Mohon tunggu...
Jafran Azzaki
Jafran Azzaki Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Menulis

Seseorang dengan hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

MK Jangan Ingkari Semangat Demokrasi

9 Januari 2023   12:34 Diperbarui: 9 Januari 2023   12:49 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pimpinan parpol yang menghendaki Pemilu 2024 tetap menerapkan Sistem Proporsional Terbuka menggelar pertemuan, Minggu (8/1/2023). (Foto: Kompas.com).

MASIH tentang seputar Judicial Review (JR) dari sistem Pemilu 2024 yang tengah disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga tinggi negara yang paling bertanggung jawab soal konstitusi atau perundang-undangan ini didesak untuk tidak mengingkari semangat berdemokrasi.

MK juga jangan sampai terjebak apalagi terlibat turut serta dalam merusak sistem pemilu yang telah dan sedang dibangun. Dalam menguji gugatan Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu Tahun 2017 ini MK wajib untuk selalu menjaga marwahnya sebagai "Guardians of Constitution" sekaligus "Guardians of Democracy".

Kita ketahui bahwa proses persidangan JR ini masih berlangsung, sudah tiga kali dibahas, dan 17 Januari mendatang dilanjutkan kembali dengan mendengarkan keterangan dari Presiden dan pihak terkait lainnya, termasuk kalangan DPR.

Terkait keterangan dari parlemen, sikap dewan bisa dikatakan belum solid. Sebanyak 8 fraksi DPR menolak sistem proporsional tertutup yang menjadi tujuan dari JR tersebut, sedangkan satu fraksi masih menolak.

Aspek hukum tidak melegalisasi mayoritas memenangkan minoritas, demikian juga dalam gugatan perkara sistem Pemilu 2024 tersebut. Sistem proporsional terbuka yang sudah diterapkan pada beberapa pemilu terakhir, misalnya 2004, 2009 dan 2014, hendak dikembalikan ke sistem proporsional tertutup yang dipergunakan pada pemilu sebelumnya dan tak sedikit menimbulkan gejolak.

Dari 9 parpol yang berada di parlemen, sebanyak 8 parpol tetap menghendaki sistem proporsional terbuka, yakni Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, PKS, PPP, PAN dan Demokrat. Mereka konsisten dengan penolakannya. Mereka meminta PDIP, satu-satunya parpol yang mendukung pengajuan JR tersebut, memperlunak sikapnya.

Perdebatan tentang penerapan sistem Pemilu 2024 ini, dengan mayoritas menghendaki tetap dipergunakannya sistem proporsional terbuka, memang belum sampai menimbulkan persetuan yang tajam antara kedelapan partai dengan PDIP. Kendati demikian, tak bisa dipungkiri jika bagaimanapun hal itu sudah menimbulkan kegaduhan politik.

Kegaduhan politik ini juga yang ingin dihindari oleh kedelapan parpol pendukung sistem proporsional terbuka. Tak bisa dipungkiri jika 2023 dan 2024 merupakan tahun-tahun politik. 2023, persiapan menuju kontestasi politik akbar pada tahun berikutnya. Apa yang terjadi pada 2023 bisa menjadi cermin dari berbagai peristiwa mendatang. Mempertahanankan kondusivitas atmosfir politik adalah hal terpenting sebelum memasuki fase krusial di tahun berikutnya.

Pertemuan delapan pengurus partai yang meminta MK tidak mengabulkan JR tersebut, sehingga Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, sebagaimana sudah dilakukan 5 kali pasca reformasi, tentunya dengan mengusung semangat tersebut. Sejak awal wakil dewan juga menyesalkan sikap KPU yang mendukung wacana perubahan sistem pemilu tersebut.

Kita melihat seriusnya permasalahan menyangkut perenapan sistem Pemilun 2024 tersebut sehingga kedelapan parpol kembali bertemu untuk meneguhkan sikapnya. Jika pada pertemuan pertama pertemuan hanya dihadiri oleh pimpinan atau bahkan perwakilan dari kedelapan fraksi, pertemuan kedua yang digelar Minggu (8/1/2023) langsung diikuti mayoritas pimpinan tertinggi parpol masing-masing.

Kedelapan pimpinan parpol meneguhkan sikap dan meminta MK untuk tetap konsisten dengan putusannya pada 2008 lalu, bahwa Pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka sesuai pasal 168 ayat 2 UU Pemilu Tahun 2017.

Indonesia menjalankan 5 kali Pemilu selama masa reformasi. Selama itu sistem pemilu terus disempurnakan, yang semakin mendekatkan rakyat dengan pilihan orisinalitasnya.

Putusan MK pada 23 Desember 2008 dari JR gugatan perkara sistem pemilu dinilai sudah kesempatan bagi rakyat untuk bisa mengenal, memililh, dan menetapkan wakil mereka secara langsung, orang per orang. Sistem proporsional terbuka dinilai tidak lagi menyerahkan kewenangan penuh pada partai politik.

Hal itu dinilai sebagai kemajuan sekaligus karakteristik demokrasi Indonesia. Perpaduan antara keharusan kedekatan rakyat dengan wakilnya dan keterlibatan institusi partai politik tetap harus dijunjung. Oleh karena itu, penggunaan sistem proporsional tertutup malah memukul mundur demokrasi Indonesia....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun