MENUJU ke saat pengajuan nama calon presiden dan wakil presiden oleh koalisi partai-partai atau pun partai yang sudah memiliki tiket langsung mengusung capres-cawapresnya, atmosfir politik semakin menghangat. Tak pelak, situasi ini juga menjadi semacam ujian bagi koalisi yang sudah terbentuk.
Ujian ini juga tengah dihadapi oleh Koalisi Indonesia Baru (KIB), jalinan kemitraan dari Golkar, PAN dan PPP. Alih-alih mematangkan rumusan untuk mengajukan kandidat yang bakal diusung, PAN tiba-tiba mengindikasikan mengusung calon lain di luar kader terbaik partai.
Meski kandidat capres-cawapres tersebut masih belum pasti dideklarasikan oleh partai matahari terbit, akan tetapi hal itu sudah menohok dua partai anggota koalisi lainnya, dalam hal ini Golkar dan PPP.
Golkar dan PPP secara resmi belum mengajukan kader terbaik yang bakal diusung. Golkar memang terus memperkenalkan Airlangga Hartarto sebagai bakal capresnya, akan tetapi karena nama Ketua Umum partai beringin tersebut sudah mengemban mandat menjadi capres dari hasil Munas dan Rapimnas yang diadakan jauh sebelum KIB terbentuk.
Di samping itu, mendorong kader partai lain menjadi capres juga tidak sesuai dengan fatsun politik. Etika berpolitik yang baik ini yang disinggung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat ada partai lain yang mencalonkan kadernya sebagai bakal capres yang mereka usung.
Kala itu, sekadar mengingatkan, Megawati marah kepada PSI yang menduetkan kadernya dengan unsur lain. Kata Mega, adalah menjadi tugas partai politik untuk melahirkan, mendidik, dan membesarkan kader-kadernya. Itu harus menjadi kebanggaan partai.
Fatsun politik itu yang dijunjung tinggi oleh PDIP dan Golkar. Komitmen dan konsisten untuk membuat kader terbaik mereka siap ditempatkan di posisi apapun, termasuk tentunya menjadi pemimpin bangsa.
Sikap PAN dengan kemungkinan mengusung kader partai lain inilah yang seyogyanya patut dipertanyakan, sebab menyalahi fatsun politik partai. Itu yang tidak dikehendaki oleh Golkar juga.
Walau demikian, elit Golkar menanggapi indikasi PAN kemungkinan mengusung kader lain dengan santai. Apa yang disampaikan oleh Dave Laksono, Ketua DPP Partai Golkar yang juga pimpinan ormas Kosgoro 1957, menarik untuk ditelaah.
Golkar, PAN dan PPP adalah tiga entitas politik yang memiliki pemahaman dan ideologi kebangsaan yang serupa. Mereka tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu untuk melanjutkan pembangunan bangsa hari ini yang telah dirintis oleh Presiden Jokowi. Oleh karena itu, kata Dave, ketiga partai dalam KIB tetap harus saling menghormati sikap dan kebijakan politik masing-masing.
Walau demikian, jelas Dave, apapun aspirasi ketiga partai akan dibahas di KIB, termasuk soal capres-cawapres. Keputusan capres-cawapres akan ditetapkan pada waktu yang tepat. Publik diharapkan sabar menunggu.
Hal-hal yang berkaitan dengan arah koalisi ke depan, sebagaimana disampaikan Dave kepada Kompas.com, disepakati dan diumumkan bersama-sama kepada publik pada waktu yang tepat.
Golkar sendiri, kata Dave, konsisten untuk membawa amanah Munas dan Rapimnas yang sudah menyepakati Airlangga Hartarto sebagai capres mereka. Meski perolehan suara dan pemilikan kursi parlemen jauh lebih tinggi dibanding PAN dan PPP, namun dalam KIB keputusan yang diambil berdasarkan musyawarah.
Mekanisme pengambilan keputusan penting diambil melalui mekanisme musyawarah sudah disepakati sebelumnya dalam pembentukan koalisi. Begitu juga dalam penentuan bakal capres dan cawapres. Semua dilakukan dalam rangka membangun kesetaraan politik.
Oleh karena itu, meski Golkar terbesar perolehan suara dan kursi parlemen, partai beringin sejak awal sudah memperlihatkan kedewasaannya dengan mewacanakan kesetaraan dan mekanisme musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H