JAGAT perpolitikan Indonesia mestinya disarati dengan adu ide dan gagasan, bukan lebih menggaungkan politik identitas. Itu yang lebih afdol dibahas di tahun politik sekarang ini. Politik yang inklusif, menyatukan berdasarkan gagasan dan pemikiran untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik lagi.
Menuju pesta demokrasi melalui Pemilu dan Pilpres 2024, partai-partai politik hendaknya tidak menggunakan segala cara untuk meraih kemenangan, seperti politik identitas, ujaran kebencian hingga polarisasi. Faktor-faktor yang berpeluang menimbulkan perpecahan, sebagaimana pernah terjadi sebelumnya.
Para elit politik wajib untuk terus memberikan contoh kepada masyarakat agar tidak menggunakan politik identitas di pesta demokrasi 2024 mendatang. Politik identitas, sekali lagi, mengancam perpecahan bangsa.
Banyak pelajaran pahit dari masa lalu, dari pelaksanaan Pemilu dan Pilpres di mana para kandidat menggunakan politik identitas, yang kemudian menyebabkan keterbelahan.
Untuk itulah perlunya partai-partai politik memiliki semacam pakta integritas, atau membuat aturan-aturan dalam pelaksanaan Pemilu. Harapannya, pada saatnya nanti, tidak melakukan kampanye berlebihan yang bisa mengoyak keutuhan bangsa.
Harapan yang lain, para calon-calon pemimpin bangsa yang berjuang pada kontestasi atau pesta demokrasi 2024 sama-sama bisa mengusung sikap siap menang sekaligus siap kalah. Jangan hanya mengedepankan sikap siap menang tetapi tidak siap kalah, sehingga berpotensi menimbulkan berbagal hal yang destruktif. Â
Intinya, di tahun politik dan di masa genting awal tahun 2024 ketika menghadapi Pemilu sekaligus Pilpres, yang lebih dikehendaki masyarakat adalah bagaimana partai-partai politik seyogyanya mampu mengunakan cara-cara yang tepat, tidak menggunakan cara-cara yang bisa menimbulkan perpecahan dan tidak menghalalkan semua cara untuk memperoleh kemenangan.
Konsideran dengan itu, partai-partai politik atau calon/kandidat pemimpin bangsa hendaknya pula tidak menggunakan agama hingga pendidikan sebagai alat untuk bahan kampanye.
Dalam konteks itu, menjadi tantangan tersendiri bagi partai-partai politik untuk selalu mengedukasi masyarakat dan melakukan sosialisasi atau dialog kebangsaan baik nasional hingga daerah.
Bagaimana lebih memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menghindari ajakan menghadiri kampanye di tempat-tempat yang tidak semestinya, misalnya sarana ibadah, masjid atau gereja atau sarana pendidikan, termasuk pesantren. Partai dan elit politik wajib untuk mengedukasi dan menyosialisasikan hal itu.