Mohon tunggu...
Jafar G Bua
Jafar G Bua Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Photo Journalist CNN Indonesia, salah satu stasiun televisi yang menjadi bagian dari CT Corp dan CNN International. Saat ini bekerja dan berdomisili di Pulau Sulawesi, namun ingin berkelana ke seluruh pelosok Nusantara Jaya. Semua tulisan di microsite ini dapat dikutip sepanjang menyebutkan sumbernya, sebab ini semua adalah karya cipta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di antara Secangkir Kopi, Suwarni, Santoso dan Operasi Tinombala

24 April 2016   12:34 Diperbarui: 24 April 2016   12:50 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu, sesuai penuturan perempuan berusia 35 tahun ini, ia baru saja dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Poso dan kemudian ke Rumah Sakit Wirabuana Palu. Ia didera diabetes mellitus, kencing manis akut. Tiga jari kakinya sudah diamputasi karenanya.

"Apa yang dibicarakan Abu Wardah saat menelpon Mbak Suwarni?" Tanya saya. "Cuma pembicaraan biasa. Dia tanya kabar anak-anak. Dia bilang jangan lupa anak-anak diajari mengaji dan shalat. Saat saya tanya dia kapan pulang jawabannya; Insya Allah," aku perempuan yang memberi tiga anak untuk Santoso ini.

Di mata putri pasangan Sarno Suwito dan Saminen ini, Santoso adalah sosok suami dan ayah yang sangat baik untuk dirinya dan anak-anak. Kata Suwarni, "Dia tidak pernah marah. Kalau saya yang marah, dia cuma diam." Orang tua Suwarni juga mengakui soal itu.

Pasangan Sarno Suwito dan Saminem, bapak dan ibu Suwarni adalah transmigran asal Gunung Kidul, Daerah Istimewa Jogjakarta. Mereka merupakan bagian gelombang transmigrasi yang ditempatkan di sejumlah wilayah di Poso sekitar 1970-1976. Santoso sendiri juga adalah keluarga transmigran. Ibu dan bapaknya, Isran dan Rumiah berasal dari Magelang, Jawa Tengah.

Menurut Suwarni, ia bertemu dengan Santoso antara tahun 1998-1999 saat Santoso menjadi tukang batu. Kisah ini dikuatkan oleh Yusmanto, Kepala Desa Bhakti Agung. Lelaki itu yang mengantar saya dan teman-teman bertandang ke rumah Suwarni. "Santoso ini dulu sempat jadi tukang batu. Dia dan teman-teman yang bangun Pura di desa ini. Ia bekerja apa saja," ujar Yusmanto. Santoso sendiri saat itu, masih tinggal di Desa Lanto Jaya, Poso Pesisir bersama orang tuanya.

Dalam ingatan perempuan bersuku Jawa ini, Santoso adalah suami yang sangat bertanggungjawab pada keluarganya. "Ia dulu punya motor Honda GL Pro yang ada keranjangnya. Dia jualan segala macam di situ. Ada buku, parang, barang rumah tangga dan lain-lain. Dia jualan keliling Poso," kisahnya.

Kisah itu dikuatkan pula oleh Andi Baso Thahir, kawan Santoso yang kini menjadi Kepala Urusan Keuangan Desa Tokorondo, Poso Pesisir. Tutur dia, "Santoso itu rajin orangnya. Dia jualan keliling. Nanti di setiap waktu shalat dia ikut jamaah di masjid di mana dia sempat lalu menawarkan dagangannya."

Terhitung sampai dengan April ini sudah tiga tahun, Suwarni dan tiga anaknya ditinggalkan Santoso. Meski ada kabar Santoso sempat turun gunung. Untuk menghidupi keluarga, Suwarni membuka kios barang campuran di depan rumahnya. Kios kecil yang tidak lebih dari 4 meter per segi menjual aneka barang kebutuhan sehari-hari. Bantuan modalnya didapat dari Kodam VII Wirabuana semasa Mayor Jenderal TNI Bachtiar. Rumah tempat Suwarni berteduh saat ini pun direnovasi atas budi baik Mayjen TNI Bachtiar.

Ada yang menarik saat saya bertemu dengan Suwarni, di tengah wawancara, anaknya yang kedua memberinya telepon yang tengah berdering. Ia menerima telepon dari seseorang. Ia lalu masuk kamar dan berbicara dengan peneleponnya. Saat selesai, kami menanyakan padanya siapa gerangan yang menghubunginya. "Oh itu dari Pak Handoko, anggota Kopassus," jawabnya singkat. Kopassus yang dimaksud olehnya merujuk pada Korps Pasukan Khusus, satuan elit milik TNI Angkatan Darat. Rupanya anggota intelijen Kopassus itu menanyakan maksud kedatangan kami.

Perjumpaan saya dengan Suwarni pagi hingga siang itu terasa tanpa beban. Ia tidak ada bedanya seperti ibu rumah tangga biasa. Soal rindu pada sosok Santoso, suaminya tentu diakuinya juga. "Namanya suami, ya rindulah, Mas." Begitu kata Suwarni.

Tapi apakah dia meminta suaminya untuk menyerah atau menyerahkan diri pada aparat keamanan yang tengah memburunya? Jawab dia: "Saya tidak pernah bicara soal itu. Saya cuma bilang kalau anak-anak rindu pada abinya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun