Mohon tunggu...
jafar shodiq
jafar shodiq Mohon Tunggu... Penulis - Santri santui Indonesia

orang solo yang pengen nekuni dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ternyata Calon Kiai Kita Mukasyafah

21 Desember 2020   22:42 Diperbarui: 21 Desember 2020   22:49 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kau mengikuti umimu menuju kamar dengan perasaan tak tenang, dan betapa terkejutnya kau melihat abahmu terbaring lemah di atas ranjang.

"Setelah mengimami salat Ashar, abahmu tiba-tiba pingsan di teras musala dengan tangan memegang dada. Sampai sekarang abahmu belum sadar juga," tutur umimu terisak tangis. Tampak di wajahmu rasa kesedihan mendalam, kau segera menahan air mata yang mau keluar.

Abahmu terbatuk dan sadar, cepat-cepat ibumu mengambil gelas berisi air putih di meja kecil di samping ranjang, lantas meminumkannya kepada abahmu.

"Nak, tolong gantikan abah mengimami salat Maghrib." Suara abahmu serak lagi berat. Kau semakin terkejut saat mendengar perintah itu, tapi karena tak tega melihat ayahmu, terpaksa kau menganggukkan kepalamu.

                Ah, air mata menetes dari tepi matamu, karena pikiranmu menjelajahi semua itu. Kau menyalahkan waktu, tapi waktu balik menyalahkanmu.

"Kenapa aku tak bersungguh-sungguh dari dulu, kenapa aku tak belajar dari dulu," sesalmu. Kau bingung harus berbuat apa. Selain surah al-Fatihah, tak ada surah yang kau hapal kecuali dua. Al-Ikhlas dan al-Kafirun, itu saja. Kau juga khawatir akan lupa nanti saat mengimami. Kau ingin lari, tapi kau ingat kalau esok nanti kau akan jadi kiai. Apa kata dunia kalau calon kiai melarikan diri karena tak bisa mengimami.

                Kau memberanikan diri untuk bertepuk tangan, tapi seakan ada berton-ton beban menahan. Kau berusaha dan memaksakan diri, karena kelihatannya kakek di pojok musala itu tak bisa membaca shalawat lebih lama lagi.

"Plak" setelah semua tenaga kau kerahkan, setelah kau buang semua rasa ragu dan ketidak yakinan, akhirnya kau berhasil bertepuk tangan, meski hanya dengan tepukan yang membisik di semua telinga orang. Kakek di pojok musala tersenyum lega, lantas berdiri mengumandangkan ikamah. dengan perlahan kau berdiri dan mulai maju ke tempat pengimaman, jamaah di belakangmu pun mulai membentuk barisan. Dengan suara lantang kau membaca Allahu akbar, mengangkat tangan melaksanakan takbiratul ihram. Jamaah di belakangmu turut mengangkat tangan, takbiratul ihram secara hampir bersamaan.

                Setelah membaca surah al-Fatihah, kau bingung antara membaca surah al-Kafirun atau al-Ikhlas. Kau diam untuk meyakinkan diri sesaat, setelah yakin kau membaca surah al-Ikhlas dan menyempurnakan satu rakaat. Kau diam sejenak lagi setelah membaca surah al-Fatihah di rakaat kedua, kau memang hapal surah al-Kafirun lima hari yang lalu, tetapi kau masih ragu, apakah hafalan itu masih melekat di kepalamu? Kau tak begitu yakin, tapi tak ada pilihan lain. Kau pun mulai membaca surah al-Kafirun. Ayat pertama, kedua dan ketiga kau baca benar. Namun pada ayat ke-empat dan kelima kau bingung, kau berputar-putar pada dua ayat itu.

Wala ana 'abidun ma 'abadtum - wala antum 'abiduuna ma a'bud

Entah sudah berapa kali kau berputar pada dua ayat ini. Kau bingung bukan kepalang, kau tak tahu harus berbuat apa, keringat dingin kembali mengalir menyusuri pori badanmu, kau kehabisan akal. Kau menerobos jamaah, lari keluar musala, lantas duduk dengan kedua tangan memegang kaki dan menenggelamkan kepala di antara kedua paha. Melihatnya, semua jamaah turut berhamburan ke luar musala, melakukan apa yang kau lakukan. Sesaat setelah itu, gempa kecil menggetarkan desamu, mengguncang dan merobohkan musala tuamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun