabat sebagai Menkominfo sejak 2019-2023.
Johny G. Plate melakukan korupsi pembangunan tower yang awalnya merupakan proyek strategis nasional untuk membangun infrastruktur jaringan komunikasi yang bertujuan meratakan jaringan internet untuk upaya transformasi digital berbagai daerah yang terpencil dan tertinggal.
Akibat korupsi yang dilakukan oleh Johny G. Plate negara mengalami kerugian sebesar Rp8.032 triliun yang ternyata delapan kali lipat lebih besar dari dugaan awal yang hanya sebesar Rp1 triliun. Selain mengalami kerugian materi, negara juga mengalami kerugian bagi warga karena pembangunan BTS 4G memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan kualifikasi yang telah direncanakan.
Dengan adanya kasus korupsi pembangunan proyek BTS 4G menunjukan bahwa adanya celah rawan yang dimanfaatkan oleh sejumlah oknum guna mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Berkaca dari kasus korupsi ini seharusnya pemerintah memanfaatkan untuk melakukan perbaikan dan evaluasi pada setiap aspek. Terutama yang berkaitan dengan aspek penyediaan barang dan jasa yang seharusnya merujuk dengan regulasi yang telah ditetapkan dari awal.
Padahal pembangunan infrastruktur digital di wilayah terpencil sangat dibutuhkan karena membawa dampak yang luas seperti meningkatnya akses ke pendidikan, layanan kesehatan, serta memberikan peluang ekonomi masyarakat melalui e-commerce dan  pekerjaan yang bisa dilakukan dari rumah tanpa harus ke kantor atau yang dikenal dengan Work From Home (WFH).
Dengan adanya pemerataan infrastruktur digital memberi sebuah kesempatan untuk pemerintah ketika menyebarkan informasi secara efektif dan efesien serta mendukung pembangunan berbasis data. Investasi untuk pemerataan infrastruktur digital di daerah terpencil bukan hanya berfokus pada layanan internet, tetapi juga memberikan peluang yang setara bagi semua kalangan masyarakat.
Ketika memberikan anggaran untuk pemerataan infrastruktur digital di daerah terpencil, pasti pemerintah mempunyai beberapa faktor guna mengkaji bagaimana kondisi dari geografis daerah tersebut seperti kondisi jalan yang sulit ditempuh dan terbatasnya transportasi yang tersedia. Akibat faktor tersebut dapat dipastikan akan meningkatkan biaya pembangunan.