Mohon tunggu...
Jafier Viola
Jafier Viola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

Seseorang yang mau mencoba hal baru, dan tidak berhenti belajar karena sejatinya ilmu tidak berat untuk dibawa ke mana pun.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Politik dan Tantangan Parliamentary Threshold: Studi Kasus Refleksi Pemilu Tahun 2024 di Indonesia

17 Juni 2024   21:50 Diperbarui: 20 Juni 2024   22:46 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

"Partailah jang memegang obor, partailah jang berdjalan di muka, partailah jang menjuluhi djalan jang gelap...Partailah jang memimpin massa itu di dalam perdjoangannja merebahkan musuh...Partailah jang harus memberi ke-bewust-an pada pergerakan massa, memberi kesadaran, memberi keradikalan" (Soekarno, Mentjapai Indonesia Merdeka 1933). 

Begitulah partai politik dideskripsikan oleh the founding father, Bung Karno. Sedang menurut Miriam Budiarjo,

partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama (Budiardjo, 2016).

Di jantung demokrasi Indonesia, partai politik bagaikan denyut nadi yang menggerakkan partisipasi rakyat dan mengantarkan suara-suara aspirasi menuju kursi pemerintahan. Dalam kancah politik yang kompleks dan dinamis, pemahaman mendalam tentang peran dan fungsi partai politik, serta sistem ambang batas parlemen, menjadi kunci untuk memetakan masa depan demokrasi bangsa.

Fungsi partai politik itu vital karena tidak hanya sebagai penampung aspirasi, melainkan untuk menjaga keberlangsungan demokrasi itu sendiri. Berikut beberapa fungsi dari partai politik:

  • Fungsi Artikulasi Kepentingan: Partai politik menjadi corong aspirasi dan kepentingan rakyat, menyuarakan kebutuhan dan harapan mereka kepada pemerintah.
  • Fungsi Agregasi Kepentingan: Beragam kepentingan yang berbeda dalam masyarakat dihimpun dan disatukan oleh partai politik menjadi satu kesatuan yang koheren.
  • Fungsi Sosialisasi Politik: Partai politik berperan penting dalam mengedukasi dan menyebarkan informasi politik kepada masyarakat, meningkatkan literasi dan kesadaran politik rakyat.
  • Fungsi Rekrutmen Politik: Melalui mekanisme internalnya, partai politik menyeleksi dan memilih kader-kader terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik, memastikan representasi yang berkualitas dalam pemerintahan.
  • Fungsi Partisipasi Politik: Partai politik memotivasi dan mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses politik, memperluas partisipasi rakyat dalam mewujudkan demokrasi yang inklusif (Budiardjo, 2016).

Dalam konteks pemilu, partai politik secara sederhana merupakan kendaraan politik bagi calon-calon legislatif dan eksekutif (Ansari, Syamsu, & Ekawaty, 2022). Oleh karena itu, peranan partai politik dalam penyelenggaraan pemilu ini cukup penting karena menjadi wadah untuk menyaring para calon kandidat. Untuk membangun sebuah sistem pemerintahan, keterkaitan antara sistem pemilu dan sistem kepartaiannya tidak dapat dilepaskan (MU’MIN & SANUSI, 2020). Hal ini dikarenakan posisi dan peranan strategis yang dimainkan oleh partai politik dalam sistem demokrasi. Perlu kita ingat bahwa salah satu fungsi dari partai politik yang telah disebutkan juga sebagai jembatan atau perantara antara pemerintah dengan warga negara atau sebaliknya.

Di tahun 2024 ini, Indonesia kembali mengadakan hajatan terbesar lima tahun sekali untuk memilih wakil mereka di parlemen sekaligus pemimpin untuk menakhodai Indonesia selama lima tahun ke depan. Selalu ada bahasan menarik ketika kita berbicara terkait pelaksanaan pemilu di Indonesia. Jika berkaca pada UU No. 7 Tahun 2017 yang mengatur pemilihan umum, selain pelaksanaan pemilu yang dilaksanakan secara serentak, hal-hal seperti parliamentary threshold, dan presidential threshold, menjadi bahasan yang cukup menarik karena memiliki keterikatan. Lebih jauh dari itu, hal-hal yang disebutkan di atas menjadi tantangan konkret bagi partai politik peserta pemilu juga pada hasil akhir Pemilu 2024 juga.

Isi dan Pembahasan

1. Parliamentary Threshold sebagai Tantangan Partai Politik Peserta Pemilu

Parliamentary Threshold atau ambang batas parlemen adalah perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (MU’MIN & SANUSI, 2020). Jika berkaca pada UU No. 7 Tahun 2017 yang mengatur pemilihan umum, parliamentary threshold tentunya tidak luput menjadi substansi di dalamnya. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa besaran ambang batas parlemen di Indonesia itu sebesar 4%. Artinya, sebuah partai jika ingin lolos untuk ikut perhitungan kursi di Senayan sana harus minimal memperoleh total suara sebanyak 4% dari jumlah suara sah secara nasional.

Lantas, apa sebetulnya tujuan dari diberlakukannya ambang batas ini karena jumlah 4% yang disebutkan sebelumnya bukanlah jumlah yang sedikit dan banyak menghasilkan residu suara dari partai politik yang tidak dapat memenuhi ambang batas (Putri, Ayuningtyas, Mariyam, & Syahida, 2023). Terlebih, di parlemen sendiri tidak fraksi yang berisikan gabungan dari partai-partai politik yang tidak dapat memenuhi ambang batas. Namun, tujuan dari diberlakukannya parliamentary threshold ini secara normatif baik karena untuk menjaga stabilitas di pemerintahan itu sendiri. Dalam sidang pengujian ketentuan ambang batas parlemen untuk perolehan kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang juga diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), menurut pemerintah ambang batas parlemen tersebut tidak melanggar apa pun. Jumlah partai politik yang ada di parlemen tidak dapat dijadikan satu-satunya indikator demokratis atau tidaknya sebuah negara (Humas MKRI, 2023). Pemberlakuan ambang batas ini juga idealnya untuk mendorong persaingan kuat antar partai politik peserta pemilu. Namun, apakah hal tersebut sudah benar-benar terjadi?

Rasa-rasanya, mewujudkan pemerintahan yang stabil dan membangun iklim persaingan yang sehat hanya alibi semata dari partai-partai lama yang sudah memiliki basis suara. Pemberlakuan ambang batas parlemen ini hanya terkesan untuk mengamankan suara partai-partai politik lama dengan membabat habis partai-partai politik baru yang belum memiliki basis suara yang besar melalui regulasi (Ansari, Syamsu, & Ekawaty, 2022). Efektivitas sebuah undang-undang itu dinilai berdasarkan ukuran pantas atau tidak pantas, bukan dengan ukuran benar atau salah. Tidak etis rasanya jika harus menghanguskan suara masyarakat yang memberikan legitimasi pembentukan regulasi dengan dalil efektivitas roda pemerintahan (Taufiqurrohman, 2021). Padahal, demokrasi sendiri menghendaki dan menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Ambang batas secara eksplisit memang merugikan partai politik, namun secara implisit merugikan rakyat utamanya mereka yang suaranya harus hangus karena memilih partai yang tidak lolos ke parlemen (Putri, Ayuningtyas, Mariyam, & Syahida, 2023). Ketiadaan landasan filosofis dari awal perumusan regulasi ini juga pada akhirnya menyebabkan penerapan ambang batas parlemen ini justru menjadi ancaman bagi partai kecil atau baru yang akhirnya berujung pada pemilu yang diskriminatif dan eksklusif karena sirkulasi elitenya hanya berputar di partai politik besar (Firdaus,   2016:14). Hal ini semakin diperkuat karena setiap edisi pemilu jumlah atau besar dari parliamentary threshold ini sendiri tidak konsisten, sehingga indikasi bahwa regulasi ini merupakan kepentingan dari partai politik besar sulit untuk terbantahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun